39
 
PEMBAHASAN A.
 
Sejarah dan Latar belakang Pendirian Nahdlatul Ulama (NU)
 NU lahir dari proses hasil istikharah ulama besar (KH Khalil Bangkalan dan KH
Hasyim Asy’ari) dengan isyarah tongkat dan tasbih
. Keorganisasi NU cepat menyebar. Data tahun 2000, jaringan NU meliputi 31 Wilayah, 339 Cabang, 12 Cabang Istimewa, 2.630 Majelis Wakil Cabang/MWC dan 37.125 Ranting. Selain itu  juga membentuk  baik melalui Lembaga-lembaga, maupun perangkat badan otonomnya (Muslimat, Fatayat, GP. Ansor, IPNU-IPPNU, dll). Mendirikan lembaga  pendidikan dari tingkat TPQ, PAUD sampai pada perguruan tinggi, membangun rumah sakit, koperasi, membuat media cetak maupun elektonik (ada koran
 Duta masyarakat, Harian Bangsa, Majalah, Buletin, TV 9
dan
 NU Online
), membentuk Aswaja centre, membentuk Himpunan pengusaha NU (HPN)
1
. 
Latarbelakang kelahiran NU
Kelahiran NU dimotori oleh para ulama pesantren yang memiliki kesamaan  pandangan dan wawasan keagamaan. Yang pada 31 Januari 1926 atau pada 16 Rajab 1344 H sepakat membentuk organisasi bernama Nahdlatul Ulama, yang berarti
“Kebangkitan Ulama”, Organisasi ini dipimpin KH. Hasyim Asy’ari sebagai Rais
Akbar. Begitu juga kelahiran NU tidak bisa dilepaskan dari konteks waktu yang mengitarinya. Perkembangan dunia Islam di Timur Tengah, sebagai gelombang  perubahan yang mempengaruhi perjalanan sejarah, kebudayaan dan politik di Indonesia serta terjadinya kolonialisme Belanda
2
.
KH. Masdar Farid Mas’udi berpendapat, Nahdlatul Ulama hadir, antara lain
sebagai reaksi atas gerakan puritanisme Wahabi yang gemar menuding pihak lain
sebagai bid’ah dan tersesat. Tak henti
-hentinya Wahabis ini mempersoalkan tradisi, khususnya tradisi NU, dan menganggapnya sebagai yang harus diberantas; membersihkannya dari muka bumi adalah jihad suci, kalau perlu dilakukan dengan  prinsip fasist yang cenderung menghalalkan segala cara
3
. lanjutnya bagi seorang  Nahdiyin, perbedaan tafsir, madzhab, atau aliran dalam tiap-tiap agama adalah cermin dari keluasan makna yang terkandung dalam ajaran-ajaran kitab-kitab suci. Demikian
1
 Diakses dari http://www.nu.or.id/, NU+dari+Ulama+untuk+Ummat+dan+Negara,
 
pada tanggal 18 Maret 2013
2
 Kacung Marijan,
Quo Vadis NU setelah kembali ke Khittah 1926
, (Jakarta: Erlangga, 1992), cet. 1, hal. 2.
3
 Munawir Abdul Fatah,
Tradisi Orang-orang NU,
 (Jakarta: Pustaka Pesantren, 2007). Cet, 3. Hal.xi
 
 juga kekayaan budaya dan sejarah umat masing-masing adalah cermin dari kekayaan ciptaan Allah dalam kehidupan manusia.
Senada dengan itu, Muhammad Thaha Ma’ruf kelahiran NU karena persoalan
agama dalam suasana perdebatan munculnya beberapa alira baru yang mengusung ide modernisme
4
. Begitu juga latar belakang berdirinya NU tidak lepas dari situasi kolonialisme yang turut mendorong organisasi Ulama ini. Para pendirinya berkeinginan menumbuhkan rasa nasionalisme di kalangan ummat Islam. Secara langsung  pembangkitan rasa nasionalisme ini dimaksudkan untuk melawan Belanda. Maka dengan turutnya para pemimpin Agama (Ulama, Kiai) perjuangan cukup besar. Bisa dilihat dari Pemberontakan Diponegoro, Perang Paderi, Pemberontakan Banten, Pemberontakan Surabaya peran ulama cukup besar. Pendapat lain mengatakan NU didirikan untuk mewakili kepentingan kiayi, vis a vis pemerintah dan juga kaum pembaru dan untuk menghambat perkembangan organisasi-organisasi yang hadir terlebih dahulu
5
. Keberagaman analisa seputar kelahiran Nahdlatul Ulama menunjukkan tingginya respons masyarakat terhadap organisasi para ulama ini, pada awalnya menurut Saifuddin Zuhri sesuatu yang wajar, sebab kelahiran NU saat itu memang tidak menarik bagi para politisi, kaum pergerakkan, akademisi, peneliti.  Namun Martin Van Bruinessen memandang, Tujuan-tujuan pendiriannya lebih  bersifat konkret dibandingkan dengan usaha melakukan perlawanan terhadap serangan kaum pembaharu. Tujuan-tujuannya berhubungan dengan perkembangan internasional pada pertengahan tahun 1920-an, penghapusan jabatan khalifah, serbuan kaum wahabi atas Makah, dan pencarian suatu internasionalisme Islam yang baru.
Raja Su’udi sebagai penguasa baru negeri Hijaz gencar melakukan gerakan
 penyamaan satu madzhab (Wahabi), bagi kalangan pesantren hal ini mencemaskan yang akan membatasi kebebasan bermadzhab di Mekah dan Madinah. Untuk menyampaikan pandangan-pandangan dari ulama Pesantren, KH. Abdulwahab Chasbullah sebagai ulama yang mewakili kepentingan pesantren, Namun karena tidak mendapat respon dan tidak diakomodir dalam hasil rekomendasi Kongres V Umat
4
 
Moeh Thaha Ma’ruf dalam
Pedoman Pemimpin Pergerakkan,
(Jakarta: PBNU, 1954), hal. 103
5
 Hilmy Muhammadiyah dalam
NU: Identitas Islam Indonesia,
 Jakarta: Elsaf, 2004, cet.1, hal.116
 
Islam Indonesia di Bandung untuk ikut serta kongres ummat Islam Internasional. Atas
restu KH. Hasyim Asy’ari bersama kelompok Taswirul Afkar, Nahdlatul Wathan
 bertekad mengirimkan delegasi ke Muktamamar Dunia Islam
6
. Utusan ini awalnya dinamakan Komite Hijaz, demi untuk terkesan delegasi ini dari luar Arab maka kemudian digunakanlah nama Nahdlatul Ulama. Maksud delegasi semata-mata
memberikan penjelasan yang komprehensif kepada Raja Su’ud tenta
ng pentingya  bersikap toleransi, saling menghormati dan mengakui realitas perbedaan pendapat di kalangan ummat Islam.
B.
 
Arti, Prinsip, Tujuan Pendirian Nahdlatul Ulama
Secara etimologi, Nahdlatul Ulama terdiri dari dua kata bahasa Arab, nahdlah artinya
“bangkit”, “bangun”, “loncatan”, dan al
-
ulama’ artinya “kelompok agamawan”. Sedangkan secara epistemology, Nahdlatul Ulama adalah komunitas
cendekiawan (ulama) yang mampu menerima, melestarikan, dan meneruskan tradisi dan budaya generasi sebelumnya serta mampu melakukan eksplorasi, inovasi dan kreasi yang lebih baik dan bermanfaat. Dengan demikian Nahdlatul Ulama secara spesifik mempunyai kesadaran historis dan kemampuan mereformasi kondisi yang secara kultural maupun pemikiran yang relevan
7
. Sedangkan dalam rumusan Khittah  Nadhalatul Ulama ditegaskan bahwa Nahdlatul Ulama adalah jamiyah (organisasi) keagamaan yang berpaham ahlussunah wal jamaah, berhaluan salah satu dari madzhab empat yang terobsesi meningkatkan kualitas manusia bertakwa
8
.  Nahdlatul Ulama b
erarti Jam’iyah Diniyah yang bermotif keagamaan dan
 berlandaskan keagamaan sehingga segala sikap, perilaku, dan karakteristik  perjuangannya selalu disesuaikan dan diukur dengan norma dan ajaran Islam
Ahlussunnah wal Jama’ah.
 Tujuan Pendirian NU sebagaimana tertuang dalam Anggaran Dasar pertama
tangga 6 pebruari 1930 No.IX, Pasal II, “adapun maksud perkumpulan ini yaitu
memegang dengan penuh teguh pada salah satu dari madzhabnya Imam empat, yaitu
Imam Muhammad bin Idris As Syafi’iyah, Imam Malik bin Anas, Im
am Abu Hanifah
6
 Hilmy Muhammadiyah Sulthan, hal. 119
7
 
Said Aqil Siradj, Aktualisasi Ahlussunah wal Jama’ah, (makalah: 1997) dikutip Hilmy Muhammadiyah Sulthon
dalam
NU: Identitas Islam Indonesia,
 hal.120
8
 Rumusan Khittah NU bagian Muqadimah, doc. Lakpesdam NU.
 
An Nu’man atau Imam Ahmad bin Hambal, dan mengerjakan apa saja yang menjadikan kemaslahatan Agama Islam”. Dan Pasal III, yang berbunyi, “Untuk
mencapai maksud perkumpulan ini, maka diadakan ikhtiar: a. mengadakan  perhubungan di antara ulama-ulama yang bermadzab tersebut dalam Pasal II; b. memeriksa kitab-kitab sebelum dipakai untuk mengajar, supaya diketahui apakah itu daripada kitab-kitab Ahlussunah atau kitab-
kitab ahli bid’ah.
c. menyiarkan agama Islam berasaskan pada madzab sebagai tersebut dalam Pasal II dengan jalan apa saja yang halal; d. berikhtiar memperbanyak madrasah-madrasah yang berdasar agama Islam; e. memperhatikan hal-hal yang berhubungan masjid-masjid, surau-surau,  begitu juga dengan hal ikhwalnya anak-anak yatim dan orang yang fakir miskin; f. mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan pertanian, perniagaan dan usahaan
yang tidak dilarang oleh Syara’ agama Islam
9
”.
 Tujuan Utama NU adalah mempertahankan tradisi keagamaan, dalam beberapa hal ia lebih dapat dilihat sebagai upaya menandingi daripada menolak gagasan-gagasan dan praktik-praktik yang lebih dahulu diperkenalkan kalangan reformis
10
.
K.H. Hasyim Asy’ari menegaskan prinsip dasar organisasi NU. Rumusan beliau
tuangkan dalam kitab
Qanun Asasi
 (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab
I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian direalisasikan
dalam khittah NU, yang dijadikan sebgai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang social, keagamaan dan politik.
ىع
 
كت
 
 غ
 
هو
 
ذ ني ىع
 
ك و
 
ه هو
 
ذ ني
 
(Jangan kalian menangisi agama, bila ia dikuasai oleh ahlinya. Dan kalian tangisilah agama itu, bila ia dikuasai oleh yang bukan ahlinya). Mainsterm yang cukup terkenal di kalangan NU,
“Al 
-
 Muhafazhah ‘a
lal
Qadimish Shalih wal Akhdzu bil Jadidil Ashlah”.
(Menjaga dan mempertahankan tradisi lama yang baik dan berkreasi untuk membuat peradaban baru yang lebih baik).
9
 Kacung Marijan,
op. cit.,
 hal, ix
10
 Martin van Bruinessen,
NU: Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, dan Pencarian Wacana Baru,
 (Jakarta: LKIS, 2009, cet. VII, hal. 14
 
C.
 
Perjuangan NU dan Kiprahnya dalam kemerdekaan Indonesia
Perjalanan Nahdlatul Ulama berawal dari sebuah kelompok kajian pencerahan Tashwirul Afkar (1914), kemudian berkembang menjadi Nadhlatul Tujjar (1916), Syubbanul Wathan (1918), Nahdalatul Wathan (1924), dan akhirnya menjadi  Nahdlatul Ulama (1926). Dalam kiprahnya selama 80 tahuan, jati diri NU pada hakekatnya tidak pernah berubah atau memudar, yakni mengembangkan mainsterm ke-Indonesiaan yang dijiwai semangat keislaman secara inklusif dan kultural. Penggunaan nama Nahdlatul Ulama atas usul Alwi Abdul Azis dari Malang  bukannya yang lain, bukan hanya secara kebetulan semata, tetapi justru kata Ulama itu membuktikan adanya ciri yang amat melekat pada diri NU dan merupakan ciri differensi yang membedakan dirinya dari fenomena organisasi ini, justru bukan karena beliau-beliau itu sebagai pemrakarsa dan pendirinya, namun lebih dari itu  bertitik tolak dari ujud keberadaannya dalam di tengah-tengah masyarakat
11
. Salah satu tindakan yang sangat berani yang pernah di ambil NU. NU dalam muktamarnya mengeluarkan fatwa
“Resolusi Jihad” melawa
n penjajah Belanda. Perang suci ini diwajibkan agama untuk ikut serta dalam perjuangan mempertahankan. Resolusi ini menyatakan bahwa wajib berjuang setiap muslim yang mampu berada dalam radius 94 km dari tempat berlangsungnya pertempuran atau tempat musuh berada. Pada 10 November, dua minggu setelah kedatangan pasukan Inggris di Surabaya, sebuah pemberontakan massal pecah, di mana banyak pengikut  NU yang terlibat aktif. Banyak diantara pejuang muda yang mengenakan jimat yang diberikan kiai desa kepada mereka
12
. Resolusi Jihad berdampak besar bagi pembentukan pasukan-pasukan nonreguler diantaranya Sabilillah dengan pemimpin komando tertingginya juga pemimpin NU Kiai Masjkur. Para kiai dan pengikut mereka sejak awal terlibat aktif dalam perang kemerdekaan. Banyak yang bergabung dalam barisan Hizbullah dimana banyak orang yang terlibat memiliki latar belakang NU. Komandan tertingginya seorang pemimpin  NU asal Sumatra Utara (Mandailing), Zainul Arifin. Begitu juga tentang penetapan NU atas Pancasila sebagai satu-satunya asas. NU adalah ormas yang pertama kali menerima Ketetapan MPR No. II tentang GBHN
11
Kacung Marijan, op. cit, hal. xi
12
 Martin Van Bruinessen, hal. 53
 
yang menyerukan Pancasila sebagai satu-satunya asal.
Bahkan Kiai As’ad Syamsul
Arifin telah mempertegas penerimaan sebagian besar Ulama dan ummat Islam Indonesia bahwa menerima Pancasila hukumnya wajib. NU sendiri dalam Anggaran Dasarnya Pasal 3, hasil Muktamar ke-26 di Semarang, telah menyebutkan bahwa landasan perjuangan NU adalah Pancasila dan UUD 1945
13
. Dalam pandangan Kiai Achmad Siddiq, lima luhur (Pancasila) merupakan consensus maksimal yang merupakan
“kalimatin sawaain bainanaa wa bainakum”,
 yaitu suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, Alquran Surat Ali Imron ayat 64. Bagi bangsa dan Negara Indonesia di dalam tata kehidupan bernegara dan bermasyarakat dengan segala kemajemukannya
14
. Sementara Sikap politik NU dapat terbaca dengan pembagian periode konvensional; periode pertama, periode pemerintah kolonial Belanda, yang dicirikan sikap abstain terhadap politik (1926-1942). Periode ini diikuti Pendudukan Jepang, masa ketika kiai mulai terlibat dalam politik (1942-1945). Perjuangan kemerdekaan (1945-1949) merupakan periode di mana NU terlibat secara aktif dan radikal dalam  politik. Pada tahun-tahun demokrasi parlementer (1949-1959) NU berubah bentuk menjadi partai politik. Pada Demokrasi Terpimpinnya Soekarno (1959-1965), NU menjadi penyangga rezim otoriter populis ini. Pada masa transisi yang keras (1965-1966), NU mendefinisikan ulang peranannya. Orde Baru Soeharto (1967-1998), masa ketika NU beberapa kali menampilkan diri sebagai kekuatan oposisi yang tegar, namun mengalami depolitasi yang luar biasa
15
. Kembalinya NU kepada Khittahnya 1926, menegaskan kembali tujuan awal didirikannya mengurusi persoalan agama, pendidikan, sosial kemasyarakatan saja, artinya NU meninggalkan politik praktis dengan pertimbangan bahwa selama ini NU terlampau mengedepankan politik yang kenyataanya bukan semata-mata kepentingan organisasi melainkan untuk kepentingan pribadi-pribadi, dari pada urusan sosial keagamaan
16
.
13
 Kacung Marijan, op. cit. 144
14
 Achmad Shiddiq, Islam,
Pancasila dan Ukhuwah Islamiyah,
 Jakarta: Sumber Barakah, 1985, hal. 15 dalam Kacung Marijan, hal. 151
15
 Martin Van Bruinessen, hal. 41-42
16
 Kacung Marijan, hal.134
Academia © 2014

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel