ESENSI TEORI

ESENSI TEORI
Bagi bandura, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperthatikan dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme.
Definisi Belajar sosial (social kognitif) adalah perilaku dibentuk melalui konteks sosial. Perilaku dapat dipelajari baik, sebagai hasil reinformecement maupun reiforcement.
Pertama, Bandura berpendapat bahwa manusia dapat berfikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri, sehingga mereka bukan semata – mata bidak yang menjadi objek pengaruh lingkungan. Sifat kausal bukan dimiliki sendirian oleh lingkungan, karena orang dan lingkungan saling mempengaruhi.
Kedua, Bandura menyatakan, banyak aspek fungsi kepribadian melibatkan interaksi dengan orang lain. Dampaknya, teori kepribadian yang memadai harus memperhitungkan konteks sosial di mana tingkah laku itu diperoleh dan dipelihara.
Berikut akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai determinan resiprokal, beyond reinforcement, dan self regulation.
1. Determinis resiprokal
Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal balik yang terus menerus antara determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. Orang menentukan / mempengaruhi tingkah lakunya dengan mengontrol lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu. Determenis resiprokal adalah konsep penting dalam teori belajar sosial Bandura, menjadi pijakan Bandura dalam memahami tingkah laku. Teori belajar sosial memakai saling detirminis sebagai prinsip dasar untuk menganalisis fenomena psiko-sosial di berbagai tingkat kompleksitas, dari perkembangan interpersonal sampai tingkah laku interpersonal serta fungsi interaktif sari organisasi dan sistem sosial.
Gambar berikut menunjukkan Nilai komperhensif dari determinis resiprokal Bandura dibandingkan dengan teori Behaviorisme lainnya.
Bandura: Hubungan antara Pribadi, Lingkungan dan Tingkah laku saling mempengaruhi
2. Tanpa reinforcement
Bandura memandang teori Skinner dan Hull terlalu bergantung pada reinforcement. Jika setiap unik respon sosial yang orang malah tidak belajar apapun. Menurutnya reinforcement penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu – satunya pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada reinforsement yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi, itu merupakan pokok teori belajar sosial.
3. Kognisi dan Regulasi diri
Teori belajar  tradisional sering terhalang oleh ke-tidak-senangan atau ketidak mampuan mereka untuk menjelaskan proses kognitif. Konsep Bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk berfikir simbolik menjadi sarana yang kuat untuk menangani lingkungan, misalnya dengan  menyimpan pengalaman (dalam ingatan) dalam wujud verbal dan gambaran imajinasi untuk kepentingan tingkahlaku pada masa yang akan datang. Kemampuan untuk menggambarkan secara imajinatif hasil yang diinginkan pada masa yang akan datang mengembangkan strategi tingkah laku yang membimbing ke arah tujuan jangka panjang.
Bandura melukiskan :
Teori Belajar Sosial berusaha menjelaskan tingkahlaku manusia dari segi interaksi timbal-balik yang berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkahlaku, dan faktor lingkungan. Dalam proses determinisme timbal-balik itulah terletak kesempatan bagi manusia untuk mempengaruhi nasibnya maupun batas-batas kemampuannya untuk memimpin diri sendiri (self-direction). Konsepsi tentang cara manusia berfungsi semacam ini tidak menempatkan orang semata-mata sebagai objek tak berdaya yang dikontrol oleh pengaruh-pengaruh lingkungan ataupun sebagai pelaku-pelaku bebas yang dapat menjadi apa yang dipilihnya. Manusia dan lingkungannya merupakan faktor-faktor yang saling menentukan secara timbal balik (Bandura, 1977)

STRUKTUR KEPRIBADIAN
Sistem Self (Self System)
Tidak seperti Skinner yang teorinya tidak memiliki konstruk self, Bandura yakin bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh self sebagai salah satu determinan tingkah laku tidak dapat dihilangkan tanpa membahayakan penjelasan & kekuatan peramalan.

Dengan kata lain, self diakui sebagai unsur struktur kepribadian. Saling determinis menempatkan semua hal saling berinteraksi di mana pusat atau pemula-nya adalah sistem self. Sistem self itu bukan unsur psikis yang mengontrol tingkah laku, tetapi mengacu ke struktur kognitif yang memberi pedoman mekanisme dan seperangkat fungs – fungsi persepsi, evaluasi, dan pengaturan tingkah laku. Pengaruh self tidak otomatis atau mengatur tingkah laku secara otonom, tetapi self menjadi bagian dari interaksi resiprokal.

Regulasi Diri
Manusia mempunyai kemampuan berfikir, dan dengan kemampuan itu mereka memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia. Balikannya dalam bentuk determinis resiprokal berarti orang dapat untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir tercapai strategi reaktif dan proaktif dalam regulasi diri. Strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir tercapai strategi proaktif menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Orang memotivasi dan membimbing tingkahlakunya sendiri melalui strategi proaktif, menciptakan ketidakseimbangan, agar dapat memobilisasi kemampuan dan usahanya berdasarkan antisipasi apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Ada tiga proses yang dipakai untuk mengevaluasi tingkahlaku internal. Tingkahlaku manusia adalah hasil pengaruh resiprokal faktor eksternal dan faktor internal.

a.) Faktor Eksternal dalam Regulasi Diri
Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dengan dua cara, pertama faktor eksternal memberi standar untuk mengevaluasi tingkah laku. Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh – pengaruh pribadi, membentuk standar evaluasi diri seseorang. Melalui orang tua dan guru anak – anak belajar baik-buruk, tingkah laku yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas anak kemudian mengembangkan standar yang dapat dipakai untuk menilai prestasi diri.
Kedua, faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan (reinforcement). Hadiah intrinsik tidak selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan intensif yang berasal dari lingkungan eksternal. Standar tingkah laku dan penguatan biasanya kerja sama; ketika orang dapat mencapai standar tingkah laku tertentu, perlu penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi.
b) Faktor Internal dalam Regulasi Diri
Faktor internal dalam regulasi diri dengan faktor internal dalam pengaturan diri sendiri. Bandura mengemukakan tiga bentuk pengaruh internal.

Faktor Eksternal Faktor Internal
Self Observation Judgmental Process Self Responses
Standar masyarakat Dimensi Performansi
Kualita
Keseringan
Kuantita
Orisinalitas
Kebenaran bukti
Dampak
Penyimpangan
Etika Standar Pribadi
Sumber model
Sumber penguat
Pedoman performasi
Norma standar
Perbandingan sosial
Perbandingan personal
Perbandingan kolektif
Menghargai Aktivitas
Sangat dihormati
Netral
Direndahkan
Atribusi Performansi
Lokus pribadi
Lokus eksternal Reaksi evaluasi diri
Positif
Negatif
Dampak terhadap self
Dihadiahi
Dihukum
Tanpa respon self



Efikasi Diri (Self Effication)
Bagaimana orang bertingkahlaku dalam situasi tertentu tergantung kepada resiprokal antara lingkungan dengan kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif yang berhubungan dengan keyakinannya bahwa dia mampu atau tidak melakukan tindakan yang memuaskan. Bandura menyebut keyakinan atau harapan diri ini sebagai efiksasi diri,dan harapan hasilnya disebut ekspektasi hasil.
1. Efiksasi diri atau ekspektasi (self effication – efficacy expectation) adalah “Persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu”. Efikasi dari berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan.
2. Ekspektasi hasil (outcome expectations) adalah perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu.
Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita – cita), karena cita – cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya dapat dicapai. Sedangkan efikasi menggambarkan ekspektasi efikasi yang tinggi, bahwa dirinya mampu melaksanakan operasi tumor sesuai dengan standar profesional. Namun ekspektasi hasilnya bisa rendah, karena hasil operasi itu sangat tergantung pada daya tahan jantung pasien, kemurnian obat antibiotik, sterilitas dan infeksi, dan sebagainya. Orang bisa memiliki ekspektasi hasil yang realistik (apa yang diharapkan sesuai dengan kenyataan hasilnya), atau sebaliknya, ekspektasi hasilnya tidak realistik (mengharap terlalu tinggi dari hasil nyata yang dipakai). Orang yang ekspektasinya tinggi (percaya bahwa dia dapat mengerjakan sesuai dengan tuntutan situasi) dan harapan hasilnya realistik (memperkirakan hasil sesuai dengan kemampuan diri). Orang itu akan bekerja keras dan bertahan mengerjakan tugas sampai selesai.
Sumber Efikasi Diri
Perubahan tingkah laku, dalam system Bandura kuncinya adalah perubahan ekspektasi (efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni pengalaman menguasai sesuatu prestasi (performance accomplishment), pengalaman vikarius (vicarious experience), persuasi social (social persuation) dan pembangkitan emosi (Emotinal/Physiological states).
Pengalaman performansi
Adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu. Sebagai sumber, performansi masa lalu menjadi pengubah efikasi diri yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi, sedang kegagalan akan menurunkan efikasi. Mencapai keberhasilan akan member dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya :
Semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi semakin tinggi.
Kerja sendiri, lebih meningkatkan efikasi dibanding kerja kelompok, dibantu orang lain.
Kegagalan menurunkan efikasi, kalau orang merasa sudah berusaha sebaik mungkin.
Kegagalan dalam suasana emosional/stress, dampaknya tidak seburuk kalau kondisinya optimal.
Kegagalan sesudah orang memiliki keyakinan efikasi yang kuat, dampaknya tidak seburuk kalau kegagalan itu terjadi pada orang yang keyakinan efikasinya belum kuat.
Orang yang biasa berhasil, sesekali gagal tidak mempengaruhi efikasi.
Pengalaman Vikarius
Diperoleh melalui model social. Efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jika mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figure yang diamati berbeda dengan diri sipengamat, pengaruh vikarius tidak  besar. Sebaliknya ketika mengamati kegagalan figure yang setara dengan dirinya, bisa jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.

Tabel Strategi Pengubahan Ekspektasi Efikasi Sumber
Sumber Cara Induksi
Pengalaman Performansi Participant modelling Meniru model yang berprestasi
Performance desenzation Menghilangkan pengaruh buruk prestasi masa lalu
Performance exposure Menonjolkan keberhasilan yang pernah diraih
Selfinstructed performance Melatih diri untuk melakukan yang terbaik
Pengalaman Vikarius Live modeling Mengamati model yang nyata
Symbolic modelling Mengamati model simbolik,film,komik,cerita.
Persuasi Verbal Suggestion Mempengaruhi dengan kata-kata berdasar kepercayaan
Exhortation Nasihat,peringatan yang mendesak/memaksa.
Self-instruction Memerintah diri sendiri
Interpretive treatment Interpretasi baru memperbaiki interpretasi lama yang salah
Pembangkitan Emosi Attribution Mengubah atribusi, penanggungjawab suatu kejadian emosional
Relaxation biofeedback Relaksasi
Symbolic desensitization Menghilangkan sikap emosional dengan modeling simbolik
Symbolic exposure Memunculkan emosi secara simbolik

Persuasi Sosial. Efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi social. Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.
Keadaan Emosi. Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi di bidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stress, dapat mengurangi efikasi diri. Namun bisa terjadi, peningkatan emosi (yang tidak berlebihan) dapat meningkatkan efikasi diri.
Perubahan tingkah laku akan terjadi kalau sumber ekspektasi efikasinya berubah. Pengubahan self-efficacy banyak dipakai untuk memperbaiki kesulitan dan adaptasi tingkah laku orang yang mengalami berbagai masalah behavioral. Keempat sumber itu diubah dengan berbagai strategi yang diringkas dalam Tabel 36.
Efikasi Diri sebagai Prediktor Tingkah laku
Menurut Bandura, sumber pengontrol tingkah laku adalah resiprokal antara lingkungan, tingkah laku, dan pribadi. Efikasi diri merupakan variabel pribadi yang penting, yang kalau digabung dengan tujuan-tujuan spesifik dan pemahaman mengenai prestasi, akan menjadi penentu tingkah laku mendatang yang penting. Berbeda dengan konsep-diri (Rogers) yang bersifat kesatuan umum, efikasi diri bersifat fragmental. Setiap individu mempunyai efikasi diri yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda, tergantung kepada :
Kemampuan yang dituntut oleh situasi yang berbeda itu.
Kehadiran orang lain, khususnya saingan dalam situasi itu.
Keadaan fisiologis dan emosional ; kelelahan, kecemasan, apatis, murung.
Efikasi yang tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan lingkungan yang responsif atau tidak responsif, akan menghasilkan empat kemungkinan prediksi tingkah laku (Tabel)
Table Kombinasi Efikasi dengan Lingkungan sebagai Prediktor Tingkahlaku
Efikasi Lingkungan Prediksi hasil tingkah laku
Tinggi Responsif Sukses, melaksanakan tugas yang sesuai dengan kemampuannya
Rendah Tidak responsif Depresi, melihat orang lain sukses pada tugas yang dianggapnya sulit
Tinggi Tidak responsif Berusaha keras mengubah lingkungan menjadi responsif, melakukan protes, aktivitas social, bahkan memaksakan perubahan.
Rendah Responsif Orang menjadi apatis, pasrah, merasa tidak mampu
Efikasi Kolektif (Collective Efficacy)
Keyakinan masyarakat bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat menghasilkan perubahan social tertentu, disebut efikasi kolektif. Ini bukan ‘jiwa kelompok’ tetapi lebih sebagai efikasi pribadi dari banyak orang yang bekerja bersama. Bandura berpendapat, orang berusaha mengontrol kehidupan dirinya bukan hanya melalui efikasi diri individual, tetapi juga melalui efikasi kolektif. Misalnya, dalam bidang kesehatan, orang memiliki efikasi diri yang tinggi untuk berhenti merokok atau melakukan diet, tetapi mungkin memiliki efikasi kolektif yang rendah dalam hal mengurangi polusi lingkungan, bahaya tempat kerja, dan penyakit infeksi. Efikasi diri dan efikasi kolektif bersama-sama saling melengkapi untuk mengubah gaya hidup manusia. Efikasi kolektif timbul berkaitan dengan masalah-masalah perusakan hutan, kebijakan perdagangan internasional, perusakan ozone, kemajuan teknologi, hukum dan kejahatan, birokrasi, perang, kelaparan, bencana alam, dan sebagainya.

Physicological arousal
Fisik yang baik meningkatkan kemampuan cope
DINAMIKA KEPRIBADIAN
Menurut Bandura, motivasi adalah konstruk kognitif yang mempunyai dua sumber, gambaran hasil pada masa yang akan datang (yang dapat menimbulkan motivasi tingkah laku saat ini), dan harapan keberhasilan didasarkan pada pengalaman menetapkan dan mencapai tujuan-tujuan antara. Dengan kata lain, harapan mendapat reinforsemen pada masa yang akan datang memotivasi seseorang untuk bertingkah laku tertentu. Juga, dengan menetapkan tujuan atau tingkat performansi yang diinginkan, dan kemudian mengevaluasi performansi dirinya, orang temotivasi untuk bertindak pada tingkat tertentu. Anak yang lemah dalam matematik, tampak meningkat performansinya ketika mereka menetapkan dan berusaha mencapai serangkaian tujuan yang berurutan yang memungkinkan evaluasi diri segera daripada menetapkan tujuan yang jauh dan membutuhkan waktu lama mencapainya. Jadi, terus menerus mengamati,memikirkan, dan menilai tingkah laku diri, akan member intensif-diri sehingga bertahan dalam berusaha mencapai standar yang telah ditentukan.
Bandura setuju bahwa penguatan menjadi penyebab belajar. Namun orang juga dapat belajar dengan penguat yang diwakilkan (vicarious reinforcement), penguat yang ditunda(expectation reinforcement), atau bahkan tanpa penguat (beyond reinforcement):
Penguatan Vikarius (vicarious reinforcement): mengamati orang lain yang mendapat penguatan, membuat orang ikut puas dan berusaha belajar gigih agar menjadi seperti orang itu.
Penguatan yang ditunda (expectation reinforcement): orang terus menerus berbuat tanpa mendapat penguatan, karena yakin akan mendapat penguatan yang sangat memuaskan pada masa yang akan datang.
Tanpa penguatan (beyond reinforcement): belajar tanpa ada reinforsemen sama sekali, mirip dengan konsep otonomi fungsional dari Allport.
Ekspektasi penguatan dapat dikembangkan dengan mengenali dampak dari tingkah laku;pengamatan terhadap praktek mengganjar dan menghukum tingkah laku orang lain yang ada di lingkungan sosial, dan mengganjar dan menghukum tingkah laku orang lain yang ada dilingkungan sosial, dan mengganjar dan menghukum tingkah lakunya sendiri. Orang mengembangkan standar pribadi berdasarkan standar sosial melalui interaksinya dengan orang tua, guru, dan teman sebayanya. Orang dapat mengganjar dan menghukum tingkah laku sendiri dengan menerima diri atau mengkritik diri. Penerimaan dan kritik diri ini sangat besar perannya dalam membimbing tingkah laku, sehingga tingkah laku orang menjadi tetap (konsisten), tidak terus menerus berubah akibat adanya perubahan sosial.
Dalam penelitian ditemukan, anak-anak yang diganjar dan dipuji untuk pencapaian yang relatif rendah akan tumbuh dan mengembangkan self-reward yang murah dibanding anak yang standar pencapaiannya tinggi. Begitu pula anak yang mengamati model yang diganjar pada standar pencapaian yang rendah akan menjadi orang dewasa yang murah dalam mengganjar diri sendiri dibanding anak yang mengamati model dengan standar ganjaran tinggi.

2.4 PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Belajar Melalui Observasi
Menurut Bandura, kebanyakan belajar terjadi tanpa reinforsemen yang nyata. Dalam penelitiannya, ternyata orang dapat mempelajari respon baru dengan melihat respon orang lain, bahkan belajar tetap terjadi tanpa ikut melakukan hal yang dipelajari itu, dan model yang diamatinya juga tidak mendapat reinforsemen dari tingkah lakunya. Belajar melalui observasi jauh lebih efisien dibanding belajar melalui pengalaman langsung. Melalui observasi orang dapat memperoleh respon yang tidak terhingga banyaknya, yang mungkin diikuti dengan hubungan atau penguatan.

Peniruan (Modelling)
Inti dari belajar melalui observasi adalah modeling. Peniruan atau meniru sesungguhnya tidak tepat untuk mengganti kata modeling, karena modeling bukan sekedar menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan orang model (orang lain), tetapi modeling melibatkan penambahan dan atau pengurangan tinkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses kognitif.
Penelitian terhadap tiga kelompok anak taman kanak-kanak: Kelompok pertama disuruh mengobservasi model orang dewasa yang bertingkah laku agresif, fisik dan verbal, terhadap boneka karet. Kelompok kedua diminta mengobservasi model orang dewasa yang duduk tenang tanpa menaruh perhatian terhadap boneka karet didekatnya. Kelompok ketiga menjadi kelompok control yang tidak ditugasi mengamati dua jenis model itu. Ketiga kelompok anak itu kemudian dibuat mengalami frustasi ringan, dan setiap anak sendirian ditempatkan di kamar yang ada boneka karet seperti yang dipakai penelitian. Ternyata tingkah laku setiap kelompok cenderung mirip dengan tingkah laku model yang diamatinya. Kelompok pertama bertingkah laku lebih agresif terhadap boneka dibanding kelompok lain. Kelompok kedua sedikit lebih agresif dibanding kelompok kontrol.
Contoh lain, berdasarkan social learnig theory menyatakan bahwa tingkah laku manusia bukan semata – mata bersifat refleks atau otomatis, melainkan juga merupakan akibat dari reaksi yang tombul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif. Menurut bandura, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan (imitation) maupun penyajian contoh perilaku (modelling). Dalam hal ini orang tua dan guru memainkan peranan penting sebagai seorang model atau tokoh bagi anak untuk menirukan perilaku membaca. Anggota keluarga yang sering dilihat oleh anak membaca atau memegang buku di rumah akan merangsang anak untuk mencoba mengenal buku.( Setianti, Fetiara dan Alfi Purnamasari, Efefektifitas Mendengarkan Pembacaan Cerita  Untuk Meningkatkan Minat Baca Anak Sekolah Dasar. Jurnal Humanistik Fakultas Psikologi Ahmad Dahlan, Vol 5, No.1 Januari 2008)
Pembelajaran Langsung
Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori belajar social dari Albert Bandura. Pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang dirancang untuk mengajarkan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang diajarkan setahap demi setahap. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling, yaitu suatu fase di mana Dosen memodelkan atau mencontohkan melalui demonstrasi bagaimana suatu keterampilan itu dilakukan.
Pada saat Dosen melakukan modeling Mahasiswa melakukan pengamatan terhadap keterampilan yang dimodelkan itu. Selanjutnya Mahasiswa diberi kesempatan untuk meniru model yang dilakukan oleh Dosen melalui kesempatan latihan di bawah bimbingan Dosen.
Modeling Tingkahlaku Baru
Melalui modeling orang dapat memperoleh tingkah laku baru. Ini dimungkinkan karena adanya kemampuan kognitif. Stimuli berbentuk tingkah laku model ditransformasi menjadi gambaran mental, dan yang lebih penting lagi ditransformasi menjadi symbol verbal yang dapat diingat kembali suatu saat nanti. Ketrampilan kognitif yang bersifat simbolik ini, membuat orang dapat mentransform apa yang dipelajarinya atau menggabung-gabung apa yang diamatinya dalam berbagai situasi menjadi pola tingkah laku baru.
Modeling Mengubah Tingkahlaku Lama
Di samping dampak mempelajari tingkah laku baru, modeling mempunyai dua macam dmpak terhadap tingkah laku lama. Pertama, tingkah laku model yang diterima secara sosial dapat memperkuat respon yang sudah dimiliki pengamat. Kedua, tingkah laku model yang tidak diterima secara sosial dapat memperkuat atau memperlemah pengamat untuk melakukan tingkah laku yang tidak diterima secara sosial, tergantung apakah tingkah laku model itu diganjar atau dihukum. Kalau tingkah laku yang tidak dikehendaki itu justru diganjar, pengamat cenderung meniru tingkah laku itu, sebaliknya kalau tingkah laku yang tidak dikehendaki itu dihukum, respon pengamat menjadi semakin lemah.
Modeling Simbolik
Dewasa ini sebagian besar modeling tingkah laku berbentuk simbolik. Film dan televisi menyajikan contoh tingkah laku yang tak terhitung yang mungkin mempengaruhi pengamatnya. Sajian itu berpotensi sebagai sumber model tingkah laku.
Modeling Kondisioning
Modeling dapat digabung dengan kondisioning klasik menjadi kondisioning klasik vikarius (vicarious classical conditioning). Modeling pon emosional. Pengamat mengobservasi model tingkah laku emosional yang mendapat penguatan. Muncul respon emosional yang sama di dalam diri pengamat, dan respon itu ditujukan ke obyek yang ada didekatnya (kondisioning klasik) saat dia mengamati model itu, atau yang dianggap mempunyai hubungan dengan obyek yang menjadi sasaran emosional model yang diamati. Emosi seksual yang timbul akibat menonton film cabul dilampiaskan ke obyek yang ada didekatnya saat itu (misalnya: menjadi kasus pelecehan dan perkosaan anak).
Motivasi Belajar dan Teori Perilaku (Bandura)
Konsep motivasi belajar berkaitan erat dengan prinsip bahwa perilaku yang memperoleh penguatan (reinforcement) di masa lalu lebih memiliki kemungkinan diulang  dibandingkan dengan perilaku yang tidak memperoleh penguatan atau perilaku yang terkena hukuman (punishment). Dalam kenyataannya, daripada membahas konsep motivasi belajar, penganut teori perilaku lebih memfokuskan pada seberapa jauh siswa telah belajar untuk mengerjakan pekerjaan sekolah dalam rangka mendapatkan hasil yang diinginkan (Bandura, 1986 dan Wielkeiwicks, 1995).
Mengapa sejumlah siswa tetap bertahan dalam menghadapi kegagalan sedang yang lain menyerah? Mengapa ada sejumlah siswa yang bekerja untuk menyenangkan guru, yang lain berupaya mendapatkan nilai yang baik, dan sementara itu ada yang tidak berminat terhadap bahan pelajaran yang seharusnya mereka pelajari? Mengapa ada sejumlah siswa mencapai hasil belajar jauh lebih baik dari yang diperkirakan berdasarkan kemampuan mereka dan sementara itu ada sejumlah siswa mencapai hasil belajar jauh lebih jelek jika dilihat potensi kemampuan mereka? Mengkaji penguatan yang telah diterima dan kapan penguatan itu diperoleh dapat memberikan jawaban atas pertanyaan di atas, namun pada umumnya akan lebih mudah meninjaunya dari sudut motivasi untuk memenuhi berbagai kebutuhan.
Penghargaan (Reward) dan Penguatan (Reinforcement)
Suatu alasan mengapa penguatan yang pernah diterima merupakan penjelasan yang tidak memadai untuk motivasi karena motivasi belajar manusia itu sangat kompleks dan tidak bebas dari konteks (situasi yang berhubungan). Terhadap binatang yang sangat lapar kita dapat meramalkan bahwa makanan akan merupakan penguat yang sangat efektif. Terhadap manusia, meskipun ia lapar, kita tidak dapat sepenuhnya yakin apa yang merupakan penguat dan apa yang bukan penguat, karena nilai penguatan dari penguat yang paling potensial sebagian besar ditentukan oleh faktor-faktor pribadi dan situsional.
Penentuan Nilai dari Suatu Insentif
Ilustrasi berikut menunjukkan poin penting: nilai motivasi  belajar dari suatu insentif tidak dapat diasumsikan, karena nilai itu dapat bergantung pada banyak faktor (Chance, 1992). Pada saat guru mengatakan “Saya ingin kamu semua mengumpulkan laporan buku pada waktunya karena laporan itu akan diperhitungkan dalam menentukan nilaimu,” guru itu mungkin mengasumsikan bahwa nilai merupakan insentif yang efektif untuk siswa pada umumnya. Tetapi bagaimanapun juga sejumlah siswa dapat tidak menghiraukan nilai karena orang tua mereka tidak menghiraukannya atau mereka memiliki catatan kegagalan di sekolah dan telah mengambil sikap bahwa nilai itu tidak penting. Apabila guru mengatakan kepada seorang siswa, “Pekerjaan yang bagus! Saya tahu kamu dapat  mengerjakan tugas itu apabila kamu mencobanya!” Ucapan ini dapat memotivasi seorang siswa yang baru saja menyelesaikan suatu tugas yang ia anggap sulit namun dapat berarti hukuman (punishment) bagi siswa yang berfikir bahwa tugas itu mudah (karena pujian guru itu memiliki implikasi bahwa ia harus bekerja keras untuk menyelesaikan tugas itu). Seringkali sukar menentukan motivasi belajar siswa dari perilaku mereka karena banyak motivasi yang berbeda dapat mempengaruhi perilaku. Kadang-kadang suatu jenis motivasi jelas-jelas menentukan perilaku, tetapi pada saat yang lain, ada motivasi lain yang berpengaruh (mempengaruhi) terhadap perilaku belajar siswa.
Faktor-faktor Penting dalam Belajar Melalui Observasi
Tentu saja, mengamati orang lain melakukan sesuatu tidak mesti berakibat belajar, karena belajar melalui observasi memerlukan beberapa factor atau prakondisi.   Menurut Bandura, ada empat proses yang penting agar belajar melalui obsevasi dapat terjadi, yakni:
1. Perhatian (attention process): Sebelum meniru orang lain, perhatian harus dicurahkan ke orang itu. Perhatian ini dipengaruhi oleh asosiasi pengamat dengan modelnya, sifat model yang atraktif, dan arti penting tingkah laku yang diamati bagi si pengamat.
2. Representasi (representation process): Tingkah laku yang akan ditiru, harus disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal maupun dalam bentuk gambaran/imajinasi. Representasi verbal memungkinkan orang mengevaluasi secara verbal tingkah laku yang diamati, dan menentukan mana yang dibuang dan mana yang akan dicoba dilakukan. Representasi imajinasi memungkinkan dapat dilakukannya latihan simbolik dalam pikiran, tanpa benar – benar melakukannya secara fisik.
Peniruan tingkah laku model (behavior production process): sesudah mengamati dengan penuh perhatian, dan memasukkannya ke dalam ingatan, orang lalu bertingkah  laku. Mengubah dari gambaran pikiran menjadi tingkah laku menimbulkan kebutuhan evaluasi; “Bagaimana melakukannya?” “Apa yang harus dikerjakan?” “Apakah sudah benar?” Berkaitan dengan kebenaran, hasil belajar melalui observasi tidak dinilai berdasarkan kemiripan respons dengan tingkah laku yang ditiru, tetapi lebih pada tujuan belajar dan efikasi dari pembelajaran.
Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement process): Belajar melalui pengamatan menjadi efektif kalau pembelajaran memiliki motivasi yang tinggi untuk dapat melakukan tingkah laku modelnya. Observasi mungkin memudahkan orang untuk menguasai tingkah laku tertentu, tetapi kalau motivasi untuk itu tidak ada, tidak bakal terjadi proses daripada tingkah laku yang dihukum. Imitasi tetap terjadi walaupun model tidak diganjar, sepanjang pengamat melihat model mendapat ciri-ciri positif yang menjadi tanda dari gaya hidup yang berhasil, sehingga diyakini model umumnya akan diganjar.
Motivasi banyak ditentukan oleh kesesuaian antara karakteristik pribadi pengamat dengan karakteristik modelnya. Ciri-ciri model seperti usia, status sosial, seks, keramahan, dan kemampuan, pening dalam menentukan tingkat imitasi. Anak lebih senang meniru model sesusilanya daripada model dewasa. Anak juga cenderung meniru model yang standar prestasinya dalam jangkauannya, alih-alih model yang standarnya di luar jangkauannya. Anak yang sangat dependen cenderung melimitasi model yang dependennya lebih ringan. Imitasi juga dipengaruhi oleh interaksi antara ciri model dengan observernya. Anak cenderung melimitasi orang tuanya yang hangat dan open (jw), gadis lebih melimitasi ibunya
Dampak Belajar
Setiap kali respons dibuat, akan diikuti dengan berbagai konsekuensi; ada yang konsekuensinya menyenangkan, ada yang tidak menyenangkan, ada yang tidak masuk kekesadaran sehingga dampaknya sangat kecil. Penguatan baik positif maupun negatif nampaknya tidak otomatis sejalan dengan konsekuensi respons. Konsekuensi dari suatu respons mempunyai tiga fungsi:
Pemberi informasi: memberi informasi mengenai dampak dari tingkah laku informasi ini dapat disimpan untuk dipakai membimbing tingkah laku pada masa yang akan datang.
Memotivasi tingkah laku yang akan datang: Menyajikan data sehingga orang dapat membayangkan secara simbolik hasil tingkah laku yang akan dilakukannya, dan bertingkah laku sesuai dengan peramalan-peramalan yang dilakukannya. Dengan kata lain, tingkah laku ditentukan atau dimotivasi oleh masa yang akan datang, di mana pemahaman mengenai apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang itu diperoleh dari pemahaman mengenai konsekuensi suatu tingkah laku.
Penguat tingkah laku: Keberhasilan akan menjadi penguat sehingga tingkah laku menjadi diulangi, sebaliknya kegagalan akan membuat tingkah laku cenderung tidak diulang.


http://ayasipelitahayati.wordpress.com/2010/04/08/teori-sosial-kognitif-dari-albert-bandura/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel