Kesulitan Belajar Bahasa Arab

Pelajaran bahasa Arab pada sekolah-sekolah yang ada di Indonesia pada umumnya memberi prioritas utama -berdasarkan kurikulum Th. 1994 yang disempurnakan- kepada Qiro’ah, sedang keterampilan yang lain (menyimak, berbicara dan menulis) difungsikan sebagai wahana untuk memantapkan penguasaan materi pelajaran yang dipahami siswa melalui pelajaran Qiro’ah, berbeda dengan kurikulum berbasis kompetensi yang mengembangkan empat keterampilan (menyimak, berbicara, membaca dan menulis) secara seimbang. Dengan kata lain, keterampilan membaca merupakan tujuan utama, sebagai bekal siswa untuk memahami Al-Quran dan Hadis serta teks-teks Arab lain yang berhubungan dengan agama dan kemasyarakatan, termasuk teks-teks Arab yang terdapat dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), mengingat status pelajaran Bahasa Arab di madrasah merupakan pelajaran yang tak terpisahkan dari PAI secara keseluruhan.
Kesulitan belajar bahasa asing, khususnya bahasa Arab, bagi pembelajar asing (bukan orang Arab) disebabkan berbagai macam faktor, baik dari faktor bahasa itu sendiri (seperti tata bahasa , ungkapan dan sebagainya) dan faktor di luar bahasa yang bervariasi (seperti kebiasaan, budaya dan sebagainya).
Bahasa Arab termasuk bahasa yang memiliki bentuk bahasa yang berbeda dengan bahasa asing lainnya. Bentuk bahasa tersebut dapat di amati dari pelafalan, kosakata, gramatikal, tata bahasa, cara-cara pengungkapan dan ragam struktur kalimat yang digunakannya.
Jika ditinjau dari segi ucapan (pronounciation), maka dalam mengucapkan satu kata atau satu kalimat dalam bahasa Arab, sebagaimana juga dalam bahasa Inggris, terdapat kesukaran. Sebab bahasa ini tidak memakai syakal dalam buku-buku biasa, majalah-majalah, koran-koran, kecuali Kitab Suci Al-Qur’an dan buku-buku pelajaran bahasa Arab untuk tingkat permulaan. Kata كتب umpamanya, dapat diucapkan dengan كَتَبَ, كُتِبَ atau كُتُبُ. Dalam bahasa Inggris yang juga terdapat kesukaran yang sama, tapi kemungkinan bacaan yang betul hanya satu.
Kendatipun bahasa Arab itu sukar mengucapkannya, dia memberi jalan keluar untuk hal itu. Dia memiliki kaidah tersendiri untuk mengucapkan kata kerja dan kata benda dalam kalimat. Kaidah itu ada yang bernama kaidah “nahwiyah”. Al-Ghalayaini (Maman, 2005: 97) mendefinisikan ilmu an-Nahwu sebagai ilmu yang mempelajari hal-ihwal kata-kata Arab dari segi i'rab (perubahan akhir suatu kata) dan bina (tetapnya akhir kata pada satu keadaan). Dan ada pula yang bernama kaidah “sharfiyah” (morfologi). Abdul Mu’in (Mu’in, 2002: 1) mendefinisikan sharaf sebagai ilmu tentang pokok-pokok (kaidah-kaidah) yang dengannya dapat diketahui bentuk-bentuk kalimat dalam bahasa Arab dan ihwal yang berkaitan dengannya di luar persoalan i’rab dan bina.

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel