Pohon api-api
A.Pohon api-api (Avicennia marina)
Pohon api-api merupakan tumbuhan pionir pada lahan pantai yang terlindung, memiliki kemampuan menempati dan tumbuh pada habitat pasang-surut, bahkan ditempat asin sekalipun. Jenis ini merupakan salah satu jenis tumbuhan yang paling umum ditemukan di habitat pasang-surut. Akarnya sering dilaporkan membantu pengikatan sedimen dan mempercepat proses pembentukan tanah timbul. Jenis ini dapat juga bergerombol membentuk suatu kelompok pada habitat tertentu. Berbuah sepanjang tahun. Buah membuka pada saat telah matang, melalui lapisan dorsal. Buah juga dapat terbuka karena dimakan semut atau setelah terjadi penyerapan air (Khazali, 1999).
Deskripsi secara morfologis pada pohon api-api (Van steenis, 1978) pohon tinggi sampai 20 m. Daun berhadapan, bertangkai, ellips, jarang bulat telur terbalik dengan ujung tumpul dan pangkal bentuk baji, rata serupa belulang, sisi atas mengkilat sisi bawah hijau pucat suram terasa serupa garam. Bunga dengan kelopak hijau berbagi 5-6, tabung mahkota lebar bentuk silinder sisi dalam tak berambut; tepian membuka bertaju 4-5 dengan warna kuning oranye pucat. Benang sari 4 tangkai sari sangat pendek, kuning. Bakal buah berambut, beruang 4 tidak sempurna. Tangkai putik berambut, kepala putik bercelah dua, buah lebar, pipih hanya pada pada tanah berlumpur pada jangkauan pasang surut terutama dalam air tawar.
Pohon api-api memiliki akar nafas, merupakan akar percabangan yang tumbuh dengan jarak teratur secara vertikal dari akar horizontal yang terbenam di dalam tanah. Pohon ini memiliki upaya penanggulangan materi toksik diantaranya dengan melemahkan efek racun melalaui pengenceran (dilusi), yaitu dengan menyimpan banyak air untuk mengencerkan konsentrasi logam berat dalam jaringan tubuhnya sehingga mengurangi toksisitas logam tersebut. Pengenceran dan penyimpanan air di dalam jaringan biasanya terjadi pada daun dan diikuti dengan terjadinya penebalan daun (sukulensi). Ekskresi juga merupakan upaya yang mungkin terjadi, yaitu dengan menyimpan materi toksik logam berat di dalam jaringan yang sudah tua seperti daun yang sudah tua dan kulit batang yang sudah mengelupas, sehingga dapat mengurangi konsentrasi logam berat di dalam tubuhnya (Setyorini, 1999).
Pohon api-api merupakan tumbuhan pionir pada lahan pantai yang terlindung, memiliki kemampuan menempati dan tumbuh pada habitat pasang-surut, bahkan ditempat asin sekalipun. Jenis ini merupakan salah satu jenis tumbuhan yang paling umum ditemukan di habitat pasang-surut. Akarnya sering dilaporkan membantu pengikatan sedimen dan mempercepat proses pembentukan tanah timbul. Jenis ini dapat juga bergerombol membentuk suatu kelompok pada habitat tertentu. Berbuah sepanjang tahun. Buah membuka pada saat telah matang, melalui lapisan dorsal. Buah juga dapat terbuka karena dimakan semut atau setelah terjadi penyerapan air (Khazali, 1999).
Deskripsi secara morfologis pada pohon api-api (Van steenis, 1978) pohon tinggi sampai 20 m. Daun berhadapan, bertangkai, ellips, jarang bulat telur terbalik dengan ujung tumpul dan pangkal bentuk baji, rata serupa belulang, sisi atas mengkilat sisi bawah hijau pucat suram terasa serupa garam. Bunga dengan kelopak hijau berbagi 5-6, tabung mahkota lebar bentuk silinder sisi dalam tak berambut; tepian membuka bertaju 4-5 dengan warna kuning oranye pucat. Benang sari 4 tangkai sari sangat pendek, kuning. Bakal buah berambut, beruang 4 tidak sempurna. Tangkai putik berambut, kepala putik bercelah dua, buah lebar, pipih hanya pada pada tanah berlumpur pada jangkauan pasang surut terutama dalam air tawar.
Pohon api-api memiliki akar nafas, merupakan akar percabangan yang tumbuh dengan jarak teratur secara vertikal dari akar horizontal yang terbenam di dalam tanah. Pohon ini memiliki upaya penanggulangan materi toksik diantaranya dengan melemahkan efek racun melalaui pengenceran (dilusi), yaitu dengan menyimpan banyak air untuk mengencerkan konsentrasi logam berat dalam jaringan tubuhnya sehingga mengurangi toksisitas logam tersebut. Pengenceran dan penyimpanan air di dalam jaringan biasanya terjadi pada daun dan diikuti dengan terjadinya penebalan daun (sukulensi). Ekskresi juga merupakan upaya yang mungkin terjadi, yaitu dengan menyimpan materi toksik logam berat di dalam jaringan yang sudah tua seperti daun yang sudah tua dan kulit batang yang sudah mengelupas, sehingga dapat mengurangi konsentrasi logam berat di dalam tubuhnya (Setyorini, 1999).