Diskusi Farmakologi dan Terapi
Obat Anti Hipertensi
Kelompok A1-1
Nur Adini R. 010710001
Rizky Amalia 0107100
Muhammad Nazmuddin 0107100
Nurul Widyawati 0107100
Laila Miftakhul J. 010710017
Chandra Bagus D. 010710022
Bram Swandika 010710023
I Gede Parama Gandhi 010710025
Dimmas Adhiatma 0107100
Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga
Surabaya
2010
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Farmakologi adalah kajian bahan-bahan yang berinteraksi dengan sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya melalui pengikatan molekul regulator dan pengaktifan atau penghambatan proses-proses tubuh yang normal (Katzung, 2001). Farmakologi terfokus dalam dua subdisiplin yaitu farmakodinamik (efek obat terhadap tubuh) dan farmakokinetik (bagaimana tubuh mempengaruhi obat dengan berlalunya waktu). Masing-masing obat mempunyai farmakodinamik dan farmakokinetik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, penggunaan suatu obat untuk terapi sebaiknya menggunakan dasar P-treatment.
P-treatment adalah terapi atau penanganan yang optimal terhadap masing-masing personal dengan mempertimbangkan variasi respon dari suatu obat. Obat yang digunakan harus rasional dan sesuai dengan masing-masing personal. Untuk mendapatkan P-treatment yang sesuai diperlukan diagnosa yang tepat, derajat suatu penyakit, persetujuan terapi penyakit, efikasi dan toksisitas. Sedang menurut WHO, Rational Drug Therapy dapat tercapai bila memenuhi empat criteria yaitu:
- efficacy : obat yang diberikan harus efektif, yakni tepat dan cepat memberikan efek
- safety : keamanan bagi pasien, dengan pertimbangan munculnya berbagai macam efek samping
- suitability : kenyamanan bagi pasien dalam hal cara pemberian obat
- cost : keterjangkauan harga obat bagi pasien.
Diabetes mellitus adalah suatu sindroma klinik yang ditandai oleh poliuri, polidipsi, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (glukosa puasa ≥126 mg/dL atau postprandial ≥200 mg/dL atau glukosa sewaktu ≥200mg). Bila DM tidak segera diatasi akan terjadi gangguan metabolisme lemak dan protein, dan resiko timbulnya gangguan mikrovaskular meningkat, seperti hipertensi.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah dimana tekanan sistolik >140 mmHg dan tekanan diastolic >90 mmHg secara kronik. Di Indonesia banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Pada orang dewasa, prevalensinya sekitar 6-15% di mana 50% diantaranya tidak menyadari bahwa dirinya adalah penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor risikonya (Amiruddin,2007). Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung dan pembuluh darah. Jika tidak diobati, akan mengakibatkan: stroke, serangan jantung, hipertrofi jantung, gagal jantung, kebutaan dan gagal ginjal (Leslie) sehingga penderita hipertensi harus mendapatkan P-treatment yang sesuai agar tidak berkembang menjadi penyakit kardiovaskuler yang parah, yang merupakan penyebab kematian pertama di dunia.
Berdasarkan skenario yang diberikan, mahasiswa diharapkan dapat menentukan diagnosis penyakit yang diderita yaitu hipertensi untuk selanjutnya menentukan P-treatment yang sesuai dengan penyakit dan keluhan lain yang diderita pasien. P-treatment tidak harus berupa obat-obatan (P-drugs), namun juga bisa dalam bentuk anjuran untuk hidup sehat. P-drugs yang dipilih hendaknya tidak hanya ditujukan untuk menyembuhkan keluhan utama tetapi juga harus diperhatikan faktor penyebabnya (dalam kasus ini adalah diabetes mellitus). P-treatmentjuga jangan sampai memperburuk keadaan pasien dalam kaitannya dengan riwayat penyakit yang diderita. Dalam menentukan dan menganalisa hal-hal tersebut, diperlukan ilmu farmakologi yang mendalam. Pendalaman ilmu diatas akan lebih mudah melalui diskusi secara berkelompok sehingga mahasiswa diharapkan dapat bertukar pikiran dalam memilih P-drugtersebut.
1.2 Rumusan masalah/ diagnosis
Hipertensi disertai diabetes mellitus.
1.3 Tujuan diskusi
1.3.1 Tujuan utama
Menentukan P-druguntuk pengobatan pasien Hipertensi disertai diabetes mellitus tanpa memperburuk kondisi pasien yang mungkin memiliki kelainan atau penyakit penyerta lainnya.
1.3.2 Tujuan khusus
Mengetahui alasan-alasan farmakologis pemilihan P-drug tersebut secara rasional, termasuk efek samping dan konsekuensinya.
1.4 Manfaat diskusi
1.4.1 Manfaat teoritis
Diharapkan dapat menggunakan hasil diskusi ini sebagai rujukan dan sumber data atas masalah pengobatan terhadap pasien Hipertensi disertai diabetes mellitus dengan segala kemungkinan kondisi penyertanya.
1.4.2 Manfaat praktis
Diharapkan akan mampu memilih obat yang efektif untuk pasien dengan efikasi yang baik, efek samping seminimal mungkin, mudah penggunaannya, serta murah harganya.
Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1 Hipertensi
2.1.1 Pengertian hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah arteri sistemik yang terjadi secara terus-menerus. Meskipun konsep ini jelas, tekanan darah tepat yang menyebabkan hipertensi ditentukan secara acak berdasarkan tekanan yang berkaitan dengan risiko statistik berkembangnya penyakit yang terkait hipertensi. Pada orang dewasa, derajat hipertensi dibagi menjadi 4 oleh WHO, yaitu:
v Mild HT : 140-159/90-104
v Moderate HT : 160-179/105-119
v Severe HT : >180/120
v Malignan HT : >180/120 + retinopati, haemorrhage, dan pepil edema
2.2 Klasifikasi hipertensi
2.2.1 Hipertensi essensial
Hipertensi esensial atau hipertensi primer atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. Patogenesis hipertensi esensial tidak pasti. Tidak ada perubahan konstan kadar renin, aldosteron, atau katekolamin plasma atau pada aktivitas sistem saraf simpatik atau baroreseptor yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi esensial. Penyebabnya multifaktorial, meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain.
Teori yang saat ini lebih disukai adalah bahwa hipertensi esensial disebabkan oleh tingginya asupan natrium diet pada individu yang memiliki predisposisi genetik. Mungkin terdapat kegagalan ekskresi oleh ginjal akibat beban natrium yang tinggi dalam jangka lama. Retensi natrium mengakibatkan peningkatan faktor natriuretik di dalam sirkulasi. Salah satu faktor natriuretik ini menghambat Na+_K+ ATPase pada membran, dengan demikian menyebabkan akumulasi Ca2+ intraseluler. Ca2+ sitosol meningkat pada hipertensi esensial; pada otot polos vaskular, peningkatan Ca2+ sitosol mendorong reaktivitas dan cenderung menyebabkan vasokonstriksi. Efek Ca2+ ini dihambat oleh obat-obatan penghambat saluran kalsium, yang merupakan obat antihipertensi yang efektif.
2.2.2 Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi. Hipertensi sekunder disebabkan oleh proses penyakit sebelumnya. Termasuk dalam kelompok ini antara lain hipertensi akbat penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obatan dan lain-lain.
Hipertensi renal dapat berupa hipertensi renovaskuler, misalnya pada stenosis arteri renalis, vaskulitis intrarenal; dan hipertensi akibat lesi parenkim ginjal seperti pada glomerulonefritis, pielonefritis, penyakit ginjal polikistik, nefropati diabetik dan lain-lain.
Hipertensi endokrin antara lain akibat kelainan korteks adrenal (hiperaldosteronisme primer, sindrom Cushing), tumor medulla adrenal (pheokromositoma), hipertiroidisme, dan lain-lain. Beberapa obat seperti kontrasepsi hormonal, kortikosteroid, simpatomimetik amin (efridin, fenilpropanolamin, fenilefrin, amfetamin), kokain, siklosporin dan eripoetin, juga dapat menyebabkan hipertensi.
2.3 Patofisiologi hipertensi
Perjalan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan yang bermakna. Bila terdapat gejala maka biasanya bersifat non-spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Apabila hipertensi tetap tidak diketahui dan tidak dirawat, mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokardium, stroke, atau gagal ginjal. Namun, deteksi dini dan perawatan hipertensi yang efektif dapat menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas. Dengan demikian, pemeriksaan tekanan darah secara teratur mempunyai arti penting dalam perawatan hipertensi.
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, Bare, 2002).
2.4 Komplikasi hipertensi dan faktor risiko kardiovaskular
Hipertensi lama dan atau berat dapat menimbulkan komplikasi berupa kerusakan organ (target organ damage) pada jantung, otak, ginjal, mata dan pembuluh darah perifer.
Pada jantung dapat terjadi hipertrofi ventrikel kiri sampai gagal jantung, pada otak dapat terjadi strok karena pecahnya pembuluh darah serebral dan pada ginjal dapat menyebabkan penyakit ginjal kronik sampai gagal ginjal. Pada mata dapat terjadi retinopati hipertensif berupa bercak-bercak perdarahan pada retina dan edema papil nervus optikus. Selain itu hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya ateroslerosis dengan akibat penyakit jantung koroner (angina pektoris sampai infark miokard) dan strok iskemik. Hipertensi yang sangat berat juga dapat menimbulkan aneurisma aorta dan robeknya lapisan intima aorta (dissecting aneurisma).
Pengendalian berbagai faktor risiko pada hipertensi sangat penting untuk mencegah komplikasi kardiovaskular. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi antara lain tekanan darah, kelainan metabolik (diabetes mellitus, lipid darah, asam urat, dan obesitas), merokok, alkohol dan inaktivitas, sedangkan yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin dan faktor genetik.
2.5 Obat anti hipertensi
2.5.1 Diuretik
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan CO (cardiac output) dan tekanan darah. Beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya.
2.5.1.1 Golongan thiazide
Obat golongan ini bekerja dengan menghambat transport bersama Na/ Cl di tubulus ginjal, sehingga ekskresi Na+dan Cl- meningkat. Umumnya kurang efektif pada gangguan ginjal, dapat memperburuk fungsi ginjal, dan pemakaian lama menyebabkan hiperlipidemia (peningkatan kolesterol, LDL, dan trigliserida). Efek hipotensif baru terlihat setelah 2-3 hari dan mencapai maksimum setelah 2-4 minggu.
Efek samping
Dalam dosis tinggi thiazide dapat menyebabkan hipokalemia yang berbahaya bagi pasien yang mendapat digitalis. Efek samping ini dapat dihindari bila thiazide diberikan dalam dosis rendah atau dikombinasi dengan obat lain seperti diuretik hemat kalium, atau penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme). Sedangkan suplemen kalium tidak lebih efektif. Thiazide juga dapat menyebabkan hiponatremia, hipomagnesia, dan hipokalsemia. Selain itu thiazide dapat menghambat ekskresi asam urat dari ginjal dan pada pasien hiperurisemia dapat mencetuskan serangan gout akut. Thiazide dapat meningkatkan kadar kolesterol LDL dan trigliserida. Pada penderita DM (diabetes mellitus), thiazide dapat menyebabkan hiperglikemia karena mengurangi sekresi insulin. Pada pasien pria, kadang-kadang dapat timbul gangguan fungsi seksual.
2.5.1.2 Hydrochlorothiazide
Dalam dosis ekuipoten berbagai golongan thiazide memiliki efek dan efek samping yang kurang lebih sama. Perbedaan utama terletak pada masa kerjanya. Hydrochlorothiazide memiliki waktu paruh 10-12 jam.
2.5.1.3 Indapamid
Kelebihannya adalah masih efektif pada pasien gangguan fungsi ginjal, bersifat netral pada metabolisme lemak dan efektif meregresi hipertrofi ventrikel.
2.5.2 Diuretik kuat
Diuretik kuat bekerja di ansa Henle ascendens bagian epitel tebal dengan cara menghambat ko-transpor Na, K, Cl dan menghambat resorpsi air dan elektrolit. Onsetnya lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat daripada golongan thiazide. Waktu paruh diuretik kuat umumnya pendek sehingga diperlukan pemberian 2 atau 3 kali sehari.
Efek samping hampir sama dengan thiazide, kecuali bahwa diuretik kuat menimbulkan hiperkalsiuria dan menurunkan kalsium darah, sedangkan thiazide menimbulkan hipokalsiuria dan meningkatkan kadar kalsium darah. Contoh obatnya adalah asam etakrinat, furosemid, dan bumetanid.
2.5.3 Diuretik hemat kalium
2.5.3.1 Amilorid
Amilorid bekerja pada ujung tubuli distal dengan menghambat penukaran ion-ion N dengan ion K dan H. Ekskresi Na (juga Cl dan HCO3-), sedangkan pengeluaran kalium berkurang. Efek maksimalnya tercapai setelah 6 jam dan bertahan 24 jam. Resorpsinya dari usus 50%, yang dikurangi makanan, PPnya 40%, plasma T½nya 6-9 jam, mungkin juga lebih lama. Ekskresinya lewat kemih terutama secara utuh.
Efek sampingnya umum, fotosensibilisasi sering dilaporkan (di Australia), ada kalanya juga impotensi. Berlainan dengan diuretika lain, obat ini tidak menekan sekresi urat, melainkan menstimulasinya. Semua penghemat kalium tidak dapat saling dikombinasikan atau diberikan bersama suplemen kalium berhubung bahaya hiperkalemia.
2.5.3.2 Triamteren
Derivat pteridin ini (1962) berkhasiat diuretik lemah, mulai kerjanya lebih cepat, setelah 2-4 jam, tetapi hanya bertahan ca 8 jam. Mekanisme kerjanya mirip amilorida.
Resorpsinya dari usus antara 30% dan 70%, PPnya lebih kurang 60%, dan T½nya ca 2jam. Ekskresinya berlangsung lewat kemih, sebagian besar metabolit aktif. Kemih dapat berwarna biru dan pembentukan batu ginjal (calculi) dilaporkan pada 1:1500 pasien.
2.5.3.3 Spironolakton
Penghambat aldosteron ini memiliki rumus steroida, mirip struktur hormon alamiah. Mulai kerjanya setelah 2-3 hari dan bertahan sampai beberapa hari pula setelah pengobatan dihentikan. Daya diuretisnya agak lemah, maka khusus digunakan terkombinasi dengan diuretika umum lainnya. Efek kombinasi demikian adalah adisi disamping mencegah kehilangan kalium. Akhir- akhir ini ditemukan bahwa spironolakton pada gagal jantung berat berdaya mengurangi risiko kematian sampai 30%.
Resorpsinya dari usus tidak lengkap dan diperbesar oleh makanan. PPnya 98%. Dalam hati zat ini dirombak menjadi metabolit aktif, antara lain kanrenon, yang diekskresikan melalui kemih dan tinja. Plasma T½nya sampai 2 jam, kanrenon 20 jam.
Efek sampingnya berupa umum; pada penggunaan lama dan dosis tinggi efeknya antiandrogen dengan ginekomasti, gangguan potensi, dan libido pada pria, sedangkan pada wanita nyeri buah dada dan gangguan haid. Pada tikus ternyata berefek karsinogenik, maka hendaknya digunakan dalam waktu singkat.
2.5.4 Penghambat adrenergik
2.5.4.1 β-blocker
Mekanisme antihipertensi
Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian β-blocker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain: (1) penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung; (2) hambatan sekresi renin sel-sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan produksi angiostenin II; (3) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan sensitivitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer, dan peningkatan biosintatis prostasiklin.
Penurunan TD (tekanan darah) oleh β-blocker yang diberikan per oral berlangsung lambat, efek ini mulai terlihat dalam 24 jam sampai satu minggu setelah terapi dimulai, dan tidak diperoleh penurunan TD lebih lanjut setelah 2 minggu lebih cepat. Obat ini tidak menimbulkan hipotensi ortostatik dan tidak menimbulkan retensi air dan garam.
β-blocker merupakan merupakan obat yang baik.
2.5.4.2 α-bloker
Hanya α-bloker yang selektif menghambat reseptor α1 yang digunakan sebagai antihipertensi. α-bloker non selektif kurang efektif sebagai anti hipertensi karena hambatan reseptor α2 di ujung saraf adrenergik akan meningkatkan pelepasan norepinefrin dan meningkatkan aktivitas simpatis.
Mekanisme antihipertensi. Hambatan reseptor α1 menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan venula sehingga menurunkan resistensi perifer. Di samping itu, venodilatasi menyebabkan aliran balik vena berkurang yang selanjutnya menurunkan curah jantung. Venodilatasi ini dapat menyebabkan hpotensi ortostatik terutama pada pemberian dosis awal (fenomena dosis pertama), menyebabkan refleks takikardia dan peningkatan aktivitas renin plasma. Pada pemakaian jangka panjang reflleks kompensasi ini akan hilang, sedangkan efek antihipertensi tetap bertahan.
α-bloker memiliki beberapa keunggulan antara lain efek positif terhadap lipid darah (menurunkan LDL, dan trigliserida, dan meningkatkan HDL) dan mengurangi resistensi insulin, sehingga cocok untuk pasien hipertensi dengan dislipidemia dan/atau DM. α-bloker juga sangat baik untuk pasien hipertensi dengan hipertrofi prostat, karena hambatan reseptor α1 akan merelaksasi otot polos prostat dan sfingter uretra sehingga mengurangi resistensi urin. Obat ini juga memperbaiki insufisiensi vaskular perifer, tidak diekskresi melalumengganggu fungsi jantung, tidak menganggu aliran darah ginjal dan tidak berinteraksi dengan AINS.
2.5.4.3 Adrenolitik Sentral
2.5.4.3.1 Metildopa
Mekanisme kerja
Merupakan pro-drug yang dalam SSP (sistem saraf pusat) menggantikan kedudukan DOPA dalam sintesis katekolamin dengan hasil akhir alphamethylnorepinephrine. Diduga lebih disebabkan oleh stimulus reseptor alpha 2 sentral sehingga mengruangi sinyal simpatis ke perifer. Methyldopa menurunkan resistensi vaskuler tanpa banyak mengruangi CO. Tetapi pada usia lanjut dilatasi vena, penurunan beban hulu dan penurunan frekuensi jantung dapat menyebabkan curah jantung menurun.tidak mempengaruhi alrina darah ginjal dan fungsi ginjal. Pada jangka panjang, sering terjadi retensi air sehingga efek anti hipertensinya makin berkurang yang dapat diatasi dengan pemberian diuretik.
Kinetik
Absorpsi melalui saluran cerna bervariasi dan tidak lengkap. Bioavailabilitas oral rata-rata 20-50%. Sekitar 50-70% diekskresi melalui urin dalam bentuk konjugasi dengan sulfat dan 25% dalam bentuk utuh. Waktu paruh obat sekitar 2 jam tapi efek puncak tercapai setelah 6-8 jam p.o. atau i.v. Efektifitas berlangsung sampai 24 jam. Kelambatan efek dikarenakan proses transpor ke SSP, konversinya menjadi metabolit aktif dan eliminasi yang lambat dari jaringan otak.
Efek samping
Sedasi, hipotensi postural, mulut kering, sakit kepala, depresi, gangguan tidur, impotensi kecemasan, penglihatan kabur, hidung tersumbat, kadang anemia hemolitik autoimun, trombositopenia, leukopenia, demam obat, dan sindrom seperti lupus dengan pembentukan antibodi antinukleus.
2.5.4.3.2 Klonidin
Terutama bekerja pada reseptor alpha 2, di susunan saraf pusat dengan efek penurunan sympathetic outflow. Efek hipotensi terjadi karena penurunan resistensi perifer, pnurunan tonus simpatis menyebabkan penurunan kontraktilitas dan frekuensi denyut jantung. Pada pengobatan jangka panjang CO kembali normal. Ada tendensi terjadinya hipotensi ortostatik. Secara klinis umumnya bersifat asimtomatik. Berkurangnya reflek simpatis juga mempermudah terjadinya hipotensi ortostatik.
Kinetik
Absorpsi oral langsung dan lengkap dengan bioavailabilitas mencapai 95%. Dapat diberikan secara transdermal dengan kadar plasma setara dengan pemberian p.o.. Waktu paruh 6-13 jam. Kira-kira 50% dieliminasi dalam bentuk utuh melalui urin. Kadar plasma meningkat pada usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal.
Efek samping
Mulut kering, sedasi, pusing, mual, impotensi. Gejala ortostatik terjadi terutama karena depresi bila ada deplesi cairan. Efek sentral berupa mimpi buruk, cemas, dan depresi. Retensi cairan dan toleransi semu terjadi bila klonidin dipakai sebagai obat tunggal.
2.5.5 Penghambat saraf adrenergik
2.5.5.1 Reserpin
Terikat kuat pada vesikel di ujung saraf sentral dan perifer dan menghambat proses penyimpanan katekolamin ke dalam vesika. Selanjutnya MAO memecah katekolamin. Pemberian ini menurunkan CO dan resistensi perifer. Frekuensi denyut jantung dan sekresi renin menurun. Pemakaian jangka panjang sering terjadi retensi air dan menyebabkan pseudotoleransi, terutama bila tidak disertai pemberian diuretik.
Efek samping
Pada dosis yang dianjurkan (sampai 0,25 mg/hari) tidak banyak menimbulkan efek samping.
SSP: bersifat sentral seperti letargi, mimpi buruk, depresi mental di mana depresi mental dapat terjadi sewaktu-waktu. Tapi dapat juga terjadi pada dosis yang lebih rendah. Gejala depresi dapat bertahan lama setelah penghentian obat.
Reserpin menurunkan ambang kejang sehingga harus digunakan dengan hati-hati pada pasien epilepsi.
2.5.5.2 Guanetidin dan Guanadrel
2.5.5.2.1 Guanetidin
Bekerja pada neuron adrenergik perifer dan ditranspor aktif ke dalam vesikel saraf dan menggeser norepinefrin ke luar vesikel. Dalam dosis besar i.v. guanetidin menggeser NE ke dalam vesikel dan menyebabkan peningkatan tekanan darah. Pemberian p.o. menggeser NE perlahan-lahan dan terjadi degradasi oleh MAO sebelum mencapai sel-sel saraf sehingga tidak terjadi peningkatan tekanan darah. Menurunkan tekanan darah dengan menurnkan CO dan resistensi perifer. Retensi cairan terjadi sehingga efek antihipertensinya berkurang pada pemakaian jangka panjang. Untuk mengatasi, perlu dikombinasi dengan diuretik. Guanetidin digunakan pada hipertensi berat yang tidak responsif degnan obat lain.
2.5.5.2.2 Guanadrel
Mekanisme kerja, farmakodinamik, dan efek samping mirip guanitidin tetapi jarang menimbulkan diare.
2.5.6 Penghambat ganglion
2.5.6.1 Trimetafan
Kerjanya cepat dan singkat. Dan digunakan untuk menurunkan tekanan darah dengan segera seperti pada: (1) hipertensi darurat terutama aneurisme aorta disekan akut; (2) menghasilkan hipotensi yang terkendali seperti operasi besar.
2.5.7 Vasodilator
2.5.7.1 Hidralazin
Merelaksasi otot polos arteriol. Sedangkan otot polos vena hampir tidak dipengaruhi. Vasodilatasi yang terjadi menimbulkan reflek kompensasi yang kuat berupa peningkatan kekuatan dan frekuensi denyut jantung, peningkatan renin, dan NE plasma. Hidralazin menurunkan tekanan darah berbaring dan berdiri karena lebih selektif bekerja pada arteriol maka hidralazin sangat jarang menimbulkan hipotensi ortostatik.
Kinetik
Diabsorpsi denngan baik pada saluran cerna, tapi biovailabilitasnya relatif rendah (16% pada asetilator cepat dan 32% pada asetilator lambat) karena adanya metabolisme lintas pertama yang besar. Pada asetilator lambat dicapai kadar plasma yang tinggi, dengan efek samping yang lebih sering.
Efek samping
Sakit kepala, mual, flushing, hipotensi, takikardia, palpitasi, angina pektoris. Retensi air dan natrium disertai edema dapat dicegah dengan pemberian bersama diuretik. Efek samping lain adalah neuritis perifer, diskrasia darah, hepatotoksisitas dan kolangitis akut. Neuropati perifer dapat dikoreksi dengan pemberian piridoksin. Obat ini dikontraindikasikan pada hipertensi dengan PJK dan tidak dianjurkan pada pasien usia di atas 40 tahun.
2.5.7.2 Minoksidil
Obat ini bekerja dengan pemberian kanal kalium sensitif ATP dengan akibat terjadinya effluks kalium dan hiperpolarisasi membran yang dikuti oleh relami penaksasi otot polospembuluh darah dan vasodilatasi. Efeknya lebih kuat pada arteriol daripada vena. Obat ini menurunkan tekanan sistol dan diastol yang sebanding dengan tingginya tekanan darah awal. Efek hipotensifnya dikuti oleh reflek takikardia dan peningkatan curah jantung yang dapat meningkat 3-4 kali lipat.
Farmakokinetik
Minoksidil diserap dengan baik pada pemberian per oral. Bioavabilitas mencapai 90% dan kadar puncak plasma tercapai dalam 1 jam. Obat ini merupakan prodrug yang harus mengalami penambahan gugus sulfat sebelum aktif sebagai vasodilatator.
Efek samping
Retensi cairan dan garam, efek samping kardiovaskular karena reflek simpatis dan hipertrikosis adalah efek samping yang utama. Selain itu dapat terjadi gangguan toleransi glukosa dengan tendensi hiperglikemia; sakit kepala, mual, erupsi obat, rasa lelah, dan nyeri tekan dada. Retensi cairan dapat diatasi dengan ppemberian diuretik.
2.5.7.3 Diazoksid
Obat ini merupakan derivat benzotiadiazid dengan struktur mirip tiazid, tapi tidak memiliki efek diuresis. Mekanisme kerja, farmakodinamik, dan efek samping mirip dengan minoksidil.
Efek samping
Retensi cairan dan hiperglikemi merupakan efek samping yang paling sering terjadi. Efek samping hiperglikemi terjadi karen hambatan sekresi insulindari sel-sel β pankreas akibat stimulasi kanal kalium sensitif ATP. Respon tubuh terhadap pemberin insulin tidak dipengaruhi. Obat ini menyebabkan relaksasi uterus sehingga menggangu proses kelahiran bila digunakan pada eklampsia. Pada penggunaan jangka panjang dapat terjadi hipertrikosis.
2.5.7.4 Natrium Nitroprusid
Mekanisme kerja. Natrium nitroprusid merupakan donor NO yang bekerja dengan mengaktifkan guanilat siklase dan meningkatkan konversi GTP menjadi GMP siklik pada otot polos pembuluh darah. Selanjutnya terjadi penurunan kalsium intrasel dengan efek akhir vasodilatasi arteriol dan venola. Denyut jantung meningkat karena refleks simpatik, namun curah jantung tidak banyak berubah karena efek venodilatasi menurunkan beban hulu.
2.5.8 ACE inhibitor
2.5.8.1 Captopril
Efek peniadaan pembentukan AT II adalah vasodilatasi dan berkurangnya retensi garam dan air. Zat ini tidak menimbulkan edema atau refleks takikardi. Captopril digunakan untuk hipertensi ringan sampai berat dan pada dekompensasi jantung. Diuretik memperkuat efeknya, kombinasinya dengan beta blocker hanya menghasilkan adisi.
Kinetik
Resorpsi dari usus cepat untuk ca 75% efeknya sudah maksimal setelah 1,5 jam.dan bertahan 12-24 jam tergantung pada dosis. PP-nya 25-30%, plasma t1/2 2-3 jam. Ekskresi lewat kemih, setengahnya sebagai metabolit inaktif dan setengahnya utuh.
Efek samping
Hilangnya rasa, batuk kering, exanthema. Indometasin dan NSAID lainnya dapat menghilangkan efek obat ini.
2.5.8.2 Enalapril
Merupakan derivat prolin tetapi tanpa gugusan C-S. Khasiat dan penggunaannya sama dengan captopril. Resorpsi prodrug ini dari usus cepat sampai ca 60%. Dalam hepar, dihidrolisis menjadi enalaprilat aktif dengan PP ca 55% dan T½nya ca 11 jam. Efek maksimal setelah 4-6 jam dan bertahan lebih kurang 24 jam. Ekskresi melalui kemih dan sebagian dalam bentuk utuh.
Efek samping
Tidak menimbulkan hilangnya rasa (tanpa -CS) efeknya tidak dipengaruhi oleh NSAID.
2.5.9 Ca antagonis
2.5.9.1 Diltiazem
Derivat 1,5 benzothiazepine ini dibandingkan dengan dengan rumus tranquilizer sama penggunaannya dengan verapamil. Ada kalanya juga menggunakan pada angina instabil dan merupakan obat primer dan obat pilihan kedua untuk angina stabil. Juga digunakan sebagai obat antiaritmia kelas IV. Permulaan dan penghentian pengobatan harus berangsur dengan menghindarkan efek sampingnya. Resorpsinya dari usus lebih dari 90% tetapi BA-nya hanyaa ca 40% karena FPE tinggi. PPnya ca 80%, plasma T½nya 4-8 jam. Ekskresinya berlangsung lewat tinja (65%) sebagai metabolit (termasuk desazetil diltiazem aktif) dan secara utuh lewat kemih. Efek sampingnya mirip verapamil.
2.5.9.2 Nifedipin
Khasiat utama adalah vasodilatasi, maka terutama digunakan pada hipertensi esensial (ringan atau sedang) juga pada angina varian berdasarkan efek terhadap jantung yang relatif ringan: tak berkhasiat inotropik negatif. Pada angina stabil, hanya digunakan bila beta blocker dikontraindikasi atau kurang efektif. Resorpsinya dari usus baik (90%) tetapi BA-nya hanya rata-rata 60% karena FPE tinggi. Mulai kerja kapsul dalam 20 menit dan bertahan 1-2 jam. Efek samping: edema pergelangan kaki (10%), dosis awal yang terlampau tinggi dapat memprovokasi angina akibat hipotensi kuat mendadak, sporadis, malah ischemia dan infark akibat refleks takikardi terutama pada lansia.
2.5.9.3 Verapamil
Senyawa amin alifatis ini dengan kelompok nitril digunakan pada angina varian dan stabil. Juga pada aritmia. Verapamil juga efektif pada hipertensi ringan sampai sedang dan mencegah reinfark setelah serangan jantung jika ada kontraindikasi bagi beta blocker. Kombinasinya dengan obat-obat lain yang bekerja kardiosupresif atau menghambat pembentukan atau penyaluran rangsangan harus dielakkan. Resorpsi dari usus ca 90% dengan BA lebih kurang 43%, berhubung FPE besar, PP-nya lebih kurang 90%. Plasma T ½ nya 4,5-12 jam. Di dalam hepar, zat ini dirombak lebih kurang 12 metabolit yang diekskresikan lewat kemih dan tinja. Efek samping hipotensi, bradikardi, insufisiensi jantung, obstipasi. Jarang AV blokade, nyeri kepala, edema, dan efek umum lainnya.
2.5.10 Antagonis Aldosteron
Pada hipertensi, peranan aldosteron adalah meningkatkan reabsorpsi natrium dan kalium pada ginjal. Antagonis aldosteron merupakan diuretik hemat kalium dan bisa digunakan sebagai terapi hipertensi, mekanisme kerjanya adalah penghambatan kompetitif aldosteron. Sehingga dengan dihambatnya aldosteron, reabsorpsi natrium dan kalium di hilir tubuli distal dan duktus koligentes dikurangi, dengan demikian ekskresi kalium juga dapat dikurangi. Contoh preparat antagonis aldosteron adalah spironolactone.
Spironolactone
Farmakokinetik : Spironolactone adalah steroid sintetis yang bekerja sebagai kompetitif inhibitor pada aldosteron. Onset of action dan duration of action dari target ini sangat tergantung dari kinetika aldosteron di target jaringan. Sedangkan inaktivasi dari Spironolactone terjadi di liver. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa Spironolactone memiliki onset of action yang lama. 70% Spironolactone peroral diabsorpsi saluran cerna mengalami siklus enterohepatik dan metabolisme lintas pertama.
Indikasi pemakaian :
a. Pada pasien dengan hiperurisemia, hipokalemia dan intoleransi glukosa.
b. Gagal jantung kongestif.
c. Cirrhosis hati.
d. Hipertensi.
Efek samping :
a. Hiperkalemia. (Biasanya di kombinasi dengan tiazid untuk meminimalkan hipokalemia)
b. Perdarahan perut dan duodenum.
c. Ginekomastia.
d. Ataksia, disfungsi ereksi, kulit kemerahan.
e. Karsinogenic (Dalam tahap percobaan pada tikus).
2.6 Diabetes mellitus
Diabetes mellitus adalah suatu sindroma klinik yang ditandai oleh poliuri, polidipsi, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (glukosa puasa ≥126 mg/dL atau postprandial ≥200 mg/dL atau glukosa sewaktu ≥200mg). Bila DM tidak segera diatasi akan terjadi gangguan metabolisme lemak dan protein, dan resiko timbulnya gangguan mikrovaskular meningkat, seperti hipertensi.
Hiperglisemi pada DM dapat timbul akibat berkurangnya insulin sehingga glukosa darah tidak dapat masuk ke sel-sel otot, jaringan adiposa atau hepar dan metabolismenya juga terganggu. Sebenarnya hiperglikemia sendiri relatif tidak berbahaya, kecuali bila hebat sekali hingga darah menjadi hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Yang berbahaya ialah glikosuria yang timbul, karena glukosa bersifat diuretik osmotik, sehingga diuresis sangat meningkat disertai hilangnya elektrolit. Hal ini yang menyebabkan dehidrasi dan timbul gejala hipertensi.
Pada DM defisiensi insulin menyebabkan hambatan transpor amino ke dalam sel, glukoneogenesis bertambah, lipolisis bertambah dan terjadilah imbangan nitrogen negatif. Hal ini menambah lagi turunnya berat badan pasien DM. Badan kehilangan 4 kalori untuk setiap gram glukosa yang disekresi.
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus
Tn. Jojon (50 tahun), seorang PNS, datang ke dokter dengan keluhan sesak napas, kalau tidur dengan bantal 3 tumpuk. Pada pemeriksaan tidak ditemukan ronchi dan tidak ada mengi. Kedua tungkainya edema. Obat antihipertensi apa yang sebaiknya diberikan pada Tn.Jojon?
3.1 Keluhan utama
Sesak napas
3.2 Kata kunci
· Pria
· 50 tahun
· PNS
· Sesak napas
· Tidur dengan bantal 3 tumpuk
· Tidak ditemukan ronchi
· Tidak ada mengi
· Kedua tungkai edema
3.3 Diagnosis
Hipertensi disertai gagal jantung kanan
3.4 Tujuan pengobatan
· Menurunkan tekanan darah pasien
· Menghilangkan keluhan sesak napas yang dialami pasien
· Menghilangkan edema kedua tungkai pasien
· Memberikan pengobatan yang aman, efektif, terjangkau dan nyaman.
3.5 Inventarisir kelompok obat yang efektif (perbandingan antar kelompok obat)
Efficacy | Safety | Suitability |
α-1 Antagonist | ||
Farmakodinamik: - Phenomenone dosis pertama adalah hipotensi orthostatik yang simptomatik, juga ketika peningkatan dosis. Oleh karena itu, untuk mengurangi efek samping, dosis awal harus kecil dan diberikan sebelum tidur. Peningkatan dosis juga harus dilakukan secara perlahan-lahan. - Dilatasi arteriole dan vena (sebagai kompensasi: terjadi reflex takikardi (melalui baroreceptor-induced sympathetic neuronal activity) dan meningkatnya renin release. - Menurunkan resistensi perifer, memberikan sedikit efek bronchodilatasi, mengurangi serangan asma akibat latihan fisik, merelaxasi otot polos prostat, dapat menyebabkan hipotensi orthostatik terutama pada pemberian dosis awal. - Dapat menyebabkan heart failure sehingga merupakan lini terakhir obat antihipertensi dan tidak direkomendasikan untuk obat anti hipertensi rutin. - Keuntungan: satu-satunya golongan antihipertensi yang memberikan efek positif terhadap lipid darah (LDL dan TG diturunkan, HDL ditingkatkan). - Prazosin: retensi natrium sehingga harus dikombinasi dengan prapanolol atau diuretik. | Efek Samping: - Sakit kepala, nausea, sedasi, palpitasi, dan edema perifer. | Sediaan: - Tablet |
α-2 Agonis | ||
Farmakodinamik: - Stimulasi alfa2 di SSP dan perifer sehingga CO menurun dan resistensi perifer menurun. | | |
Clonidin: Farmakokinetik: - T ½ 8-12 jam. - Ekskresi ginjal 50%. - Larut lemak. - Bioavailabilitasnya 75%. | Efek Samping: - Hipotensi, mimpi buruk, sedasi, depresi, mulut kering, konstipasi, hipotensi postural jarang. | Sediaan: - Tablet |
Metildopa: Farmakodinamik: - Stimulasi alfa2 di perifer sehingga resistensi perifer menurun dan menurunkan CO Farmakokinetik: - T ½ 2 jam. - Efek 4-6 jam. - Bioavailabilitas per oral 25%. | Efek Samping: - Hipotensi postural, rebound phenomenone, prolaktin meningkat, extrapyramidal syndrome, sedasi, depresi, impotensi, anemia hemolitik, hepatitis fever. | Sediaan: - Tablet |
Beta Blocker | ||
- Jenis: o Beta1 selektif: acebutolol, atenolol, betaxolol, dan bisoprolol. o Nonselektif: carteolol, esmolol, labetolol, metoprolol, nadolol, penbutolol, pindolol, propranolol, sotolol, dan timolol. Farmakokinetik: - Obat ini mengalami FPE (First Pass Effect) sehingga dosis per oral lebih besar daripada intra vena. Farmakodinamik: - Manfaat: o Mengurangi heart rate dan kontraktilitas miokard, menyebabkan cardiac output berkurang. o Menghambat pelepasan norephinephrin melalui receptor beta2 pra sinaps. o Menghambat sekresi renin melalui receptor beta1 di ginjal yang berakibat menurunkan resistensi perifer total. o Dapat dipergunakan untuk hypertensive emergencies (i.v.), (most) post-miokard infark therapeutic regimen, mencegah migrain, menurunkan intraoccular pressure dengan jalan menghambat produksi humor aquous. - Obat ini tidak menimbulkan hipotensi orthostatik. - Bila pengobatan dihentikan tiba-tiba, dapat terjadi rebound phenomenon. | Kontra Indikasi: - Pada orang asma dan COPD, diabetes, dislipidemi. - AV block, decompensated congestive heart failure, pasien dengan profound sinus bradycardia dan pasien dengan greater than first-degree heart block. Efek Samping: - Bradikardi, vasokonstriksi, bronchokonstriksi, gangguan GIT, TG meningkat, HDL menurun. - Hipotensi, abnormalitas konduksi jantung (second- or third-degree AV block). - Fatigue, malaise, sedasi, depresi, disfungsi seksual. - Mempengaruhi kemampuan berolahraga. - Menghambat sympathetically stimulated lipolysis, hepatic glycogenolysis, simptom hipoglikemia, simptom hipertiroid. | Sediaan: - Tablet |
Blok Neuron Adrenegric | ||
Guanitidine: Farmakodinamik: - Mencegah release norephinephrin sehingga curah jantung berkurang dan turunnya resistensi perifer. - Merupakan venodilator yang kuat. - Dicadangkan untuk kasus-kasus hipertensi berat yang tidak responsif terhadap obat-obat lain. | Efek Samping: - Merupakan venodilator yang kuat sehingga mengakibatkan hipotensi orthostatik yang hebat, menyebabkan diare, menghambat ejakulasi. Kontra Indikasi: - Pheokromositoma (tumor medula adrenal) | Sediaan: - Tablet |
Calcium Antagonist | ||
Farmakodinamik: - Merupakan golongan antihipertensi lini pertama. - Efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang rendah, seperti pada usia lanjut. - Tidak menimbulkan efek samping metabolik, baik terhadap lipid, gula darah, maupun asam urat. - Menghambat influks kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan myokard à relaksasi arteriole, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Farmakokinetik: - Bioavailabilitas per oral relatif rendah à mengalami FPE (First Pass Effect). - Waktu paruh pendek. - Semua antagonis kalsium dimetabolisme di hati à hati-hati pada pasien cirhosis hepatis. | Efek Samping: - Hipotensi, iskhemi miokard atau cerebral, takikardi dan palpitasi. - Sakit kepala, muka merah, edema perifer, gagal jantung, bradiaritmia, dan gangguan konduksi, efek inotropik negatif, konstipasi dan retensi urine, hyperplasia gusi. Kontra indikasi: - PJK, cirhosis hepatis. | Sediaan: - Tablet |
ACE Inhibitor | ||
Farmakokinetik: - Per oral cepat diabsorbsi. - Diminum 2 jam sebelum makan karena akan diikat oleh makanan. - Bioavailabilitas 70%. Farmakodinamik: - Keuntungan: o Menghambat perubahan AT I menjadi AT II à vasodilatasi dan penurunan aldosteron à peningkatan ekskresi air dan natrium. o Degradasi bradikinin dihambat sehingga kadar bradikinin darah meningkat à vasodilatasi à penurunan tekanan darah. o Tidak menimbulkan toleransi dan penghentian obat tidak menimbulkan hipertensi rebound. o Menurunkan resistensi perifer tanpa diikuti reflek takikardi. o Menghambat pembentukan AT II secara lokal di endotel pembuluh darah. - Tidak sepenuhnya merintangi enzim ACE (Angiotensin Converting Enzyme) yang mengubah AT I à AT II karena supresi pembentukan AT II yang tidak tuntas di mana jalur pembentukan AT II masih terjadi melalui enzim chymase. - Jenis: kaptopril, enalapril-lisinopril, ramipril-perindopril -transdolapril, benazepril, cilazapril, delapril, fosinopril, dan quinapril. | Efek Samping: - Rash dan gangguan pengecapan. - Hipotensi, batuk kering, hiperkalemia, edema angioneurotik, gagal ginjal akut, proteinuria, efek teratogenik. | Sediaan: - Tablet |
Angiotensin II Receptor Inhibitor | ||
Farmakodinamik: - Menghambat semua efek AT II seperti vasokonstriksi, sekresi aldosteron, rangsangan saraf simpatis, efek sentral AT II, stimulasi jantung, efek renal dan efek jangka panjang berupa hyperthrophy otot polos pembuluh darah dan miokard. - Menimbulkan efek yang mirip dengan pemberian ACE Inhibitor tetapi tidak mempengaruhi metabolisme bradikinin sehingga tidak menimbulkan efek samping batuk kering dan angiodema. - Menurunkan tekanan darah tanpa mempengaruhi frekuensi denyut jantung. - Tidak menimbulkan hipertensi rebound. - Pemberian jangka panjang tidak mempengaruhi lipid dan glukosa darah. - Efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dengan kadar renin yang tinggi, tapi kurang efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang rendah. Farmakokinetik: - Losartan diabsorbsi dengan baik dengan bioavailabilitas 33%, absorbsinya tidak dipengaruhi makanan. - T ½ 1-2 jam, tapi cukup diberikan 1-2x sehari. | Efek Samping: - Hipotensi pada pasien dengan kadar renin yang tinggi, hiperkalemia, bila dikombinasikan dengan obat-obat yang meretensi kalium, fetotoksik. Kontra Indikasi: - Kehamilan trimester 2 atau 3 dan harus segera dihentikan bila pemakainya hamil, wanita menyusui (karena ekskresinya ke dalam air susu ibu belum diketahui), stenosis arteri renalis bilateral. | Sediaan: - Tablet |
Diuretik | ||
Thiazide dan sejenisnya: - Meningkatkan ekskresi natrium, klorida, dan air sehingga mengurangi volume plasma dan cairan extrasel. - Sebagai anti hipertensi pada pasien dengan kondisi ginjal normal.u - Merupakan obat anti hipertensi lini pertama bagi kebanyakan pasien yang terutama efektif untuk pasien dengan keturunan ras Afrika dan lansia. - (Kecuali metolazone) tidak efektif bagi pasien dengan GFR yang rendah. Farmakokinetik: - Efek antihipertensi thiazide berlangsung lebih lama dan terjadi pada dosis yang jauh lebih rendah daripada efek diuretiknya. - Jenis: hydrocholorothiazide, chlorthalidone, metolazone, indapamine. | Efek samping: - Hipokalemia, hiponatremia, hipomagnesemia, hiperglikemi, hiperklosterol, hipertrigliseridemia, hiperurisemia, hiperkalsemia. Kontra Indikasi: - DM, hiperlipidemia. | Sediaan: - Tablet |
Diuretik kuat (furosemide): - Merupakan AH yang lebih efektif dibandingkan thiazide untuk hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal dan gagal jantung. - Jenis: furosemide dan bumetanide. Farmakokinetik: - Onsetnya lebih cepat. - Efek diuretik lebih kuat daripada thiazide. | Efek Samping: - Sama dengan thiazide, kecuali tidak menyebabkan hiperkalsemia. | Sediaan: - Tablet |
Diuretik hemat kalium: Farmakodinamik: - Merupakan diuretik lemah. - Penggunaannnya terutama dalam kombinasi dengan diuretik lainnya untuk mencegah atau mengurangi hipokalemi dari diuretik lainnya. - Jenis: spironolactone, triamterene, dan amiloride. | Efek Samping: - Hiperkalemia terutama pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, atau bila dikombinasi dengan ACE inhibitor, supplemen kalium. | Sediaan: - Tablet |
Antagonis Aldosteron | ||
Pada hipertensi, peranan aldosteron adalah meningkatkan reabsorpsi natrium dan kalium pada ginjal. Antagonis aldosteron merupakan diuretik hemat kalium dan bisa digunakan sebagai terapi hipertensi, mekanisme kerjanya adalah penghambatan kompetitif aldosteron. Sehingga dengan dihambatnya aldosteron, reabsorpsi natrium dan kalium di hilir tubuli distal dan duktus koligentes dikurangi, dengan demikian ekskresi kalium juga dapat dikurangi. Contoh preparat antagonis aldosteron adalah spironolactone. Spironolactone Farmakokinetik : Spironolactone adalah steroid sintetis yang bekerja sebagai kompetitif inhibitor pada aldosteron. Onset of action dan duration of action dari target ini sangat tergantung dari kinetika aldosteron di target jaringan. Sedangkan inaktivasi dari Spironolactone terjadi di liver. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa Spironolactone memiliki onset of action yang lama. 70% Spironolactone peroral diabsorpsi saluran cerna mengalami siklus enterohepatik dan metabolisme lintas pertama. | Indikasi pemakaian : a. Pada pasien dengan hiperurisemia, hipokalemia dan intoleransi glukosa. b. Gagal jantung kongestif. c. Cirrhosis hati. d. Hipertensi. Efek samping : a. Hiperkalemia. (Biasanya di kombinasi dengan tiazid untuk meminimalkan hipokalemia) b. Perdarahan perut dan duodenum. c. Ginekomastia. d. Ataksia, disfungsi ereksi, kulit kemerahan. e. Karsinogenic (Dalam tahap percobaan pada tikus). | Sediaan: - Tablet |
Direct Vasodilator | ||
Hidralazin: Farmakodinamik: - Melepaskan NO sehingga efeknya vasodilator. - Menurunkan tekanan darah diastolik lebih banyak daripada tekanan darah sistolik. Farmakokinetik: - Bioavailabilitas per oral 25%. - T ½ 2-4 jam. - Mengalami FPE (First Pass Effect). | Efek Samping: - Retensi natrium dan air. - Sakit kepala dan takikardi. Kontra Indikasi: - Karena meningkatkan ejeksi dari ventrikel kiri maka tidak boleh diberikan kepada penderita dengan aneurysma aorta dissecting. | Sediaan: - Tablet |
Minoksidil: Farmakodinamik: - Dimetabolisme membentuk minoksidil sulfat sehingga membuka kanal kalium otot polos à terjadi dilatasi arteri. Farmakokinetik: - T ½ 4 jam. - Efek persisten sampai 24 jam. | Efek Samping: - Merangsang simpatis sehingga menyebabkan takikardi. - Meretensi natrium dan air. - Angina dan edema | |
3.6 P-drug (pilihan obat yang rasional)
3.6.1 Pemilihan kelompok obat
Tabel 3.1
| Efficacy | Safety | Suitability | Cost | Total |
35% | 25% | 30% | 10% | 100% | |
α-1 antagonist | | ||||
Tablet | 6 | 6 | 3 | | 550 |
210 | 150 | 90 | | ||
α-2 agonis | | ||||
Tablet | 8 | 5 | 6 | | 490 |
280 | 125 | 180 | | ||
beta blocker | | ||||
Tablet | 8 | 4 | 4 | | 660 |
280 | 100 | 120 | | ||
blok neuron adrenergic | | ||||
Tablet | 5 | 6 | 4 | | 360 |
175 | 150 | 120 | | ||
calcium antagonis | | ||||
Tablet | 8 | 5 | 3 | | 700 |
280 | 125 | 90 | | ||
ACE inhibitor | | ||||
Tablet | 8 | 6 | 8 | | 860 |
280 | 150 | 240 | | ||
AT II receptor inhibitor | | ||||
Tablet | 6 | 6 | 7 | | 585 |
210 | 150 | 210 | | ||
Diuretik | | ||||
Tablet | 8 | 5 | 9 | | 750 |
280 | 125 | 270 | | ||
Aldosteron inhibitor | | ||||
Tablet | 6 | 5 | 8 | | 670 |
210 | 125 | 240 | | ||
direct vasodilator | | ||||
tablet | 6 | 5 | 3 | | 555 |
210 | 125 | 90 | |
‘
Berdasar tabel tersebut, maka golongan obat yang terpilih adalah golongan ACE inhibitor karena sebagai obat anti hipertensi lini pertama, golongan ACE inhibitor berfungsi
o Menghambat perubahan AT I menjadi AT II à vasodilatasi dan penurunan aldosteron à peningkatan ekskresi air dan natrium.
o Degradasi bradikinin dihambat sehingga kadar bradikinin darah meningkat à vasodilatasi à penurunan tekanan darah.
o Tidak menimbulkan toleransi dan penghentian obat tidak menimbulkan hipertensi rebound.
o Menurunkan resistensi perifer tanpa diikuti reflek takikardi.
o Menghambat pembentukan AT II secara lokal di endotel pembuluh darah.
3.6.2 Perbandingan antar obat dalam kelompok ACE inhibitor
Tabel 3.2
| Efficacy | Safety | Suitability | Cost | |
ACE inhibitor | | ||||
Kaptopril Tablet 25 mg x 3/hari | Pada pemberian oral kaptopril secara cepat diabsorpsi dan memiliki bioavaliabilitas 75 % dan berkurang bila diberikan bersama makanan, sehingga harus diberikan 1 jam sebelum makan. Ekskresi utuh 40 % melalui urin sehingga dosis obat harus dikurangi pada penderita gangguan ginjal. Kontra indikasi untuk ibu hamil dan orang dengan hipersensitifitas | Batuk kering, gangguan pengecap (disgeusia), ruam makulopapular dengan atau tanpa gatal, udem angioneuritik, proteinuria, neutropenia, gangguan saluran pernapasan atas | oral | 294000 | |
Enalapril Tablet 2,5-5 mg/hari | Suatu prodrug yang harus dihidrolisis oleh esterase di dalam hati untuk menghasilkan enalaprilat. Bioavaliabilitas oral 40% dan tidak dipengaruhi oleh makanan. Konsentrasi puncak enalaprilat dalam plasma terjadi setelah 3-4 jam. Hapir semua obat dieliminasi oleh ginjal, baik sebagai enalapril utuh atau enalaprilat. Sehingga hindari pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan hipersensitifitas serta untuk anak-anak. | Pusing, sakit kepala, mual, diare, kemerahan, kram otot, gangguan fungsi ginjal | oral | 110000 | |
Lisinopril 10mg/hari | Secara in vitro, lisinopril adalah inhibitor ACE yang sedikit lebih kuat daripada enalapril. Dan senyawa ini merupakan senyawa aktif. Lisinopril diabsorpsi secara lambat, tidak sempurna, dan bioavaliabilitasnya 30% serta tidak dipengaruhi oleh makanan. Konsentrasi puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 7 jam, dan waktu paruhnya dalam plasma 12 jam. Obat ini dibersihkan hampir 100% sebagai senyawa utuh melalui urin dan tidak terakumulasi di dalam jaringan. Hindari pada pasien hipersensitifitas dan memiliki riwayat angiodema. Perhatian lebih pada pasien ibu hamil dan laktasi, pasien terapi diuretik, insufisiensi ginjal, pasien bedah mayor atau mendapatkan anastesi yang mengakibatkan hipotensi. | Pusing, sakit kepala, diare, lelah, batuk, mual, ruam kulit, angiodema pada wajah, ektremitas, bibir, lidah dan larings, palpitasi, takikardi, gangguan pencernaan, mulut kering, vertigo, ikterus, hepatitis, urtikaria, impotensi, gangguan funsi ginjal, pancreatitis, rhinitis, bronkospasme | oral | 137500 | |
Benazepril Tablet 5mg/hari | Suatu prodrug yang secara in vitro lebih kuat sebagai inhibitor ACE daripada kaptopril, enalapril, dan lisinopril. Obat ini diabsropsi dengan cepat namun belum sempurna dengan bioavaliabilitasnya 37% setelah pemberian oral. Benazepril dimetabolisme hampir sempurna menjadi benazeprilat dan konjugat glukoronida benazepril, yang dieksresi melalui urin dan empedu. Konsentrasi puncak dalam plasma dicapai sekitr 1-2 jam dalam bentuk benazeprilat, serta memiliki waktu paruh sempurna dalam plasma 10-11 jam. | Batuk, mual, pusing, sakit kepala, hiperkalemia | oral | 197725 | |
Fosinopril Tablet 20-40 mg/hari | Pemecahan gugus ester oleh enzim esterase hati mengubah fosinopril yang prodrug menjadi fosinoprilat,suatu inhibitor ACE yang secara in vitro lebih kuat daripada kaptopril namun kurang kuat dari enaprilat. Obat ini diabsorpsi lambat dan tidak sempurna dengan bioavaliabilitas 36% dalam bentuk fosinopril dan 75% dalam bentuk fosinoprilat pada pemberian oral. Ekskresi obat ini melalui empedu dan urin. Konsentrasi puncak dalam plasma dicapai dalam 3 jam dengan waktu paruh 12 jam. Hindari pada ibu hamil dan pasien hipersensiifitas. | Batuk, gangguan saluran napas atas, ruam kulit, dan gangguan pada rasa pengecapan | Oral | 270100 | |
Trandolapril Kapsul 0,5 mg/hari | Bioavaliabilitas dalam bentuk trandolapril sebesar 10% dan trandolaprilat sebesar 70%. Trandolaprilat memiliki kekuatan 8 kali lebih kuat dari trandolapril sebagai inhibitor ACE. Trandolapril dimetabolisme menjadi bentuk nonaktif yang ditemukan di urin sebesar 33% dan feses 66%. Konsentrasi puncak dalam plasma trandolaprilat bekisar 4-10 jam dengan waktu paruhnya sekitar 10 jam. Hindari pada ibu hamil dan laktasi serta pasien dengan riwayat angiodema. | Batuk, gangguan fungsi ginjal, hiperkalemia, sakit kepala, asthenia, pusing, dan gangguan fungsi hati | oral | 72820 | |
Kuinapril Tablet 5 mg/hari | Kuinapril merupakan suatu prodrug yang bekerja sebagai inhibitor ACE secara in vitro yang sama kuatnya dengan benazepril. Obat ini diabsorpsi secara cepat dengan bioavaliabilitas 60% pemberian oral. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 2 jam dan diperlambat oleh makanan. Obat ini diekskresikan dalam urin 61% dan feses 37%. | Batuk, pusing, gangguan fungsi hati, gangguan saluran napas atas | oral | 149440 | |
Ramipril Tablet 2,5 mg/hari | Suatu inhibitor ACE yang secara in vitro kurang lebih sama dengan benazepril dan kuinapril. Bioavaliabilitasnya 60% pemberian oral. Di dalam tubuh obat ini diubah menjadi bentuk metabolit ramiprilat yang memiliki waktu konsentrasi puncak dalam plasma sekitar 3 jam dan waktu paruh 2-18 jam. Ekskresi utama obat ini melalui urin. | Mual, pusing, sakit kepala, mengantuk, batuk, gangguan hematologi, ganggguan kardiovaskular, gangguan saluran cerna, gangguan kulit, gangguan neurologic dan pskiatrik | oral | 240000 | |
Moeksipril tablet 7,5 mg/hari | Obat ini diabsorpsi secara tidak sempurna dengan bioavaliabilitasnya 13% dan berkurang dengan adanya makanan sehingga sebaiknya diberikan 1 jam sebelum makan. Waktu puncak dalam plasma sekitar 1,5 jam dan waktu paruhnya 2-12 jam. Ekskresi obat ini melalui urin. | Batuk, sakit kepala, pusing, lemah, sensasi hangat dan kemerahan di kulit, serta ruam kulit | oral | 181500 | |
Perindopril 2 mg/hari | Obat ini merupakan suatu prodrug dengan bioavaliabilitas 75% pemberian oral dan tidak dipengaruhi oleh makanan. Obat ini dimetabolisme menjadi bentuk metabolit nonaktif yang dieksresi melalui urin. Konsentrasi puncak dalam plasma obat ini dicapai dalam waktu 3-7 jam dengan waktu paruhnya 3-10 jam. | Gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala, gangguan tidur, asthenia, gangguan rasa, keram, ruam kulit, batuk, angiodema | oral | 199000 |
3.6.3 Pemilihan P-drug
Tabel 3.3
| Efficacy | Safety | Suitability | Cost | Total |
40% | 40% | 10% | 10% | 100% | |
ACE-inhibitor | | ||||
Kaptopril | 8 | 7 | 9 | 9 | 780 |
320 | 280 | 90 | 90 | ||
Enalapril | 9 | 6 | 8 | 3 | 710 |
360 | 240 | 80 | 30 | ||
Lisinopril | 3 | 8 | 8 | 8 | 600 |
120 | 320 | 80 | 80 | ||
Perindopril | 3 | 8 | 1 | 2 | 470 |
120 | 320 | 10 | 20 | ||
Ramipril | 6 | 3 | 8 | 7 | 510 |
240 | 120 | 80 | 70 | ||
Quinapril | 7 | 7 | 5 | 7 | 680 |
280 | 280 | 50 | 70 | ||
Trandopril | 8 | 7 | 5 | 8 | 730 |
320 | 280 | 50 | 80 | ||
Benazepril | 6 | 7 | 7 | 5 | 640 |
240 | 280 | 70 | 50 | ||
Fosinopril | 8 | 7 | 6 | 4 | 700 |
320 | 280 | 60 | 40 | ||
Moeksipril | 5 | 7 | 7 | 5 | 600 |
200 | 280 | 70 | 50 |
Berdasar tabel tersebut maka yang terpilih adalah obat kaptopril (ACE inhibitor) dengan pemberian secara oral.
3.7 Alasan farmakologis pilihan P-drug
Alasan memilih kaptopril adalah
v cepat diabsorpsi
v bioavaliabilitas 75 %
v Menurunkan tekanan darah tanpa mempengaruhi frekuensi denyut jantung.
v Pemberian jangka panjang tidak mempengaruhi lipid dan glukosa darah.
v Menurunkan resiko terjadinya nefropati diabetik karena memiliki efek nefroprotektif
Bab IV
Kesimpulan
P-drug untuk pasien hipertensi disertai diabetes melitus adalah golongan ACE inhibitor yaitu kaptopril.
Kaptopril.
- Bentuk sediaan : tablet
- Cara pemberian : per oral
- Saat pemberian : 2 jam sebelum makan.
· Lama pemberian : sampai penyebab hipertensi tersebut dapat atau telah diatasi.
- Dosis pemeliharaan : 5-20 mg per hari
- Efek samping : Batuk kering, gangguan pengecap (disgeusia), ruam makulopapular dengan atau tanpa gatal, udem angioneuritik, proteinuria, neutropenia, gangguan saluran pernapasan atas
Daftar Pustaka
- Brunton, L et al. 2006. Goodman & Gilman’s Manual of Pharmacology and Therapeutics (Eleventh Edition). United States: The McGraw Hill Companies, Inc.
- Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Farmakologi dan Terapi (Edisi 5). Jakarta: Gaya Baru.
- Katzung, B.G. 2007. Basic and Clinical Pharmacology (Tenth Edition). United States: The McGraw Hill Companies, Inc.
- ISO Indonesia volume 44.2009.