Komunikasi Politik
Dalam melakukan komunikasi terdapat unsur - unsur sebagai berikut : Sumber (komunikator)
1. Pesan (message)
2. Sasaran, Penerima, khalayak (komunikan)
3. Alat penyalur (Media)
4. Umpan balik, akibat (Efek)
Masing-masing komponen diatas saling mempengaruhi terhadap kelancaran proses komunikasi.
Ahli komunikasi menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Schramm, Wilbur dalam Cangara (2004 : 2) menyebutnya bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, mengembangkan komunikasi. sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi
Selain itu komunikasi dapat juga diartikan sebagai proses menghubungi atau mengadakan perhubungan dengan menggunakan bahasa, gerak-gerik, badan, system isyarat, kode dan lain-lain. Definisi yang menekankan persamaan arti, ditemukan antara lain dari rumusan Gode (1969:5) yaitu “komunikasi adalah suatu proses yang membuat adanya kebersamaan bagi dua atau lebih orang yang semula dimonopoli oleh satu atau beberapa orang”. Perumusan ini dimaksud bahwa komunikasi yang baik atau efektif, adalah komunikasi yang mampu menciptakan kebersamaan arti bagi orang-orang yang terlibat. Tanpa persamaan arti, sukar dipikirkan adanya komunikasi.
Shannon dan Weaver (1949:8) menyatakan bahwa komunikasi menyangkut semua prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi orang lain, sedangkan Shachter menulis : “komunikasi merupakan mekanisme untuk melaksanakan kekuasaan. Penggunaan informasi secara bersama atau penggunaan bersama yang dikemukakan oleh Lawrence Kincaid dan Wilbur Schramm (1977:6) menulis bahwa komunikasi adalah proses saling membagi atau menggunakan informasi secara bersama dan bertalian antara para peserta dalam proses informasi.
Proses komunikasi merupakan bagian integral dari proses perkembangan kepribadian manusia secara individual. Proses komunikasi adalah juga bagian yang utuh dan menyatu dengan proses perkembangan masyarakatnya. Proses komunikasi berkembang dalam tahapan-tahapan sebagaimana terjadi dalam laju perkembangan masyarakatnya. Dalam proses komunikasi terdapat lima unsur dimana kaitan antara satu unsur dengan unsur lainnya
1. Sumber, adalah yang mengeluarkan lambang atau sumber sering juga disebut pengirim.
2. Pesan, adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima atau lambang-lambang yang dioperkan.
3. Media, adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima.
4. Penerima, adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber.
5. Efek, adalah pengaruh atau perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah
menerima pesan.
6 Umpan balik, adalah pengaruh yang berasal dari penerima.
Peristiwa komunikasi dipandang sebagai suatu kejadian dari dua proses yang dapat dibedakan, yaitu : proses komunikasi yang dimulai dari pengirim dan proses informasi yang dimulai dari penerima. Dengan proses informasi dimaksudkan adalah setiap situasi dimana orang atau penerima mendapat informasi.
Ciri pokok proses komunikasi adalah adanya maksud untuk memberitahukan tersebut dan oleh sebab itu proses ini menciptakan pesan untuk dapat mengirim pemberitahuan dimaksud yang dari pihak penerima dipandang sebagai (salah satu) sumber informasi (pesan) dan adanya sesuatu yang datang pada pengetahuan (pemberian tahu).
1. Sumber Informasi
Berbagai konsep dasar yang berkaitan dengan informasi untuk dikaji dalam bahasan ini meliputi : (a) pengertian informasi; (b) kriteria informasi; (c) kebutuhan informasi; (d) sumber informasi. Untuk memahami konsep dasar tersebut, berikut ini akan diuraikan kajian masing-masing konsep dasar di atas sebagai berikut :
a. Pengertian Informasi
Istilah informasi berasal dari kata benda latin purba information yang dalam kamus komunikasi (Effendy, 1989:177) berarti keterangan, penerangan:
1) suatu pesan yang disampaikan kepada seseorang atau sejumlah orang yang baginya merupakan hal yang baru diketahuinya.
2) Data yang telah diolah untuk disampaikan kepada yang memerlukan atau untuk mengambil keputusan mengenai suatu hal.
3) Kegiatan menyebarluaskan pesan disertai penjelasan, baik secara langsung maupun melalui media komunikasi, kepada khalayak yang baginya merupakan hal atau peristiwa yang baru.
Arti informasi menurut Davis dalam Littlejohn (1995:195) bahwa informasi adalah pesan yang telah diproses sehingga menjadi suatu bentuk yang mempunyai arti bagi penerimanya atau bermanfaat terhadap perbuatan keputusan baik sekarang ini maupun yang akan datang. Riley dalam McQuail (1989:282) merumuskan bahwa informasi merupakan hasil dari pembentukan, pengorganisasian, atau pengubahan data sehingga dengan cara demikian dapat meningkatkan pengetahuan bagi penerimanya. Sedangkan Fisher (1986:6) mengelompokkan berbagai pandangan mengenai konsep informasi ke dalam tiga buah variasi, Pertama, penggunaan istilah informasi untuk menunjukkan fakta atau data yang dapat diperoleh selama tindakan komunikasi berlangsung, Kedua, Penggunaan istilah informasi untuk menunjukkan makna data, jadi informasi adalah arti, maksud atau makna yang dikandung data, Ketiga, Istilah informasi menurut teori informasi yang menganggap informasi adalah sejumlah ketidak pastian yang dapat diukur dengan cara mereduksikan sejumlah alternatif pilihan yang tersedia.
Bertolak dari batasan-batasan tersebut di atas, informasi itu pada dasarnya diproduksi oleh adanya data. Data merupakan bahan dasar atau bahan mentah untuk diproses sehingga hasilnya berubah menjadi informasi, dan pada gilirannya informasi tersebut disebarluaskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Davis dalam LittleJohn (1999:167) menyatakan bahwa hubungan antara data dengan informasi adalah seperti bahan baku atau bahan mentah sampai pada barang jadi, dengan kata lain pengelolaan system informasi yaitu mengolah data menjadi informasi.
b. Kriteria Informasi
Pada dasarnya informasi sedikitnya terdiri atas dua hal, yaitu sesuatu yang datang pada pengetahuan dan sesuatu yang diketahui, Pemahaman tentang kriteria disamakan dengan persyaratan informasi. Untuk mendapatkan informasi yang memiliki nilai ataupun berkualitas tinggi, tentu saja diperlukan kriteria ataupun syarat-syarat informasi. Hal ini dimaksudkan bahwa apabila informasi benar-benar berkualitas tinggi maka tingkat keefektifan pembuatan keputusan akan terwujud sesuai yang diharapkan.
Kriteria atau syarat-syarat informasi yang baik menurut beberapa ahli adalah: (1) Ketersediaan, artinya bahwa tersedianya informasi merupakan syarat yang cukup mendasar sehingga dapat diperoleh untuk dimanfaatkan, (2) Mudah dipahami, artinya informasi tidak boleh berbelit-belit tetapi hendaknya mudah dipahami oleh setiap pembuat keputusan,(3) Relevan, artinya informasi yang diperlukan hendaknya sesuai atau cocok dengan kebutuhan pengembangan organisasi, (4) Bermanfaat, artinya informasi harus benar-benar mempunyai kegunaan bagi organisasi, (5) Tepat waktu, artinya informasi hendaknya tersedia tepat pada waktunya sesuai dengan kebutuhan, (6) Keandalan, artinya sumber informasi harus benar-benar dapat dipercaya keberadaannya sehingga terjamin kebenarannya, (7) Akurat, artinya informasi hendaknya bersih atau bebas dari berbagai kesalahan atau kekeliruan komputasi dan transkripsi, sehingga jelas maknanya bagi kepentingan organisasi, (8) Konsisten, artinya informasi tidak boleh mengundang kontradiksi di dalam penyajiannya, (9) Kejelasan, artinya informasi harus bebas dari keragu-raguan dan harus jelas keberadaannya, (10) Menyeluruh, artinya informasi harus lengkap dan utuh untuk kepentingan kegiatan tertentu, (11) Selektif, artinya informasi harus benar-benar teruji keunggulannya, (12) Fleksibel, artinya informasi hendaknya memiliki daya adaptasi terhadap kebutuhan yang berbeda, dan (13) Orisinil, artinya informasi harus asli dan tidak mengada-ada (Parker dalam Rivers, 2003:302).
c. Sumber Informasi
Terdapat banyak dan berbagai jenis informasi, sebanyak dan seaneka kebutuhan manusia, dan banyak cara dalam mana informasi bisa tersebar. Orang-orang dapat memperoleh informasi tentang sesuatu di luar dirinya dari banyak sumber informasi. Sumber-sumber ini pada dasarnya dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama, yaitu Dari isyarat (alamiah dan atau buatan) dalam situasi saksi diri (melalui pengamatan langsung). Dan dari pesan dalam situasi komunikasi (melalui orang lain).
Isyarat menyangkut seluruh kegiatan yang bersifat praktis. Informasi yang ditangkap oleh penginderaan dan mendapat perhatian kita, seterusnya diproses oleh persepsi menjadi pengetahuan, kemudian disimpan dan dipanggil kembali oleh memori untuk digunakan oleh berfikir dalam merespon dan dalam memenuhi kebutuhan kita.
Belajar berdasarkan sumber, memanfaatkan segala sumber informasi sebagai sumber bagi pelajaran yang dapat dimanfaatkan untuk belajar. Sumber-sumber itu berupa dari masyarakat dan lingkungan berupa manusia, museum, organisasi, bahan cetakan, perpustakaan, alat audio-visual, dan sebagainya.
Informasi dapat diperoleh melalui pengamatan langsung atau dalam situasi saksi-diri, sangat terbatas, baik dalam jumlah, jenis, maupun dalam jarak-temunya. Hal ini banyak tergantung pada mobilitas fisik individu. Kelebihannya adalah bahwa individu dapat mengamati langsung realitas (objek, peristiwa, situasi) bersangkutan, sehingga mutu informasi yang diperoleh seluruhnya tergantung pada kemampuan kognisi individu sendiri.
Dengan adanya orang lain, maka peluang untuk memperoleh informasi lebih banyak, lebih beraneke ragam, dan dari realitas di luar batas jangkauan pengamatan fisik individu menjadi terbuka. Sumber informasi yang dimaksud tadi bisa dari keluarga, dari famili, sahabat karib, teman, kenalan, dan sebagainya.
Kemudian munculnya media massa di tengah-tengah masyarakat, maka kesempatan untuk mendapatkan informasi lebih banyak lagi, di samping itu keaneka ragaman jenis informasi yang disajikan oleh media massa dalam waktu yang relatif bersamaan. Juga dari media massa orang dapat memperoleh lebih banyak informasi tentang berbagai realitas yang berada jauh di luar lingkungan dekat mereka tanpa perlu meninggalkan daerah kediamannya sendiri, melalui media (surat kabar, radio, televisi, dan internet) manusia seolah-olah mampu menginjakkan kaki pada seribu tempat dalam saat hampir serentak dan mampu mengumpulkan seluruh informasi yang diinginkan.
Sebagai ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam berkomunikasi, juga dapat digambarkan dalam berbagai macam model. Model komunikasi dibuat untuk membantu dalam memberi pengertian tentang komunikasi, dan juga untuk menspesifikasi bentuk-bentuk komunikasi yang ada dalam hubungan antar manusia.
Sebagai ilmu multidimensi, ilmu komunikasi lebih banyak dipadukan dengan disiplin ilmu yang turut membantu perkembangannya, misalnya Ilmu Ekonomi.
2. Teori Komunikasi
Teori dapat menuntun kita dalam mengambil keputusan-keputusan dan mengambil tindakan-tindakan, dan teori-teori berubah dari waktu ke waktu saat kita melihat hal-hal baru dan memerlukan pandangan-pandangan baru (Littlejohn, 1996: 1) Sebenarnya banyak teori komunikasi massa yang telah ditemukan oleh para ahli komunikasi, namun berkaitan dengan penelitian ini akan dikemukakan beberapa teori yang dapat mendukung saja
a. Teori-teori tentang isyarat dan bahasa (Theories of signs and language)
Isyarat adalah basis dari seluruh komunikasi. Suatu isyarat menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna ialah hubungan antara suatu objek atau ide dan suatu isyarat. Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang sungguh luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana dan bentuk-bentu nonverval, teori-teori yang menjelaskan bagaimana isyarat berhubungan dengan artinya dan bagaimnana isyarat disusun (Littlejohn,1996: 64)
Lebih lanjut, Littlejohn, menjelaskan, salah satu sistem isyarat yang paling penting bagi manusia adalah bahasa. Dalam bahasa, isyarat terdiri dari pengelompokan sesuatu yang memiliki makna. Suara-suara dikombinasikan ke dalam frasa-frasa, klausa-klausa, dan kalimat-kalimat, yang menunjukkan objek.
b. Teori-teori Pembuatan Pesan (Theories of message production)
Komunikasi adalah proses yang berpusat pada pesan bersandar pada informasi, dan banyak teori komunikasi telah dikembangkan untuk menyampaikan informasi pemrosesan pesan. Teori ini melihat pembuatan dan penerimaan pesan sebagai persoalan psikologis, memfokuskan pada sifat-sifat, keadaan-keadaan, dan proses-proses individual.
Teori pembuatan dan penerimaan pesan menggunakan tiga tipe penjelasan psikologis: penjelasan sifat, penjelasan keadaan, dan penjelasan proses. Penjelasan sifat berfokus pada karakteritisk individual yang relatif statis dan cara karakteristik ini berasosiasi dengan sifat-sifat dan variabel lain, hubungan antara tipe personalitas tertentu dan jenis-jenis pesan tertentu (Littlejohn, 1996:105).
Penjelasan keadaan berfokus pada keadaan pikiran yang dialami orang dalam suatu periode waktu. Sedangkan penjelasan proses berupaya menangkap mekanisme pikiran manusia. Ia berfokus pada cara informasi diperoleh dan disusun, bagaimana memori digunakan, bagaimana orang memutuskan untuk bertindak, dan tempat bagi persoalan lain yang sama.
c. Teori-teori penerimaan dan pemrosesan pesan
Teori ini memfokuskan pada bagaimana pesan-pesan itu diterima; bagaimana manusia memahami, mengorganisasikan, dan menggunakan
informasi yang terkandung di dalam pesan.
Kebanyakan teori penerimaan dan pemrosesan pesan berada dalam tradisi kognisi, yaitu studi tentang pemikiran atau pemrosesan informasi. Menurut Dean Hewes dalam Littlejohn (1996:129), kognisi menuntut dua elemen sentral, yaitu struktur-struktur pengetahuan dan proses-proses kognitif.
Struktur-struktur pengetahuan terdiri dari organisasi informasi di dalam sistem kognitif seseorang, body of knowledge yang telah dikumpulkan oleh seseorang. Bahkan pesan yang paling sederhanapun membutuhkan banyak sekali informasi untuk bisa dipahami. Di dalam sistem kognitif, potongan-potongan informasi saling dihubungkan satu sama lain ke dalam sebuah pola yang teratur.
Proses-proses kognitif adalah mekanisme-mekanisme melalui mana informasi diolah di dalam pikiran. Hewes dan Planalp dalam Littlejohn (1996:130), menggarisbawahi tujuh proses utama yang saling berinterelasi, pertama adalah pemfokusan, yaitu sebuah proses menghadapi detil-detil tertentu dari informasi. Proses kedua adalah integrasi, atau pembuatan hubungan antara potongan-potongan informasi. Ini adalah proses penggabungan apa yang dilihat dan didengar ke dalam organisasi pengetahuan yang menyeluruh. Ketiga penarikan kesimpulan, sebuah proses “pengisisan”, ketika seseorang membuat asumsi-asumsi tentang hal-hal yang tidak teramati berdasarkan hal-hal yang teramati.
Proses yang keempat dan kelima melibatkan ingatan, penyimpanan dan pengungkapan. Struktur pengetahuan harus disimpan untuk digunakan di lain waktu, dan ia harus diingat secara tepat. Penyimpanan dan pengungkapan sangat penting bagi proses-proses kognitif lainnya. Proses keenam dan ketujuh adalah seleksi dan implementasi, juga berjalan bersamaan. Seleksi adalah pemilihan perilaku dan reportoire (simpanan) seseorang dan implementasi adalah bertindak sesuai dengan perilaku yang sudah dipilih dengan melakukannya.
d. Teori-teori Pengalaman dan interpretasi (Theories experience and interpretation)
Bidang komunikasi menggali ragam pengalaman manusia, dan teori ini menginformasikan tentang sifat dasar dari pengalaman sadar dan peran komunikasi di dalamnya. asumsi sentral teori ini adalah bahwa orang secara aktif menginterpretasikan pengalaman mereka dengan memberikan pengertian pada apa yang mereka lihat.
Secara spesifik, kita akan menelusuri dua tradisi, fenomenologi dan hermeneutic. Fenomenologi adalah studi tentang pengetahuan yang berasal dari kesadaran, atau cara orang menjadi paham akan obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa dengan mengalaminya secara sadar. Studi ini melihat obyek-obyek dan kejadian-kejadian dari sudut pandang si perceiver, individu yang mengalami hal-hal tersebut. Sebuah fenomena adalah tampilan suatu obyek, kejadian,atau kondisi di dalam persepsi. Dengan demikian, realita dalam fenomenologi adalah cara bagaimana hal-hal tampak dalam persepsi sadar dari individu tersebut (Littlejohn, 1996: 203).
Hermeneutic adalah studi tentang pemahaman, terutama pemahaman akan penafsiaran tindakan dan teks. Ada beberapa cabang hermeneutic, termasuk interpretasi kitab Al Kitab (exegesis), interpretasi teks harfiah (filologi), dan interpretasi tindakan-tindakan personal dan sosial (hermeneutic social) (Littlejohn, 1996:208)
3. Komunikasi Politik
Politik berasal dari kata “polis” yang berarti negara, kota, yaitu secara totalitas merupakan kesatuan antara negara (kota) dan masyarakatnya. Kata “polis” ini berkembang menjadi “politicos” yang artinya kewarganegaraan. Dari kata “politicos” menjadi ”politera” yang berarti hak-hak kewarganegaraan (Sumarno, 1989:8).
Secara definitif, ada beberapa pendapat sarjana politik, diantaranya Nimmo (2000:8) mengartikan politik sebagai kegiatan orang secara kolektif yang mengatur perbuatan mereka di dalam kondisi konflik sosial. Dalam berbagai hal orang berbeda satu sama lain – jasmani, bakat, emosi, kebutuhan, cita-cita, inisiatif , perilaku, dan sebagainya. Lebih lanjut Nimmo menjelaskan, kadang-kadang perbedaan ini merangsang argumen, perselisihan, dan percekcokan. Jika mereka menganggap perselisihan itu serius, perhatian mereka dengan memperkenalkan masalah yang bertentangan itu, dan selesaikan; inilah kegiatan politik.
“Political as a process those developmental processes through which person acquire political orientation and patterns of behavior”
Dalam definisi ini David Easton menitikberatkan bahwa politik itu sebagai suatu proses di mana dalam perkembangan proses tersebut seseorang menerima orientasi politik tertentu dan pola tingkah laku.
Apabila definisi komunikasi dan definisi politik itu kita kaitkan dengan komunikasi politik, maka akan terdapat suatu rumusan sebagai berikut: Komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini, dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik (Astrid, S. Soesanto, 1980:2).
Mengenai komunikasi politik ini (political communication) Kantaprawira (1983:25) memfokuskan pada kegunaanya, yaitu untuk menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat, baik pikiran intra golongan, institusi, asosiasi, ataupun sektor kehidupan politik masyarakat dengan sektor kehidupan politik pemerintah.
Dengan demikian segala pola pemikiran, ide atau upaya untuk mencapai pengaruh, hanya dengan komunikasi dapat tercapainya segala sesuatu yang diharapkan, karena pada hakikatnya segala pikiran atau ide dan kebijakan (policy) harus ada yang menyampaikan dan ada yang menerimanya, proses tersebut adalah proses komunikasi.
Dilihat dari tujuan politik “an sich”, maka hakikat komunikasi politik adalah upaya kelompok manusia yang mempunyai orientasi pemikiran politik atau ideology tertentu dalam rangka menguasai dan atau memperoleh kekuasaan, dengan kekuatan mana tujuan pemikiran politik dan ideology tersebut dapat diwujudkan.
Lasswell (dalam Varma, 1995:258) memandang orientasi komunikasi politik telah menjadikan dua hal sangat jelas: pertama, bahwa komunikasi politik selalu berorientasi pada nilai atau berusaha mencapai tujuan; nilai-nilai dan tujuan itu sendiri dibentuk di dalam dan oleh proses perilaku yang sesungguhnya merupakan suatu bagian; dan kedua, bahwa komunikai politik bertujuan menjangkau masa depan dan bersifat mengantisipasi serta berhubungan dengan masa lampau dan senantiasa memperhatikan kejadian masa lalu.
Dalam hal ini, R.S. Sigel (dalam Sumarno, 1989:10) memberikan pandangan sebagai berikut:
“Political socialization refers to the learning process, by which the political norms and behavior acceptable to an ongoing political system are transmitted from generation to generation.”
Dari batasan Sigel ini menunjukkan bahwa sosialisasi politik bukan hanya menitikberatkan pada penerimaan norma-norma politik dan tingkah laku pada sistem politik yang sedang berlangsung, tapi juga bagaimana merwariskan atau mengalihkan nilai-nilai dari suatu generasi kenegaraan berikutnya.
a. Komunikator politik
Menurut Nimmo, salah satu ciri komunikasi ialah bahwa orang jarang dapat menghindari dan keturutsertaan. Hanya dihadiri dan diperhitungkan oleh seorang lain pun memiliki nilai pesan. Dalam arti yang paling umum kita semua adalah komunikator, begitu pula siapa pun yang dalam setting politik adalah komunikator politik (2000:28). Meskipun mengakui bahwa setiap orang boleh berkomunikasi tentang politik, kita mengakui bahwa relatif sedikit yang berbuat demikian, setidak-tidaknya yang melakukannya serta tetap dan sinambung. Mereka yang relatif sedikit ini tidak hanya bertukar pesan politik; mereka adalah pemimpin dalam proses opini. Para komunikator politik ini, dibandingkan dengan warga negara pada umumnya, ditanggapi dengan lebih bersungguh-sungguh bila mereka berbicara dan berbuat.
Sebagai pendukung pengertian yang lebih besar terhadap peran komunikator politik dalam proses opini, Leonard W. Dood dalam Nimmo (2000:30) menyarankan jenis-jenis hal yang patut diketahui mengenai mereka: ”Komunikator dapat dianalisis sebagai dirinya sendiri. Sikapnya terhadap khalayak potensialnya, martabat yang diberikannya kepada mereka sebagai manusia, dapat mempengaruhi komunikasi yang dihasilkannya; jadi jika ia mengira mereka itu bodoh, ia akan menyesuaikan nada pesannya dengan tingkat yang sama rendahnya. Ia sendiri memiki kemampuan-kemampuan tertentu yang dapat dikonseptualkan sesuai dengan kemampuan akalnya, pengalamannya sebagai komunikator dengan khalayak yang serupa atau yang tak serupa, dan peran yang dimainkan di dalam kepribadiannya oleh motif untuk berkomukasi.
Berdasar pada anjuran Doob, jelas bahwa komukator atau para komunikator harus diidentifikasi dan kedudukan mereka di dalam masyarakat harus ditetapkan. Untuk keperluan ini Nimmo (2000:30) mengidentifikasi tiga kategori politikus, yaitu yang bertindak sebagai komunikator pilitik, komunikator profesional dalam politik, dan aktivis atau komunikator paruh waktu (part time)
b. Politikus sebagai komunikator Politik
Kelompok pertama ini adalah orang yang bercita-cita untuk memegang jabatan pemerintah dan memegang pemerintah yang harus berkomunikasi tentang politik dan disebut dengan politikus, tak peduli apakah mereka dipilih, ditunjuk, atau jabatan karier, baik jabatan eksekutif, legislatif, atau yudikatif. Pekerjaan mereka adalah aspek aspek utama dalam kegiatan ini. Meskipun politikus melayani beraneka tujuan dengan berkomunkasi, ada dua hal yang menonjol. Daniel katz (dalam Nimmo,2000:30) menunjukkan bahwa pemimpin politik mengarahkan pengaruhnya ke dua arah, yaitu mempengaruhi alokasi ganjaran dan mengubah struktur sosial yang ada atau mencegah perubahan demikian.
Dalam kewenangannya yang pertama politikus itu berkomunikasi sebagai wakil suatu kelompok; pesan-pesan politikus itu mengajukan dan melindungi tujuan kepentingan politik, artinya komunikator politik mewakili kepentingan kelompoknya. Sebaliknya, politikus yang bertindak sebagai ideologi tidak begitu terpusat perhatiannya kepada mendesakkan tuntutan kelompoknya, ia lebih menyibukkan diri untuk menetapkan tujuan kebijakan yang lebih luas, mengusahakan reformasi dan bahkan mendukung perubahan revolusioner.
Termasuk dalam kelompok ini, politikus yang tidak memegang jabatan dalam pemerintah, mereka juga komunikator politik mengenai masalah yang lingkupnya nasional dan internasional, masalah yang jangkauannya berganda dan sempit.
Jadi banyak jenis politikus yang bertindak sebagai komunikator politik, namun untuk mudahnya kita klasifikasikan mereka sebagai politikus (1) berada di dalam atau di luar jabatan pemerintah, (2) berpandangan nasional atau sub nasional, dan (3) berurusan dengan masalah berganda atau masalah tunggal.
c. Profesional sebagai komunikator politik
Komunikator profesional adalah peranan sosial yang relatif baru, suatu hasil sampingan dari revolusi komunikasi yang sedikitnya mempunyai dua dimensi utama: munculnya media massa yang melintasi batas-batas rasial, etnis, pekerjaan, wilayah, dan kelas untuk meningkatkan kesadaran identitas nasional; dan perkembangan serta-merta media khusus yang menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen informasi dan hiburan (Nimmo, 2002:33).
Seorang komunikator profesional, menurut James Carey (dalam Nimmo, 2000:33) adalah seorang makelar simbol, orang yang menerjemahkan sikap, pengetahuan, dan minat suatu komunitas bahasa ke dalam istilah-istilah komunitas bahasa yang lain dan berbeda tetapi menarik dan dapat dimengerti. Komunikator profesional menghubungkan golongan elit dalam organisasi atau kominitas mana pun dengan khalayak umum; secara horizontal ia menghubungkan dua komunitas bahasa yang dibedakan pada tingkat struktur sosial yang sama.
Bagaimanapun, karena menjadi komunikator profesional, bukan politikus, profesional yang berkomunikasi menempatkan dirinya terpisah dari tipe-tipe komunikator politik yang lain, terutama aktivis politik.