stratifikasi Sosial
a. Pengertian stratifikasi Sosial
Stratification berasal dari kata Stratum yaitu bentuk jamak dari strata yang berarti lapisan. Pitirim A. Sorokin 1959 mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Perwujudan dari stratifikasi sosial adalah adanya kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah di dalam masyarakat. Dasar dan inti lapisan-lapisan dalam masyarakat adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak-hak dan kewajiban-kewajiban dan tangungjawab nilai-nilai sosial dan pengaruhnya di antara anggota masyarakat.
Para ahli sosiologi hukum biasanya mengemukakan suatu hipotesis bahwa semakin kompleks stratifikasi sosial dalam suatu masyarakat, semakin banyak hukum yang mengaturnya. Stratifikasi sosial yang kompleks yang dimaksud, diartikan sebagai suatu keadaan yang mempunyai tolak ukur yang banyak atau ukuran-ukuran yang digunakan sebagai indikator untuk mendudukan seseorang di dalam posisi sosial tertentu.
Dasar adanya pelapisan masyarakat adalah :
1. Tidak ada keseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban
2. Tidak ada keseimbangan kewajiban dan tangungjawab.
3. Tidak ada keseimbangan dalam nilai-nilai sosial dan kurang terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan manusia.
4. Tidak ada keseimbangan dalam kekuatan sosial dan pengaruhnya diantara anggota-anggota masyarakat.
Terjadinya lapisan-lapisan dalam masyarakat menurut Wiliams bahwa proses-proses terjadinya pelapisan dalam masyarakat pada dasarnya dapat di teliti dengan pedoman pada sistem stratifikasi sosial, yang dapat di analisa berdasarkan unsur-unsur :
1. Distribusi hak-hak istimewa yang obyektif misalnya penghasilan, kekayaan dan wewenang.
2. Sistem pertanggaan yang diciptakan warga-warga masyarakat (prestise atau gengsi dan penghargaan).
3. Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah di dapatkan berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat tertentu, milik wewenangan atua kekuasaan.
4. Lambang-lambang kedudukan, seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu organisai.
5. Mudahnya dan sukarnya bertukar kedudukan.
6. Solidaritas diantara individu-individu atau kelompok-kelompok sosial yang menduduki kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat, misalnya kesamaan atau ketidaksamaan sistem kepercayaan, sikap dan nilai-nilai, kesadaran akan kedudukan masing-masing.
Jenis-jenis pelapisan sosial dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat, dan ada pula yang terjadi dengan sengaja untuk mengejar suatu tujuan bersama. Pelapisan yang terjadi dengan sendirinya biasanya disebabkan oleh faktor-faktor kepandaian (ilmu pengetahuan yang dimiliki), senioritas usia, keaslian keanggotaan kerabat/keluarga dengan kepala/pemimpin masyarakat, dan dalam batas-batas tertentu karena faktor harta.
b. Karakteristik Stratifikasi Sosial
Secara rinci, ada tiga aspek yang merupakan karakteristik stratifikasi sosial, yaitu :
1. Perbedaan dalam kemampuan dan kesanggupan. Anggota masyarakat yang menduduki strata yang paling tinggi, tentu memiliki kesanggupan dan kemampuan yang lebih besar di bandingkan anggota masyarakat yang di bawahnya.
2. Perbedaan dalam gaya hidup (life style).
3. Perbedaan dalam hal hak dan akses dalam memanfaatkan sumber daya.
c. Unsur-unsur stratifikasi sosial dalam masyarakat
Dalam teori sosiologi, unsur-unsur sistem pelapisan sosial masyarakat adalah :
1. Kedudukan (status)
Kedudukan (status) adalah sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang lain dalam kelompok tersebut, atau tempat suatu kelompok sehubungan dengan kelompok-kelompok lain di dalam kelompok yang lebih besar lagi. Status atau kedudukan yang menentukan seseorang dalam masyarakat adalah tempat orang itu digolongkan berdasarkan umur, kelamin, agama, pekerjaan dan sebagainya. Kedudukan ini memberikan pengaruh, kehormatan, kewibawaan, dan juga kewajiban kepadanya.
Sedangkan kedudukan sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain,
Untuk mengukur seseorang Pitirim Sorokin secara rinci dapat di lihat dari :
a. Jabatan atau pekerjaan
b. Pendidikan dan luasnya ilmu pengetahuan
c. Kekayaan
d. Politis
e. Keturunan, dan
f. Agama
Status pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu yang bersifat obyektif dan subjektif. Jabatan sebagai direktur merupakan posisi status yang bersifat obyektif dengan hak dan kewajiban yang terlepas dari individu. Sementara itu, yang dimaksud status yang bersifat subjektif adalah status yang menunjukkan hasil dari penilaian orang lain tidak selamanya konsisten untuk seseorang.
Menurut Ralph Linton kedudukan di bedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Ascribed Status, kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan seseorang, kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran. Misalnya, kedudukan anak seorang bangsawan adalah bangsawan pula, seorang anak dari kasta Brahmana juga akan memperoleh kedudukan yang demikian. Kebanyakan ascribed status dijumpai pada masyarakat dengan sistem pelapisan sosial yang tertutup, seperti sistem pelapisan berdasarkan perbedaan ras. Meskipun demikian bukan berarti dalam masyarakat dengan sistem pelapisan terbuka tidak di temui dengan adanya ascribed status. Kita lihat kedudukan laki-laki dalam suatu keluarga akan berbeda dengan kedudukan istri dan anak-anaknya, karena pada umumnya laki-laki (ayah) akan menjadi kepala keluarga.
b. Achieved Status, yaitu kedudukan yang dicapai atau diperjuangkan oleh seseorang dengan usaha-usaha yang dengan sengaja dilakukan, bukan diperoleh karena kelahiran. Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung dari kemampuan dari masing-masing orang dalam mengejar dan mencapai tujuan-tujuanya. Misalnya setiap orang bisa menjadi Dokter, Guru, Hakim dan sebagainya, asalkan memenuhi persyaratan yang telah di tentukan. Dengan demikian tergantung pada masing-masing orang, apakah sanggup dan mampu memenuhi persyaratan yang telah di tentukan atau tidak.
Stratification berasal dari kata Stratum yaitu bentuk jamak dari strata yang berarti lapisan. Pitirim A. Sorokin 1959 mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. Perwujudan dari stratifikasi sosial adalah adanya kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah di dalam masyarakat. Dasar dan inti lapisan-lapisan dalam masyarakat adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak-hak dan kewajiban-kewajiban dan tangungjawab nilai-nilai sosial dan pengaruhnya di antara anggota masyarakat.
Para ahli sosiologi hukum biasanya mengemukakan suatu hipotesis bahwa semakin kompleks stratifikasi sosial dalam suatu masyarakat, semakin banyak hukum yang mengaturnya. Stratifikasi sosial yang kompleks yang dimaksud, diartikan sebagai suatu keadaan yang mempunyai tolak ukur yang banyak atau ukuran-ukuran yang digunakan sebagai indikator untuk mendudukan seseorang di dalam posisi sosial tertentu.
Dasar adanya pelapisan masyarakat adalah :
1. Tidak ada keseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban
2. Tidak ada keseimbangan kewajiban dan tangungjawab.
3. Tidak ada keseimbangan dalam nilai-nilai sosial dan kurang terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan manusia.
4. Tidak ada keseimbangan dalam kekuatan sosial dan pengaruhnya diantara anggota-anggota masyarakat.
Terjadinya lapisan-lapisan dalam masyarakat menurut Wiliams bahwa proses-proses terjadinya pelapisan dalam masyarakat pada dasarnya dapat di teliti dengan pedoman pada sistem stratifikasi sosial, yang dapat di analisa berdasarkan unsur-unsur :
1. Distribusi hak-hak istimewa yang obyektif misalnya penghasilan, kekayaan dan wewenang.
2. Sistem pertanggaan yang diciptakan warga-warga masyarakat (prestise atau gengsi dan penghargaan).
3. Kriteria sistem pertentangan, yaitu apakah di dapatkan berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat tertentu, milik wewenangan atua kekuasaan.
4. Lambang-lambang kedudukan, seperti tingkah laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu organisai.
5. Mudahnya dan sukarnya bertukar kedudukan.
6. Solidaritas diantara individu-individu atau kelompok-kelompok sosial yang menduduki kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat, misalnya kesamaan atau ketidaksamaan sistem kepercayaan, sikap dan nilai-nilai, kesadaran akan kedudukan masing-masing.
Jenis-jenis pelapisan sosial dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat, dan ada pula yang terjadi dengan sengaja untuk mengejar suatu tujuan bersama. Pelapisan yang terjadi dengan sendirinya biasanya disebabkan oleh faktor-faktor kepandaian (ilmu pengetahuan yang dimiliki), senioritas usia, keaslian keanggotaan kerabat/keluarga dengan kepala/pemimpin masyarakat, dan dalam batas-batas tertentu karena faktor harta.
b. Karakteristik Stratifikasi Sosial
Secara rinci, ada tiga aspek yang merupakan karakteristik stratifikasi sosial, yaitu :
1. Perbedaan dalam kemampuan dan kesanggupan. Anggota masyarakat yang menduduki strata yang paling tinggi, tentu memiliki kesanggupan dan kemampuan yang lebih besar di bandingkan anggota masyarakat yang di bawahnya.
2. Perbedaan dalam gaya hidup (life style).
3. Perbedaan dalam hal hak dan akses dalam memanfaatkan sumber daya.
c. Unsur-unsur stratifikasi sosial dalam masyarakat
Dalam teori sosiologi, unsur-unsur sistem pelapisan sosial masyarakat adalah :
1. Kedudukan (status)
Kedudukan (status) adalah sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang lain dalam kelompok tersebut, atau tempat suatu kelompok sehubungan dengan kelompok-kelompok lain di dalam kelompok yang lebih besar lagi. Status atau kedudukan yang menentukan seseorang dalam masyarakat adalah tempat orang itu digolongkan berdasarkan umur, kelamin, agama, pekerjaan dan sebagainya. Kedudukan ini memberikan pengaruh, kehormatan, kewibawaan, dan juga kewajiban kepadanya.
Sedangkan kedudukan sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain,
Untuk mengukur seseorang Pitirim Sorokin secara rinci dapat di lihat dari :
a. Jabatan atau pekerjaan
b. Pendidikan dan luasnya ilmu pengetahuan
c. Kekayaan
d. Politis
e. Keturunan, dan
f. Agama
Status pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu yang bersifat obyektif dan subjektif. Jabatan sebagai direktur merupakan posisi status yang bersifat obyektif dengan hak dan kewajiban yang terlepas dari individu. Sementara itu, yang dimaksud status yang bersifat subjektif adalah status yang menunjukkan hasil dari penilaian orang lain tidak selamanya konsisten untuk seseorang.
Menurut Ralph Linton kedudukan di bedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Ascribed Status, kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan seseorang, kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran. Misalnya, kedudukan anak seorang bangsawan adalah bangsawan pula, seorang anak dari kasta Brahmana juga akan memperoleh kedudukan yang demikian. Kebanyakan ascribed status dijumpai pada masyarakat dengan sistem pelapisan sosial yang tertutup, seperti sistem pelapisan berdasarkan perbedaan ras. Meskipun demikian bukan berarti dalam masyarakat dengan sistem pelapisan terbuka tidak di temui dengan adanya ascribed status. Kita lihat kedudukan laki-laki dalam suatu keluarga akan berbeda dengan kedudukan istri dan anak-anaknya, karena pada umumnya laki-laki (ayah) akan menjadi kepala keluarga.
b. Achieved Status, yaitu kedudukan yang dicapai atau diperjuangkan oleh seseorang dengan usaha-usaha yang dengan sengaja dilakukan, bukan diperoleh karena kelahiran. Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung dari kemampuan dari masing-masing orang dalam mengejar dan mencapai tujuan-tujuanya. Misalnya setiap orang bisa menjadi Dokter, Guru, Hakim dan sebagainya, asalkan memenuhi persyaratan yang telah di tentukan. Dengan demikian tergantung pada masing-masing orang, apakah sanggup dan mampu memenuhi persyaratan yang telah di tentukan atau tidak.