ERIKSON dan tahapan usia
Biografi
Erikson lahir pada 1902 di Frankfurt, Jerman. Orang tuanya berasal dari Denmark, karena perceraian kedua orang tuanya sebelum ia lahir, sang ibu pindah ke Frankfurt. Pada usia 3 tahun ibu Erikson menikah dengan dokter setempat, dr.Homburger. Ibu Erikson dan ayah tirinya keturunan Yahudi namun fisik Erikson berbeda, ia lebih tinggi, pirang dan bermata biru dan karena perbedaan ia di panggil ‘goy’ bukan Yahudi.
Erikson bukan siswa pandai, dia bagus didalam pelajaran sejarah masa lalu dan seni namun dia tidak suka dengan atmosfer formal sekolah. Setelah lulus dari sekolah menengeah atas dia merasa kacau dan tidak pasti dengan rencana masa depannya. Pada saat itu Erikson senang mengembara dan berkeliling dunia lalu kembali kerumah dan mengembara lagi. Dia sedang melewati fase yang kemudian di sebut moratorium, sebuah periode dimana anak muda berusaha menemukan jati diri.
Di usia 25 tahun, ia menerima undangan untuk mengajar anak-anak di sebuah sekolah baru di Wina yang didirikan oleh Anna Freud dan Dorothy Burlingham. Disana jika tidak mengajar dia belajar bersama Anna Freud tentang psikoanalisis, dan dia sendiri pun menjadi obyek analis oleh Anna.
Menginjak usia 27 tahun, Erikson menikahi Joan Serson, hingga pada tahun 1933 (awal kebangkitan Hitler) memaksa mereka meninggalkan Eropa. Erikson saekeluarga kemudian menetap di Boston, dimana dia menjadi analis anak pertama di kota itu.
Setelah 3 tahun bekerja di Boston, dia menerima kesempatan mengajar di Yale, dan dua tahun kemudian mengadakan perjalanan lain ke Cagar Budaya Pine Ridge di Dakota selatan, dan tinggal disana untuk mempelajari suku Indian Sioux. Erikson kemudian pindah ke San Fransisco, tempat dia memulai praktik klinisnya terhadap anak-anak dan berpartisipasi di dalam studi longitudinal Universitas Calivornia terhadap anak-anak normal.
Pada 1949 selama kepemimpinan McCarthy , Erikson berkonflik dengan instansi Universitas Calivornia. Pihak Universitas meminta sumpah setia semua pekerjanya, dan Erikson menolaknya. Ketika beberapa koleganya dipecat, ia pun mengundurkan diri. Erikson kemudian mengambil pekerjaan baru di Austin Riggs Center di Stockbridge. Dan pada tahun 1960 dia menerima gelar profesor di Harvard sejak itulah dia tinggal di Harvard sampai ajal menjemputnya.
Karya terpenting Erikson adalah Childhood and society (1950, edisi kedua), dalam buku ini dia memetakan delapan tahap kehidupan, tahap-tahap ini bekerja dengan cara yang berbeda-beda dalam budaya yang berbeda-beda pula. Buku selanjutnya adalah Young Man Luther (1958) dan Grandhi’s Truth (1969), menjembatani pemikiran psikoanalis dengan peristiwa-peristiwa historis.
Teori pertahapan
Usia Pentahapan Freud Pentahapan umum Erikson
Lahir–1 tahun
1-3 tahun
3-6 tahun
6-11 tahun
Masa remaja
Dewasa muda
Dewasa
Usia senja Oral
Anal
Falik (Odipal)
Latensi
Genital Rasa percaya VS tidak percaya (Harapan)
Otonomi VS rasa malu (Kehendak)
Inisiatif VS rasa bersalah (Tujuan)
Kegigihan/industri VS inferioritas (Kompetensi)
Identitas VS kebingungan peran (Kesetiaaan)
Keintiman VS isolasi (Cinta)
Semangat-berbagi VS Penyerapan diri dan stagnasi (Perhatian)
Integritas ego VS rasa putus asa (Hikmat)
Tahap Oral
Ditahap awal, zona utamanya adalah mulut, dia memiliki mode aktivitas yang disebut inkorporasi, memasukkan sesuatu kedalam dirinya secara pasif namun mendambakan sesuatu itu. Aktivitas inkorporasi tidak berhenti hanya pada mulut, dia juga mencirikan aktivitas indrawi yang lain. Bayi tidak hanya memasukkan sesuatu lewat mulutnya, tapi juga lewat matanya.
Tahap kedua, tahap ini ditandai munculnya gigi dan gigitan agresif. Bayi sekarang dapat membedakan dan melokalisasikan suara-suara yang signifikasi, sambil menggerakkan suara-suara itu ke dalam dirinya secara aktif. Tindakan aktif ini menjadi mode umum yang menggambarkan cara kedua ego menghadapi dunia.
Masalah inti dari tahapan ini adalah rasa percaya VS tidak percaya. Karena itu bayi perlu tahu bahwa pengasuh mereka bisa diprediksi dan bisa memahami rasa aman yang dibutuhkan oleh batin mereka. Jika bayi bisa mengembangkan rasa percaya ini dari pada rasa tidak percaya, maka bayi akan mengembangkan kekuatan ego inti dalam tahapan ini : harapan.
Harapan adalah sebuah ekspektasi yang sekalipun terdapat rasa frustasi, marah, atau kecewa, hal-hal yang baik akan terjadi dimasa depan. Harapan akan memampukan anak bergerak maju kedunia luar, menyambut tantangan-tangan baru.
Tahap Anal
Mereka dapat menahan atau menghilangkan dorongan untuk buang hajat sesuai kehendak mereka.
Konflik di tahapan ini adalah otonomi VS rasa malu dan ragu-ragu. Otonomi muncul dari sebuah pendewasaan biologis yang mengasuh kemampuan anak untuk melakukan segala hal dengan caranya sendiri. Rasa malu dan ragu-ragu, datang dari kesadaran akan ekspektasi dan tekanan sosial. Harapan idealnya, anak bisa menyesuaikan diri dengan aturan-aturan sosial tanpa banyak kehilangan pemahaman awal mereka mengenai otonomi.
Bagi anak yang dapat menyelesaikan krisis kedua ini dengan positif yaitu dapat meninggikan otonomi dan merendahkan rasa malu dan ragu-ragu, maka mereka akan mengembangkan kekuatan ego dalam bentuk kehendak yang kokoh. menurut Erikson kehendak merupakan kebulatan tekad yang tidak bisa dipatahkan untuk melatih pilihan bebas dan pengendalian diri.
Tahap Falik (Odipal)
Anak memfokuskan ketertarikan kepada alat kelaminnya dan menjadi sangat ingin tahu organ kelamin anak lain. Mereka juga mulai membayangkan dirinya di dalam peran orang dewasa, bahkan berani bersaing dengan salah satu orang tua mereka untuk mendapatkan kasih sayang yang lain.
Erikson menyebut mode utama ditahap ini sebagai intrusi. Istilah intrusi melukiskan aktivitas penis anak laki-laki, namun sebagai mode umum, istilah ini mengacu lebih banyak hal lagi. bagi kedua jenis kelamin, pematangan fisik dan kemampuan mental mendorong anak maju beragam aktivitas intrusif, hal-hal ini mencakup intrusi kepada tubuh orang lain lewat serangan fisik.
Krisis dari tahapan ini adalah Inisiatif VS rasa bersalah. Lewat inisiatif anak membuat rencana, menetapkan tujuan dan mempunyai semangat untuk mencapainya. Di titik ini krisis datang ketika anak menyadari bahwa rencana dan harapan besar mereka berantakan. Sedangkan rasa bersalah hadir ketika si anak menyadari bahwa keinginan untuk memiliki salah satu orang tua dan bersaing dengan yang satunya adalah tabu sosial dan amat berbahaya, oleh karena itu anak mulai mengintegrasikan larangan-larangan sosial, sebuah rasa bersalah pembentuk super ego demi menjaga impuls dan fantasi berbahaya tetap terkendali. Hasilnya adalah sebentuk pengendalian diri yang baru.
Dalam upaya untuk membantu keluar dari krisis ini orang tua bisa mencoba memperlunak otoritas dan memperbolehkan anak berpartisipasi dengan setara untuk menghadapi proyek-proyek kehidupan yang menarik, dengan cara itu diharapkan anak keluar dari krisis dengan pengertian penuh mengenai tujuan (keberanian untuk memimpikan dan mengejar tujuan-tujuan yang bernilai) yang tidak akan bisa dirusak oleh rasa bersalah maupun larangan.
Tahap Latensi
Tahap ini paling menentukan bagi pertumbuhan ego. Disini anak belajar menguasai kemampuan kognitif dan sosial yang penting. Krisis dalam tahap ini adalah kegigihan/industri VS inferioritas.
Anak pergi ke sekolah dan diminta untuk menguasai kemampuan yang lebih mengutamakan otak, anak belajar melakukan pekerjaan yang bermakna, mengembangkan kekuatan ego dan dititik ini pula anak belajar bekerja sama dan bermain bersama rekan-rekan sebayanya. Bahaya di tahapan ini adalah perasaan berlebihan karena ketidaktepatan dan inferioritas, dalam hal ini guru bisa membantu si anak dalam melewati krisis ini. Keberhasilan memecahkan masalah di tahap ini akan membawa anak kepada penguatan ego yang disebut dengan kompetensi. Yaitu sebuah latihan inteleigensia dan kemampuan secara bebas dalam menyelesaikan tugas-tugas tanpa diganggu perasaan inferioritas yang berlebihan.
Tahap Genital (Pubertas)
Dorongan-dorongan seksual dan agresif yang tidur selama tahap latensi, sekarang mengancam untuk menakhlukkan ego dan membobol pertahanannya. Tahap ini mulai dirasuki energi seksual yang sangat dahsyat, membuat masa remaja sekali lagi diganggu oleh fantasi-fantasi odipal. Masa remaja juga terganggu dan kacau lantaran konflik dan tuntutan sosial yang baru. Tugas utama remaja menurut Erikson adalah membangun pemahaman baru mengenai identitas ego, sebuah perasaan tentang siapa dirinya dan apa tempatnya ditatanan sosial yang lebih besar. Krisis ini merupakan salah satu dari krisis identitas VS kebingunan peran.
Di titik ini identitas dan identifikasi saat itu memberinya sedikit pertolongan. Setiap keputusan tampaknya meneguhkan sejumlah aspek masa lalunya dan mengabaikan sejumlah aspek lain. Ketika membuat keputusan dan komitmen, dia mengkaji lagi pengidentifikasian diri yang sudah dibuat sebelumnya dan membentuk sebuah identitas baru. Tugasnya adalah melatih dirinya dengan sejumlah perspektif dan arah utamanya adalah sejumlah kesatuan kerja, yang bisa jadi berbeda total dari pandangan dan harapan-harapannya di masa kecil, semata-mata demi menyongsong masa dewasanya.
Pembentukan identitas terjadi didalam ketidaksadaran. Karena komitmen begitu sulit, terkadang mereka harus memasuki periode moratorium psikososial terlebih dahulu, yaitu sejenis periode penarikan diri untuk menemukan diri sendiri. Remaja sering menunda komitmen karena kebutuhan batinnya untuk menghindari identitas yang terlalu mapan, sebuah perasaan yang prematur untuk menerima peran sosial yang terkotak-kotak. Meskipun pencarian identitas yang berlarut-larut ini menyakitkan, namun akhirnya mereka sampai kepada bentuk integrasi personal yang lebih tinggi dan inovasi sosialn yang lebih sejati.
Tugas utama masa remaja adalah menemukan sejumlah cara hidup dimana kita bisa membuat komitmen permanen. Perjuangan di tahap ini membawa mereka pada kekuatan ego baru dalam bentuk kesetiaan, yaitu sebuah kemampuan untuk mempertahankan loyalitas yang sudah diniati sejak dulu.
Tahap dewasa muda
Krisis dalam tahapan ini adalah keintiman VS isolasi. Tahap ini berisi langkah-langkah manusia memperlebar dan memperdalam kapasitas mencintai dan memerhatikan orang lain Kedekatan itu sering kali hanya bertujuan untuk mendefinisikan dirinya saja. Intinya masa dewasa ini bertujuan untuk mencapai sebuah keintiman. Keintiman yang rill adalah satu-satunya perasan identitas paling masuk akal yang sudah dibangun. Ditingkat ini mereka yang gagal mencapai mutualitas sejati akan mengalami kutub sebaliknya dari tahapan dewasa muda.
Orgasme merupakan pengalaman tertinggi dari pengaturan timbal balik yang bisa mengurangi kepahitan yang tidak perlu dan perselisihan diantara dua manusia, namun dia juga menambahkan bahwa ‘utopia genitalitas’ ini lebih dari sekedar masalah seksual. Keintiman yang benar berarti dua orang rela berbagi dan meregulasi timbal-balik semua aspek terpenting hidup mereka. Maka kaum dewasa muda dapat mengembangkan kekuatan ego yang disebut cinta yang dewasa, yaitu sebuah metualisme kesetiaan yang sampai kapanpun bisa mengatasi antagonisme apapun diantara mereka berdua.
Tahap Dewasa
Krisis pada tahapan ini adalah semangat-berbagi VS penyerapan diri dan stagnasi. Semangat-berbagi merupakan istilah yang sangat luas, mengacu bukan hanya kepada memproduksi anak, tetapi juga memproduksi hal-hal dan ide-ide lewat kerja namun Erikson lebih menyoroti yang pertama yaitu membesarkan anak.
Orang tua harus melakukan lebih banyak hal dari pada hanya menghasilkan keturunan, mereka juga harus melindungi adan membimbing anak, ini artinya orang tua harus sering mengorbankan kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri. Mereka harus mengatasi godaan untuk memuaskan diri sendiri yang hanya akan mengarah kepada stagnasi yang tidak produktif. Apabila mereka bisa mengatasi konflik ini secara positif, mereka akan mengembangkan kemampuan untuk memperhatikan generasi selanjutnya.
Tahap usia senja
Tahapan ini biasanya melihat sebuah kemunduran. Kaum tua-tua berulang kali ditunjukkan kepada harus menghadapi serangkaian kehilangan fisik dan sosial. Namun orang tua yang berhasil mengatasi kesulitan ini akan sanggup menyesuaikan diri dengan kondisi fisik dan sosialnya yang baru. Dalam tahapan ini terjadi pergulatan batin, sebuah pergulatan yang berpotensi untuk tumbuh bahkan mencapai kebijaksanaan. Erikson menyebut pergilatan ini dengan integritas ego VS keputus asaan.
Dalam proses ini mereka berkonfrontasi dengan puncak rasa putus asa. Semakin para lansia menghadapi rasa putus asa, mereka semakin berusaha nenemukan pengertian mengenai integrasi ego. Integrasi ego mencakup perasaan bahwa terdapat sebuah suratan bagi hidupnya dan penerimaan atas suratan tersebut, sebuah siklus hidup yang harus terjadi dan niscaya tidak ada yang bisa menggantikannya. Integrasi adalah perasaan yang berkembang melampaui diri bahkan mentransendensikan ikatan-ikatan nasional dan ideologis.
Pergulatan batin ini cenderung membuat para lansia seperti orang filusuf, bergulat dengan diri sendiri untuk menumbuhkan kekuatan ego yang disebut kebijaksanaan. Kebijaksanaan bisa diungkapkan dengan banyak cara, namun selalu merefleksikan upaya yang penuh pertimbangan dan pengharapan demi menemukan nilai dab makna hidup sewaktu menghadapi kematian.
Tahap / usia Krisis Psikososial Hubungan khusus Perangkat Psikososial Tujuan Psikososial Maladaptasi & Malignansi
I
(0-1)
Bayi Percaya VS tidak percaya Ibu Menggigit,
Mengambil, kemudian mengalihkan Harapan, kepercayaan Distorsi indrawi, penakut
II
(2-3)
Balita Otonomi VS rasa malu, ragu-ragu Orang tua Menguasai, kemudian melepaskan Kehendak, ketergantungan Impulsif, kumpulsif
III
(3-6)
Pra sekolah Inisiatif VS rasa bersalah Keluarga Pergi, keluar bermain Tujuan, keberaniaan Ketidak pedulian-berdiam diri
IV
(7-12)
Usia sekolah Kegigihan/ industri VS Inferioritas Berteman dan sekolah Menyelesaikan sesuatu, kerja sama kompetensi Keahlian sempit- kelembaman
V
(12-18)
Remaja Identitas ego VS kebingungan peran Teman, geng, model peran Menjadi diri sendiri, berbagi dengan orang lain Kesetiaan, loyalitas Fanatisme, penolakan
VI
(20’an)
Dewasa muda Keintiman VS isolasi Teman-teman Menemukan jati diri dalam diri orang lain Cinta Rasa cuek-keterkucilan
VII
(akhir 20’an sampai 50’an) Dewasa Semangat berbagi VS penyerapan diri dan stagnasi Rumah tangga, rekan kerja Mencipta, menjaga Kepeduliaan Terlalu peduli- penolakan
VIII
(usia 50’an dan seterusnya) Manula Integritas ego VS rasa putus asa Kemanusiaan atau “milikku” Mamasrahkan diri, merasa cukup, menanti ajal Kebijaksanaan, hikmat Berandai-andai, penggerutu
Sumber :
1. Crain, Williama. 2007. Teori Perkembangan. Jakarta: Pustaka Pelajar
2. Boeree, C George. 2010. Personality Theories. Jogjakarta: Prisma Sophie