Pematuhan dan Pelanggaran Prinsip Kesantunan

2. 4. 2. 1. Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim)
Setiap peserta pertuturan meminimalkan kerugian orang lain atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain.
Contoh pematuhan:
+ : Mari saya bawakan buku Anda.
- : Jangan tidak usah (Wijana, 1996: 56)

Dengan perkataan lain, menurut maksim ini, kesantunan dalam bertutur dapat dilakukan apabila maksim kebijaksanaan dilaksanakan dengan baik.


2. 4 2. 2. Maksim Penerimaan (Approbation Maxim)
Diutarakan dengan kalimat komisif dan impositif. Agar setiap penutur sedapat mungkin menghindari mengatakan sesuatu yang tidak mengenakan orang lain, terutama kepada orang yang diajak bicara (lawan tutur).
Contoh pematuhan :
+ : Saya mengundangmu ke rumah untuk makan malam.
- : Terima kasih (Wijana, 1996; 57)

Dengan perkataan lain, menurut maksim ini, bahwa orang dianggap santun dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada orang lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak yang lain.

2. 4. 2. 3. Maksim Kemurahan (Generosity Maxim)
Dengan maksim kemurahan ini, para peserta pertuturan diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan ini akan terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain. Tidak hanya dalam menyuruh dan menawarkan sesuatu seseorang harus berlaku santun, tetapi di dalam mengungkapkan perasaan, dan menyatakan pendapat ia tetap diwajibkan berperilaku demikian (Wijana, 1996: 55-60).
Contoh Pematuhan :
+ : Permainan Anda sangat bagus.
- : Ah, biasa saja. Terima kasih. (Wijana, 1996: 58)





2. 4. 2. 4. Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim)
Diungkapkan dengan kalimat ekspresif dan asertif. Bila kemurahan hati berpusat pada orang lain, maksim ini berpusat pada diri sendiri. Maksim ini menuntut setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri, dan meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri.
Contoh Pelanggaran :
+ : Kau sangat pandai.
- : Ya, saya memang pandai.


2. 4. 2. 5. Maksim Kesepakatan/Kecocokan (Agreement Maxim)
Jika lawan tutur mendapatkan kesuksesan atau kebahagiaan, penutur wajib memberikan ucapan selamat. Bila lawan tutur mendapatkan kesusahan atau musibah, penutur layak berduka cita, atau mengutarakan ucapan bela sungkawa sebagai tanda kesimpatian, yakni memaksimalkan rasa simpati kepada lawan tuturnya yang mendapatkan kebahagiaan dan kedukaan.
Contoh Pelanggaran :
+ : Kemarin motorku hilang.
- : Oh, kasian deh lu. (Wijana, 1996:60)




2. 4. 2. 6. Maksim Simpati (Sympath Maxim)
Jika lawan tutur mendapatkan kesuksesan atau kebahagiaan, penutur wajib memberikan ucapan selamat. Bila lawan tutur mendapatkan kesusahan atau musibah, penutur layak berduka cita, atau mengutarakan ucapan belasungkawa sebagai tanda kesimpatian, yakni memaksimalkan rasa simpati kepada lawan tuturnya yang mendapatkan kebahagiaan dan kedudukan.
Contoh Pelanggaran :
+ : Kemarin motorku hilang.
- : Oh, kasian deh lu (Wijana, 1996:61)

2. 5 Skala Kesantunan Leech
Di dalam model kesantunan Leech (1983), setiap maksim interpersonal itu dapat dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan.
Bersifat skala kesantunan yang disampaikan Leech ini selengkapnya.
1. Cost-benefit scale: representing the cost or benefit of an act to speaker and hearer.
2. optionality scale: Indicating the degree of choice permitted to speaker and or hearer by a specific liguitic act.
3. indirectness scale: Indicating the amount of inferencing required of the hearer in the order to establish the intended speaker meaning.
4. authority scale: representing the status relationship between speaker and hearer.
5. sosial distence scale: Indicating the degree of familiarity between speaker and hearer. (Leech, 1983: 123-126).

Kelima macam skala pengukur kesantunan Leech (1983) itu satu persatu dapat dijelaskan lebih lanjut pada bagian berikut:
1. cost benefit scale atau skala kerugian dan keuntungan, menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakin tuturan tersebut merugikan diri penutur, akan semakin dianggap santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur akan semakin dianggap tidak santunlah tuturan itu. Apabila hal demikian itu dilihat dari kacamata si mitra tutur dapat dikatakan bahwa semakin menguntungkan diri mitra tutur, akan semakin dipandang tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu merugikan diri, si mitra tutur akan semakin santunlah tuturan itu.
2. optionality scale atau skala pilihan, menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan si penutur kepada mitra tutur di dalam kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan memilih bagi si penutur dan mitra tutur, tuturan tersebut akan dianggap tidak santun. Berkaitan dengan pemakaian tuturan imperatif itu menyajikan banyak pilihan tuturan akan semakin santunlah pemakaian tuturan imperatif itu.
3. indirectness scale atau skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin santun lagi tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tidak langsung, maksud sebuah tuturan, akan dianggap semakin santun tuturan itu.
4. authority scale atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur. Tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin santun. Sebaliknya, semakin dekat jarak peringkat status sosial diantara keduanya, akan cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur itu.
5. sosial dictance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya, akan semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dan mitra tutur, akan semakin santunlah tuturan yang digunakan itu. Dengan perkataan lain, tingkat keakraban hubungan antara penutur dengan mitra tutur sangat menentukan peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel