Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

1. Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi (Competency-Based Curriculum) adalah kurikum pendidikan yang menjadikan kompetensi sebagai acuan pencapaian tujuan pendidikan (Competency-Based Curriculum). (Nurhadi, Burhan Yasin, Agus Gerrad Senduk, 2004 : 111).
Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulan bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dalam pencapaian tujuan pendidikan menggunakan strategi pembelajaran agar peserta didik bisa terhadap pelajaran yang telah dipelajari bukan hanya sekedar tahu.

2. Pengertian Kompetensi didalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
Menurut MC Ashan (1981 : 45) yang dikutip oleh Mulyasa “Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognetif efektif dan psykomotorik dengan sebaik baiknya”. (Mulyasa, 2002 : 38).
Menurut Finch dan Crumkilton (1979 : 222) yang dikutip oleh Mulyasa : “mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan”. (Mulyasa, 2002 : 38).
Dengan beberapa pengertian tersebut diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kompetensi mencakup tugas, ketrampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.

3. Karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi Dep.Dik.Nas (2002) mengemukakan bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki karakteristik sebagai berikut :
“ 1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
2. Berorientasi pada hasil belajar (Learning Outcomes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi”. (Mulyasa, 2002 : 42).

Berpijak dari karakteristik tersebut dapat dijabarkan bahwa :
Ad.1. Dalam mencapai kompetensi siswa, guru bukan hanya menentukan materi saja, namun harus bisa mencapai tercapainya kompetensi. Dan diakhiri semester tak ada lagi guru mengeluh : “saya belum menuntaskan materi”. Karena pada setiap proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu sudah diberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan terhadap peserta didik, bagaimana melakukannya, dan sumber belajar apa yang harus digunakan.
Ad.2. Dari hasil belajar memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar yang berbeda yakni sesuai dengan kemampuannya dalam menyerap materi pelajaran, yaitu dalam upayanya belajar mengetahui (learning how to know), belajar melakukan (learning how to do), belajar menjadi diri sendiri (learning how to be) dan belajar hidup dalam beragaman (learning how to live together). Sehingga dengan kemampuan yang berbeda maka dimungkinkan memperoleh kemajuan-kemajuan berbeda pula.
Ad.3. Dalam pembelajaran Kurikulum Berbais Kompetensi harus menggunakan pendekatan atau metode yang bervariasi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai diantaranya :
- Apersepsi : Guru memberi motivasi siswa dengan tanya jawab agar mereka benar-benar siap menerima proses pembelajaran yang berlangsung.
- Ekplorasi : Guru mengajukan beberapa soal atau masalah yang merupakan upaya agar siswa mencari jawaban/informasi dari berbagai sumber (buku-buku, koran, majalah, lingkungan, nara sumber, percobaan dan instansi terkait). Pendekatan semacam ini bisa secara individual atau kelompok.
- Diskusi dan penjelasan konsep : Guru mengajak siswa untuk membahas masalah-masalah yang didiskusikan oleh siswa dengan memberi bimbingan dan penjelasan untuk memecahkan masalah, mencoba mencari ide pemecahannya, dan menyelesaikannya, kemudian memeriksa kembali atau meluruskan konsep siswa yang belum benar.
Dengan pendekatan atau metode sebagaimana diatas maka kemungkinan besar apa yang diharapkan akan berhasil, karena kegiatan proses tidak monoton dan menjemukan.
Ad.4. Guru bukanlah satu-satunya sumber ilmu pengetahuan, yakni siswa dapat belajar dari apa saja (berbagai macam buku pendidikan yang berkaitan pelajaran tertentu), juga dengan mendayagunakan beraneka ragam sumber belajar.
Dengan demikian tidak ada anggapan bahwa kegiatan pembelajaran adalah ceramah dari guru. Dan peserta didik bisa belajar dengan baik tanpa didampingi oleh guru, dengan harapan siswa mampu dan mau menelusuri aneka ragam sumber belajar yang diperlukan.
Secara garis besar sumber belajar yang ada dan mungkin dikembangkan dalam pembelajaran diantaranya adalah :
a. Manusia yaitu orang yang secara langsung menyampaikan pesan, seperti guru, konselor, administrator yang dipersiapan untuk kepentingan belajar.
b. Bahan, yaitu sesuatu yang mengandung pesan pembelajaran, seperti : film pendidikan, buku paket, peta, grafik dan sebagainya.
c. Lingkungan, yaitu ruang dan tempat dimana sumber-sumber dapat berinteraksi dengan para peserta didik. Misalnya : Ruang kelas, perpustakaan, laboratorium, kebun binatang, candi, kebun raya, museum dan sebagainya.
d. Alat dan peralatan, yaitu sumber belajar untuk produksi dan memainkan sumber-sumber lain. Alat dan peralatan untuk produksi misalnya : Kamera untuk produksi foto dan tape recorder untu rekaman. Sedang alat dan peralatan untuk memainkan sumber lain mislnya : proyektor film, pesawat TV, radio dan sebagainya.
e. Aktivitas, yaitu sumber belajar yang biasanya merupakan kombinasi dalam suatu tehnik sumber lain untuk memudahkan balajar, misalnya : pengajaran berprograma sebagai kombinasi antara tehnik penyajian bahan dengan buku, simulasi, karyawisata dan sebagainya.
Pendayagunaan sumber belajar secara maksimal dimungkinkan orang yang belajar menggali berbagai jenis ilmu pengetahuan yang sesuai dengan bidangnya, sehingga pengetahuannya secara aktual dan mampu mengikuti ekselerasi tehnologi dan seni yang senantiasa berubah.
Ad.5. Evaluasi atau penilaian adalah suatu kegiatan atau proses penentuan nilai sesuatu, sehingga dapat diketahui mutu/hasilnya.
Dengan penilaian itu dapat dijadikan sebagai ukuran tertentu, pemberian angka suatu atribut/karakter terhadap orang lain atau obyek tertentu baik itu bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
Adapun prinsip dasar dalam evaluasi pendidikan adalah :
a.) Komprehensip, yaitu penilaian secara menyeluruh (secara berkelanjutan). Data nilai diambil dari berbagai sumber dan berbagai cara, bukan hanya dari hasil test saja, sejak dari proses pembelajaran, penampilan, kinerja dan hasil karya siswa.
b.) Contiunitas, yaitu penilaian yang berkesinambungan sebagai sistem pengujian dengan mengacu pada keberlangsungan proses, dari penentuan indikator, penyusunan kisi-kisi soal, penyusunan soal ujian, menilai dan menganalisa nilai hasil ujian. Dimana sistem penentuan tehnik ujian didasarkan pada kemampuan dasar. Dan hasil ujian harus dianalisa untuk menentukan tindakan perbaikan berupa Program Remidial (bagi siswa yang belum menguasai suatu kemampuan dasar dilakukan pengulangan proses pembelajaran, sedang siswa yang telah menguasai diberi tugas untuk pengayaan).
c.) Obyektivitas, yaitu bentuk penilaian yang berdasarkan pada materi yang ada.
Dalam penyusunannya berdasarkan pada keutuhan kompetensi yang mencakup ranah kognitif (melalui sejumlah tagihan), ranah psikomotorik (melalui menirukan, mempraktekkan), ranah efektif (melalui pengamatan, angket dan wawancara), dan asumsi pada pencapaian belajar siswa terhadap minat belajar siswa.

4. Komponen-komponen Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Didalam pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapannya.
“Ketujuh komponen utama itu adalah :
1. Komponen konstruktivisme (Constructivism)
2. Komponen menemukan (Inquiry)
3. Komponen bertanya (Questioning)
4. Komponen masyarkat belajar (Learning Community)
5. Komponen pemodelan (Modeling)
6. Komponen refleksi (Reflection)
7. Komponen penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)”.
(Nurhadi, Burhan Yasin, Agus Gerrad Senduk, 2004 : 31).
Adapun penerapannya komponen-komponen pembelajaran KBK ini dapat dijabarkan sebagai berikut.
Ad.1 Menurut Faham konstruktivisme manusai membangun atau menciptakan pengetahuan dengan cara memberi arti pada pengetahuan sesuai dengan pengalamannya. Oleh karena itu pengetahuan adalah merupakan konstruksi manusia dan secara konstan mengalami pengalaman-pengalaman baru (rekaan bukan stabil). Oleh karena itu, pemahaman yang diperoleh senantiasa bersifat tentatif dan tidak lengkap. Pemahaman akan semakin mendalam dan kuat jika diuji dengan pengalaman-pengalaman baru.
Didalam pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) konstruktivisme (constructivism) merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, pengetahuan bukan seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap diambil dan diingat. Tetapi pengetahuan itu merupakan konstruksi pengetahuan dan memberi makna melalui pengamalan nyata.
Dengan demikian pada pembelajaran ini siswa harus dibiasakan untuk memecahkan masalah, merumuskan sesuatu yang berguna untuk dirinya dan menemukan ide-ide.
Hal ini bisa disimpulkan bahwa dalam paham konstruktivisme berpandangan bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi yang komplek ke situasi lain, dan bila dikehendaki informasi tersebut menjadi milik mereka sendiri. Sehingga tugas guru adalah menfasilitasi proses pembelajaran dengan cara :
- Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.
- Memberi kesempatan para siswa untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri.
- Menyadarkan para siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
Menurut Jean Pinget yang dikutip oleh Nurhadi, Burhan Yasin dan Agus Gerrad Senduk, konsep belajar kontruktivisme ada 4 konsep, yaitu :
c. Skemata, yaitu belajar itu pada hakekatnya memperluas skemata (unsur kognitif) yang selalu berkembang dan berubah.
d. Asimilasi, yaitu belajar merupakan perluasan skemata melalui proses asimilasi, asimilasi merupakan proses kognitif jika terjadi secara kontinyu akan membentuk intelektual anak.
e. Akomodasi, yaitu belajar merupakan proses struktur kognetif yang berlangsung sesuai dengan pengalaman baru.
f. Keseimbangan, yaitu dengan belajar akan tumbuh suatu keseimbangan dengan pola-pola penalaran yang lebih mantap, namun pada keadaan yang tidak sama akan lebih berkembang dari pada semula. Keseimbangan tersebut akan terjadi pada setiap saat (setiap fase perkembangan manusia).
(Nurhadi, Burhan Yasin, Agus Gerrad Sunduk, 2004 : 36-38).
Ad.2. Menemukan (inquiry) merupakan suatu kegiatan dari siklus mengamati, bertanya, menganalisa dan merumuskan teori baik perorangan maupun kelompok.
Dalam kegiatannya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut :
1. Merumuskan masalah, yang bisa diterapkan dalam berbagai mata pelajaran.
2. Mengumpulkan data melalui observasi, dengan cara mencari sumber pengetahuan (membaca buku atau mengamati sesuatu) untuk mendapatkan informasi pendukung atau mengamati dan mengumpulkan data dari sumber/obyek yang diamati.
3. Menganalisa dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, tabel, laporan atau dengan karya lainnya.
4. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca atau audiens lainnya, dengan maksud untuk mendapatkan masukan, tanya jawab, ide baru, maupun refleksi lainnya.
Maka siklus inquiry dapat disimpulan :
- Observasi (Observation)
- Bertanya (Questioning)
- Mengajukan dugaan (Hypothesis)
- Pengumpulan data (Data Gathering)
- Penyimpulan (Conclusion)
Ad.3. Bertanya (Questioning) merupakan salah satu induk dalam strategi yang mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu dan memperoleh informasi sehingga melatih siswa untuk berfikir kritis.
Untuk mendorong para siswa secara aktif dapat menganalisa dan mengeksplorasi gagasan-gagasan, pertanyaan-pertanyaan spontan yang diajukan siswa dapat dijadikan rangsangan siswa untuk berfikir, berdiskusi dan berspekulasi.
Guru dapat menggunakan tehnik bertanya dengan cara meransang siswa agar mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
Dalam kaitan ini sebagaimana yang dikutip oleh sadker dan sadker sebagai berikut :
“Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :
1) Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis
2) Mengecek pemahaman siswa
3) Memecahkan persoalan yang dihadapi
4) Membangkitkan respon kepada siswa
5) Mengetahui sejauh mana keinginan siswa
6) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
7) Menfokuskan perhatian siswa pada sessuatu yang dikehandaki guru
8) Untuk membangkitkan labih banyak lagi pertanyaan dari siswa
9) Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.”
(Nurhadi, Burhan Yasin, Agus Gerrad Senduk, 2004 : 46).
Aktivitas bertanya juga akan terjadi ketika siswa berdiskusi bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan tersebut akan mendorong/ menumbuhkan dorongan untuk bertanya.
Ad.4. Belajar dalam kelompok tetap lebih baik hasilnya dari pada belajar sendiri, karena hasil pembelajaran dapat diperoleh dari kerjasama dengan orang lain.
Dalam kelompok belajar tercipta siswa yang pandai mengajari atau memberitahu pada siswa yang belum tahu. Hal seperti ini dalam KBK disebut masyarakat belajar (learning community), yang dalam komunikasi ini akan tercipta proses pembelajaran dua arah yaitu anggota kelompok terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling bertanya (memberi informasi yang diperlukan orang lain dan meminta informasi pada orang lain tentang apa-apa yang diperlukan).
Methode masyarakat belajar (learning community) dalam prakteknya pembelajaran akan terwujud :
- Bekerja dalam pasangan;
- Pembentukan kelompok kecil;
- Pembentukan kelompok besar;
- Mendatangkan ahli ke kelas (dokter, perawat, petani, tukang kayu dan sebagainya);
- Bekerja dengan kelas sederajat;
- Bekerja kelompok dengan kelas diatasnya;
- Bekerja dengan sekolah diatasnya; dan
- Bekerja dengan masyarakat.
Ad.5 Yang dimaksud dengan komponen pemodelan (modeling) dalam pembelajaran KBK adalah dalam pembelajaran ketrampilan atau pengetahun tertentu ada model yang dapat ditiru. Pemodel yang dimaksud sesuatu perbuatan maupun gagasan yang dipikirkan, didemonstrasikan atau bahkan mengucapkan suatu lafal siswa menirukan atau melaksanakan apa yang dicontohkan oleh guru.
Misalnya : - Guru memberi model terhadap para siswa tentang “bagaiman cara belajar” kemudian para siswa mengikuti model cara belajar tersebut.
- Guru Biologi mendemonstrasikan penggunaan thermo meter suhu badan siswa menirukannya.
- Guru PPKN mendatangkan seorang veteran kemerdekaan dikelas, lalu siswa disuruh tanya jawab dengan tokoh tersebut.
Namun dalam pembelajaran KBK guru atau tokoh bukan satu-satunya model, tapi siswa juga bisa dijadikan model, dengan cara siswa ditunjuk untuk memberikan contoh sesuatu tugas atau mendemonstrasikannya.
Dan dalam suatu contoh tersebut bukan harus ditiru secara persis, tetapi menjadi suatu upaya dalam acuan untuk pencapaian kompetensi siswa.
Ad.6. Refleksi juga merupakan pendekatan pembelajaran KBK
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir kebelakang tantang apa-apa yang telah dilakukan dimasa yang lalu. Refleksi terhadap ilmu pengetahuan dengan mengendap apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya, sehingga refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima.
Siswa memperoleh pengetahuan yang diperoleh dari proses pembelajaran dengan bantuan bimbingan guru. Setiap mendapat pengetahuan baru tersebut hasil refleksi tergantung pada masing-masing siswa dalam mengendap apa yang diperolehnya.
Oleh karena itu guru perlu melaksanakan refleksi pada setiap akhir program pengajaran. Yaitu setiap akhir pembelajaran guru menyisakan waktu agar siswa melakukan refleksi, diantaranya berupa :
- Pertanyaan langsung terhadap apa-apa yang telah diperolehnya pada saat itu.
- Mendiskusikan dengan teman tentang pelajaran yang baru saja dipelajari.
- Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada saat itu.
Dengan upaya yang ditempuh demikian ini akan mengarahkan siswa kepada pemahaman mereka tentang materi yang dipelajari.
Ad.7. Penerapan penilaian didalam KBK menggunakan sistem penilaian sebenarnya (Authentic Assessment). Adapun ciri-ciri penilaian yang sebenarnya itu adalah :
- Harus mengukur semua aspek pembelajaran (proses, kinerja dan produk).
- Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung.
- Menggunakan berbagai cara dan berbagai sumber.
- Tes sebagai salah satu alat pengumpul data penilaian.
- Tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus mencerminkan bagian-bagian kehidupan siswa secara nyata setiap hari, siswa dapat mencerminkan pengalaman atau kegiatan yang telah mereka lakukan.
- Penilaian menekankan pada kedalaman pengetahuan dan keahlian siswa, bukan keluasannya.
Sebagaimana ciri-ciri penilaian tersebut diatas, maka penilaian yang sebenarnya menilai apa yang seharusnya dinilai, yaitu menilai kemampuan siswa dengan berbagai cara bukan hanya hasil ulangan/tes tulis saja.
Yakni mengutamakan penilaian kualitas hasil kerja dalam menyelesaikan setiap tugas.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel