Kitosan sulfat
Kitosan sulfat merupakan salah satu dari modifikasi atau turunan kitosan yang dibuat dengan cara penempelan anion sulfat (SO42-) pada gugus aktif kitosan (NH2). Konversi kitosan menjadi kitosan sulfat pada dasarnya adalah pengikatan elektrostatik anion sulfat pada gugus NH2 pada kitosan menjadi NH3+SO42-. Ion sulfat merupakan donor elektron kuat sehingga dapat memprotonasi NH2 dari kitosan dan membentuk ikatan NH3+ - SO42-. Hal ini dapat menambah kereaktifan gugus aktif pada kitosan sehingga dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi dari kitosan (Mahatmanti, 2001).
Dengan terbentuknya kompleks amin -NH3+ - SO42- maka dimungkinkan terjadi perubahan mekanisme adsorpsi dari mekanisme pembentukan kompleks menjadi pertukaran ion. Kemungkinan reaksi yang terjadi dalam suasana asam adalah sebagai berikut :
R-NH2 + H+ R-NH3+ ……………………………………………………...(1)
R- NH3+ + (NH4)2SO4 R-NH3+SO42- + 2 NH4+ …………………………….(2)
(Mahatmanti, 2001)
Darjito (2001), Cahyaningrum (2001), dan Mahatmanti (2001) telah menggunakan kitosan sulfat sebagai adsorben logam. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi kitosan sulfat terhadap ion logam lebih tinggi dibandingkan dengan kitosan. Dari hasil penelitian tersebut juga dapat disimpulkan bahwa ion sulfat yang terimpregnasi akan lebih stabil bila berasal dari larutan ammonium sulfat 0,1 M dan kapasitas adsorpsi kitosan sulfat yang dihasilkan paling tinggi.
Karakterisasi kitosan sulfat dapat dilakukan dengan spektroskopi IR untuk analisa gugus fungsi, penentuan derajat deasetilasi dan analisis turbidimetri untuk mengetahui banyaknya ion sulfat yang dapat terikat pada kitosan (Mahatmanti, 2001).
5. Derajat Deasetilasi
Kitosan dibuat dengan melakukan deasetilasi pada kitin, sehingga istilah derajat deasetilasi digunakan untuk mengkarakterisasi kitosan. Nilai derajat deasetilasi menggambarkan proporsi unit monomer yang telah dihilangkan gugus asetilnya, dan mengindikasikan proporsi gugus amina bebas pada kitosan. Derajat deasetilasi kitosan berkisar 70-100% tergantung pada metode pembuatannya. (Beaulieu, 2005).
Derajat deasetilasi tergantung pada metode pemurnian dan kondisi reaksi. Metode yang dapat dipakai untuk penentuan derajat deasetilasi antara lain ninhydrin tes, titrasi potensiometri linier, spektroskopi inframerah dekat, titrasi hydrogen bromida, spektroskopi NMR, spektroskopi IR dan turunan spektroskopi Uv (Khan et. Al., 2002).
Pengukuran dengan spektroskopi IR menggunakan range frekuensi 4000 – 400 cm-1. Penghitungan derajat deasetilasi (DD) kitosan menggunakan baseline yang dikemukakan Baxter dengan persamaan sebagai berikut :
Baseline oleh Baxter et. al.
DD = 100-[(A1655/A3450) X 115]
Dengan menghitung (A1655) amida = Log 10 (DF2 / DE) dan
(A3450) hidroksil = Log 10 (AC / AB)
Dimana :
(A1655) amida = absorbansi pada 1655 cm –1 pada pita amida.
Diartikan sebagai muatan N-asetil.
(A3450) hidroksil = absorbansi pada 3450 cm –1 pada pita hidroksil.
Diartikan sebagai standar internal untuk mengkoreksi ketebalan film atau perbedaan konsentrasi kitosan dalam bentuk bubuk.
DF2, DE = tinggi absolut pita absorbansi dari gugus fungsi pada masing-masing panjang gelombangnya.
Dengan terbentuknya kompleks amin -NH3+ - SO42- maka dimungkinkan terjadi perubahan mekanisme adsorpsi dari mekanisme pembentukan kompleks menjadi pertukaran ion. Kemungkinan reaksi yang terjadi dalam suasana asam adalah sebagai berikut :
R-NH2 + H+ R-NH3+ ……………………………………………………...(1)
R- NH3+ + (NH4)2SO4 R-NH3+SO42- + 2 NH4+ …………………………….(2)
(Mahatmanti, 2001)
Darjito (2001), Cahyaningrum (2001), dan Mahatmanti (2001) telah menggunakan kitosan sulfat sebagai adsorben logam. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi kitosan sulfat terhadap ion logam lebih tinggi dibandingkan dengan kitosan. Dari hasil penelitian tersebut juga dapat disimpulkan bahwa ion sulfat yang terimpregnasi akan lebih stabil bila berasal dari larutan ammonium sulfat 0,1 M dan kapasitas adsorpsi kitosan sulfat yang dihasilkan paling tinggi.
Karakterisasi kitosan sulfat dapat dilakukan dengan spektroskopi IR untuk analisa gugus fungsi, penentuan derajat deasetilasi dan analisis turbidimetri untuk mengetahui banyaknya ion sulfat yang dapat terikat pada kitosan (Mahatmanti, 2001).
5. Derajat Deasetilasi
Kitosan dibuat dengan melakukan deasetilasi pada kitin, sehingga istilah derajat deasetilasi digunakan untuk mengkarakterisasi kitosan. Nilai derajat deasetilasi menggambarkan proporsi unit monomer yang telah dihilangkan gugus asetilnya, dan mengindikasikan proporsi gugus amina bebas pada kitosan. Derajat deasetilasi kitosan berkisar 70-100% tergantung pada metode pembuatannya. (Beaulieu, 2005).
Derajat deasetilasi tergantung pada metode pemurnian dan kondisi reaksi. Metode yang dapat dipakai untuk penentuan derajat deasetilasi antara lain ninhydrin tes, titrasi potensiometri linier, spektroskopi inframerah dekat, titrasi hydrogen bromida, spektroskopi NMR, spektroskopi IR dan turunan spektroskopi Uv (Khan et. Al., 2002).
Pengukuran dengan spektroskopi IR menggunakan range frekuensi 4000 – 400 cm-1. Penghitungan derajat deasetilasi (DD) kitosan menggunakan baseline yang dikemukakan Baxter dengan persamaan sebagai berikut :
Baseline oleh Baxter et. al.
DD = 100-[(A1655/A3450) X 115]
Dengan menghitung (A1655) amida = Log 10 (DF2 / DE) dan
(A3450) hidroksil = Log 10 (AC / AB)
Dimana :
(A1655) amida = absorbansi pada 1655 cm –1 pada pita amida.
Diartikan sebagai muatan N-asetil.
(A3450) hidroksil = absorbansi pada 3450 cm –1 pada pita hidroksil.
Diartikan sebagai standar internal untuk mengkoreksi ketebalan film atau perbedaan konsentrasi kitosan dalam bentuk bubuk.
DF2, DE = tinggi absolut pita absorbansi dari gugus fungsi pada masing-masing panjang gelombangnya.