Angkringan dan Sejarahnya
Nama angkringan itu sendiri diambil dari bahasa jawa yaitu ngankring yang artinya duduk dengan posisi salah satu kaki lebih tinggi dari kaki yang lainnya. Di dalam budaya jawa itu sendiri, cara duduk seperti ini biasanya tidak diperbolehkan karena dianggap tidak etis apalagi bila dilakukan pada saat makan selain nama angkringan, ada juga beberapa orang yang menyebut angkringan dengan nama warung kucing atau kucingan. Kata kucingan konon muncul dikarenakan nasi yang dijual sebagai bagian dari salah satu produk yang dijual di sana mirip dengan cara kebanyakan orang memberikan makan kepada kucing. Porsi nasinya kira-kira hanya 3 kali suapan dengan pasangan lauk berupa sambel dan ikan teri seperti makanan untuk kucing.
Adapun produk-produk yang dijual di angkringan ini kalau dilihat sebenarnya bukanlah makanan yang cepat saji karena meskipun konsumen dapat langsung mengkonsumsi makanan atau minuman yang telah tersaji di sana semenjak warung ini dibuka, akan tetapi makanan atau minuman tersebut tetap membutuhkan proses yang memakan waktu sebelum dijual. Sebut saja nasi lengkap dengan sambalnya, aneka gorengan seperti tempe, tahu, bakwan, pisang, dan lain-lainnya, berbagai cemilan seperti kacang, krupuk, marning jagung, serta tak ketinggalan adanya sate hati ayam dan sate usus serta baceman kepala ayam dan tahu. Khusus mengenai minuman, yang menjadi kekhasan tersendiri ialah minuman atau disebut wedang jahe. Selain tentunya minuman yang lain seperti es teh, es jeruk , es jahe susu, kopi panas maupun air putih. Hidangan yang disajikan tidak sama kompletnya antara angkringan satu dengan angkringan yang lainnya. Namun yang jelas angkringan mudah dikenali karena tetap dengan ciri khasnya yaitu gerobak kayu, minum-minuman dengan harga yang relatif murah, dan tiga buah ceret di sebelah tempat makanan, serta bungkusan nasi kecil dengan harga Rp 600 yang membuat kekhasan bagi pedagang angkringan.
2. Aktivitas Pedagang Angkringan Dan Pembeli (Mahasiswa)
Dalam melakukan aktivitas kesehariannya, para pedagang tidak lupa melengkapi beberapa fasilitas untuk memberikan kesan santai dan nyaman bagi para pembelinya yakni berupa tratak atau tenda, dingklik (kursi panjang tanpa sandaran), tikar untuk lesehan dan lampu remang-remang. Kondisi demikian inilah yang memberikan kekhas-an bahwa angkringan berbeda dengan warung makan yang biasa dikenal orang. Yakni kekhas-an bahwa di angkringan pembeli dan pengunjung leluasa untuk nongkrong (duduk-duduk) sambil ngobrol membicarakan berbagai hal mulai dari masalah politik (negara), ekonomi, pendidikan, sosial budaya, sampai humor. Di angkringan ini pula sering menjadi salah satu sumber informasi terbaru dan juga menjadi tempat berkumpulnya berbagai komunitas orang mulai dari pelajar, tukang becak, pekerja kantoran, wartawan dan lain sebagainnya.