A. Kepala sekolah sebagai Manajer dan Pemimpin
1. Kepala Sekolah sebagai manajer
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer. Mulyasa, (2005: 103) mengemukakan bahwa kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberikan kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.
a. Memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif dimaksudkan bahwa dalam peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah, kepala sekolah harus mementingkan kerja sama dengan tenaga kependidikan dan pihak lain yang terkait dalam melaksanakan setiap kegiatan. Sebagai manajer kepala sekolah harus mau dan mampu memdayagunakan seluruh sumber daya sekolah dalam rangka mewujudkan visi, misi dan mencapai tujuan. Kepala sekolah harus mampu bekerja melalui orang lain (wakil-wakilnya), serta berusaha untuk senantiasa mempertanggungjawabkan setiap tindakan. kepala sekolah harus mampu menghadapi berbagai persoalan di sekolah, berusaha untuk menjadi juru penengah dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi oleh para tenaga kependidikan yang menjadi bawahannya, serta berusaha untuk mengambil keputusan yang memuaskan bagi semua.
b. Memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, sebagai manajer kepala sekolah harus meningkatkan profesi secara persuasif dan dari hati ke hati. Dalam hal ini, kepala sekolah harus bersikap demokratis dan memberikan kesempatan kepada seluruh tenaga kependidikan untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Misalnya memberi kesempatan kepada bawahan untuk meningkatkan profesinya melalui berbagai penataran dan lokakarya sesuai dengan bidangnya masing-masing.
c. Mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan, dimaksudkan bahwa kepaal harus berusaha untuk mendorong keterlibatan semua tenaga kependidikan dalam setiap kegiatan di sekolah (partisipatif). Dalam hal ini kepala sekolah bisa berpedoman pada asas-asas, yaitu: asas tujuan, asas keunggulan, asa mufakat, asas kesatuan, asas persatuan, asas empirisme, asas keakraban, dan asas integritas
Kemampuan menyusun program sekolah harus diwujudkan dalam : 1) pengembangan program jangka panjang, baik program akademis maupun nonakademis, yang dituangkan dalam kurun waktu lebih dari lima tahun; 2) pengembangan program jangka menengah, baik program akademis maupun nonakademis, yang dituangkan dalam kurun waktu tiga sampai lima tahun; 3) pengembangan program jangka pendek, baik program akademis maupun nonakademis, yang dituangkan dalam kurun waktu satu tahun (program tahunan), termasuk pengembangan rencana anggaran pendapatan belanja sekolah (RAPBS) dan anggaran biaya sekolah (ABS). Dalam pada itu, kepala sekolah harus memiliki mekanisme yang jelas untuk memonitor dan mengecaluasi pelaksanaan program secara periodik, sistemik, dan sistematik.
Kemampuan menyusun organisasi personalia sekolah harus diwujudkan dalam pengembangan susunan personalia sekolah; pengembangan susunan personalia pendukung, seperti pengelola laboratorium, perpustakaan, dan pusat sumber belajar (PSB); serta penyusunan kepanitiaan untuk kegiatan temporer, seperti panitia penerimaan peserta didik baru (PSB), panitia ujian, dan panitia peringatan hari-hari besar keagamaan.
Kemampuan memberdayakan tenaga kependidikan di sekolah harus diwujudkan dalam pemberian arahan secara dinamis, pengkoordinasian tenaga kependidikan dalam pelaksanaan tugas, pemberian hadiah (reward) bagi mereka yang berprestasi, dan pemberian hukuman (punisment) bagi yang kurang disiplin dalam melaksanakan tugas.
Kemampuan mendayagunakan sumber daya sekolah yang harus diwujudkan dalam pendayagunaan serta perawatan sarana dan prasarana sekolah, pencatatan berbagai kinerja tenaga kependidikan, dan pengembangan program peningkatan profesionalisme.
2. Kepala Sekolah sebagai Pemimpin
Pemimpin pada dasarnya mempunyai pokok pengertian sebagai sifat, kemampuan, proses, dan atau konsep yang dimiliki oleh seseorang sedemikian rupa sehingga ia diikuti atau dipatuhi, dihormati dan disayangi oleh orang lain dan orang lain itu bersedia dengan penuh keikhlasan melakukan perbuatan atau kegiatan yang dikehendaki oleh seseorang tersebut.
Bertolak dari dasar pengertian tersebut, terdapat beberapa batasan yang dikemukakan oleh beberapa cendikiawan sebagai berikut:
a. Prof. Dr. H. Arifin Abdulrahman:
“Kepemimpinan sebagai kemampuan seseorang untuk menggerakkan orang-orang mengikuti pemimpin”.
b. Charles B. Hicks Ph. D & Irene Place Ed. D:
“Leadership is the art of influencing human behavior, the ability to handle people”.
c. James A. F. Stoner:
“Leadership may be defined as the process of influencing and directing the task related activities of group member”.
Dari berbagai pengertian tersebut di atas dapat ditarik intinya bahwa kepemimpinan itu adalah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang sehingga orang tersebut mampu menggerakkan orang-orang melakukan perbuatan atau tindakan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Kepemimpinan dalam organisasi kerja disebut dengan istilah kepemimpinan kerja, yaitu suatu kepemimpinan yang bersifat sebagai proses pengarahan terhadap pencapaian tujuan dan pembinaan atas tenaga atau orang-orang yang terlibat dalam proses pencapaian tujuan itu dengan cara mempengaruhi, memotivasi dan mengendalikannya.
Berbicara masalah kepemimpinan tidak lengkap jika tidak membicarakan sekaligus subyeknya yaitu pemimpin, yaitu orang yang karena sesuatu sebab dapat memiliki kekuasaan, kewenangan, kewibawaan dan kekuatan lain serta dipatuhi dan diikuti sekelompok orang. Dimasyarakat terdapat dua jenis pemimpin, pertama pemimpin formal dan kedua pemimpin informal. Ditinjau dari segi kemasyarakatan, yang disebut pemimpin formal adalah orang-orang yang menduduki jabatan dalam pemerintahan, sedangkan pemimpin informal adalah orang-orang yang tidak menduduki jabatan pemerintahan, tetapi memiliki pengikut, dipatuhi, dan ditaati sekelompok orang. Secara popular sebutan demikian identik dengan sebutan “sesepuh” masyarakat. Faktor yang paling menonjol dalam diri pemimpin informal adalah kewibawaan. Dengan kewibawaan yang ada padanya itulah ia diikuti, ditaati serta dipatuhi oleh orang-orang.
Orang berusaha menumbuhkan wibawa pribadi, tetapi kruang menghayati adanya sumber yang harus digali, bahkan karena kurang kesadaran terhadapnya, orang serius menggunakan “kekerasan” untuk mencoba supaya “berwibawa”. Mungkin untuk beberapa saat yang relative singkat dapat berhasil, tetapi hal ini biasanya tidak dapat bertahan lama. Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya seorang atasan suatu unit kerja yang selalu datang ketempat kerja terlambat, suatu hari memarahi habis-habisan bawahan yang datang terlambat bahkan si bawahan ini dihukum dengan dipotong pendapatannya. Tindakan ini bukan suatu tindakan terpuji atau tindakan seseorang yang berwibawa melainkan tindakan seseorang yang berkuasa. Hasil tindakan ini tidak akan berlaku lama, bahkan dapat menimbulkan antipati dari bawahan.
Pemimpin formal (KEPALA) dalam melaksanakan kepemimpinannya telah dilengkapi dengan wewenang dan kekuasaan sebagai alat atau “senjata” yang ampuh dalam memimpin dan memerintah. Namun apabila “senjata” itu tidak disertai dengan wibawa, untuk jangka panjang penggunaan wewenang dan kekuasaan itu tidak membuahkan hasil yang dapat dinikmati khususnya secara spiritual. Tegasnya “dua wajah pemimpin” seperti pada gambar ini hendaknya menyatu dalam diri pribadi pemimpin, sehingga dengan demikian tercipta pemimpin dalam arti yang sebenarnya secara fisik dan mental.
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer. Mulyasa, (2005: 103) mengemukakan bahwa kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberikan kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.
a. Memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif dimaksudkan bahwa dalam peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah, kepala sekolah harus mementingkan kerja sama dengan tenaga kependidikan dan pihak lain yang terkait dalam melaksanakan setiap kegiatan. Sebagai manajer kepala sekolah harus mau dan mampu memdayagunakan seluruh sumber daya sekolah dalam rangka mewujudkan visi, misi dan mencapai tujuan. Kepala sekolah harus mampu bekerja melalui orang lain (wakil-wakilnya), serta berusaha untuk senantiasa mempertanggungjawabkan setiap tindakan. kepala sekolah harus mampu menghadapi berbagai persoalan di sekolah, berusaha untuk menjadi juru penengah dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi oleh para tenaga kependidikan yang menjadi bawahannya, serta berusaha untuk mengambil keputusan yang memuaskan bagi semua.
b. Memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, sebagai manajer kepala sekolah harus meningkatkan profesi secara persuasif dan dari hati ke hati. Dalam hal ini, kepala sekolah harus bersikap demokratis dan memberikan kesempatan kepada seluruh tenaga kependidikan untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Misalnya memberi kesempatan kepada bawahan untuk meningkatkan profesinya melalui berbagai penataran dan lokakarya sesuai dengan bidangnya masing-masing.
c. Mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan, dimaksudkan bahwa kepaal harus berusaha untuk mendorong keterlibatan semua tenaga kependidikan dalam setiap kegiatan di sekolah (partisipatif). Dalam hal ini kepala sekolah bisa berpedoman pada asas-asas, yaitu: asas tujuan, asas keunggulan, asa mufakat, asas kesatuan, asas persatuan, asas empirisme, asas keakraban, dan asas integritas
Kemampuan menyusun program sekolah harus diwujudkan dalam : 1) pengembangan program jangka panjang, baik program akademis maupun nonakademis, yang dituangkan dalam kurun waktu lebih dari lima tahun; 2) pengembangan program jangka menengah, baik program akademis maupun nonakademis, yang dituangkan dalam kurun waktu tiga sampai lima tahun; 3) pengembangan program jangka pendek, baik program akademis maupun nonakademis, yang dituangkan dalam kurun waktu satu tahun (program tahunan), termasuk pengembangan rencana anggaran pendapatan belanja sekolah (RAPBS) dan anggaran biaya sekolah (ABS). Dalam pada itu, kepala sekolah harus memiliki mekanisme yang jelas untuk memonitor dan mengecaluasi pelaksanaan program secara periodik, sistemik, dan sistematik.
Kemampuan menyusun organisasi personalia sekolah harus diwujudkan dalam pengembangan susunan personalia sekolah; pengembangan susunan personalia pendukung, seperti pengelola laboratorium, perpustakaan, dan pusat sumber belajar (PSB); serta penyusunan kepanitiaan untuk kegiatan temporer, seperti panitia penerimaan peserta didik baru (PSB), panitia ujian, dan panitia peringatan hari-hari besar keagamaan.
Kemampuan memberdayakan tenaga kependidikan di sekolah harus diwujudkan dalam pemberian arahan secara dinamis, pengkoordinasian tenaga kependidikan dalam pelaksanaan tugas, pemberian hadiah (reward) bagi mereka yang berprestasi, dan pemberian hukuman (punisment) bagi yang kurang disiplin dalam melaksanakan tugas.
Kemampuan mendayagunakan sumber daya sekolah yang harus diwujudkan dalam pendayagunaan serta perawatan sarana dan prasarana sekolah, pencatatan berbagai kinerja tenaga kependidikan, dan pengembangan program peningkatan profesionalisme.
2. Kepala Sekolah sebagai Pemimpin
Pemimpin pada dasarnya mempunyai pokok pengertian sebagai sifat, kemampuan, proses, dan atau konsep yang dimiliki oleh seseorang sedemikian rupa sehingga ia diikuti atau dipatuhi, dihormati dan disayangi oleh orang lain dan orang lain itu bersedia dengan penuh keikhlasan melakukan perbuatan atau kegiatan yang dikehendaki oleh seseorang tersebut.
Bertolak dari dasar pengertian tersebut, terdapat beberapa batasan yang dikemukakan oleh beberapa cendikiawan sebagai berikut:
a. Prof. Dr. H. Arifin Abdulrahman:
“Kepemimpinan sebagai kemampuan seseorang untuk menggerakkan orang-orang mengikuti pemimpin”.
b. Charles B. Hicks Ph. D & Irene Place Ed. D:
“Leadership is the art of influencing human behavior, the ability to handle people”.
c. James A. F. Stoner:
“Leadership may be defined as the process of influencing and directing the task related activities of group member”.
Dari berbagai pengertian tersebut di atas dapat ditarik intinya bahwa kepemimpinan itu adalah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang sehingga orang tersebut mampu menggerakkan orang-orang melakukan perbuatan atau tindakan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Kepemimpinan dalam organisasi kerja disebut dengan istilah kepemimpinan kerja, yaitu suatu kepemimpinan yang bersifat sebagai proses pengarahan terhadap pencapaian tujuan dan pembinaan atas tenaga atau orang-orang yang terlibat dalam proses pencapaian tujuan itu dengan cara mempengaruhi, memotivasi dan mengendalikannya.
Berbicara masalah kepemimpinan tidak lengkap jika tidak membicarakan sekaligus subyeknya yaitu pemimpin, yaitu orang yang karena sesuatu sebab dapat memiliki kekuasaan, kewenangan, kewibawaan dan kekuatan lain serta dipatuhi dan diikuti sekelompok orang. Dimasyarakat terdapat dua jenis pemimpin, pertama pemimpin formal dan kedua pemimpin informal. Ditinjau dari segi kemasyarakatan, yang disebut pemimpin formal adalah orang-orang yang menduduki jabatan dalam pemerintahan, sedangkan pemimpin informal adalah orang-orang yang tidak menduduki jabatan pemerintahan, tetapi memiliki pengikut, dipatuhi, dan ditaati sekelompok orang. Secara popular sebutan demikian identik dengan sebutan “sesepuh” masyarakat. Faktor yang paling menonjol dalam diri pemimpin informal adalah kewibawaan. Dengan kewibawaan yang ada padanya itulah ia diikuti, ditaati serta dipatuhi oleh orang-orang.
Orang berusaha menumbuhkan wibawa pribadi, tetapi kruang menghayati adanya sumber yang harus digali, bahkan karena kurang kesadaran terhadapnya, orang serius menggunakan “kekerasan” untuk mencoba supaya “berwibawa”. Mungkin untuk beberapa saat yang relative singkat dapat berhasil, tetapi hal ini biasanya tidak dapat bertahan lama. Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya seorang atasan suatu unit kerja yang selalu datang ketempat kerja terlambat, suatu hari memarahi habis-habisan bawahan yang datang terlambat bahkan si bawahan ini dihukum dengan dipotong pendapatannya. Tindakan ini bukan suatu tindakan terpuji atau tindakan seseorang yang berwibawa melainkan tindakan seseorang yang berkuasa. Hasil tindakan ini tidak akan berlaku lama, bahkan dapat menimbulkan antipati dari bawahan.
Pemimpin formal (KEPALA) dalam melaksanakan kepemimpinannya telah dilengkapi dengan wewenang dan kekuasaan sebagai alat atau “senjata” yang ampuh dalam memimpin dan memerintah. Namun apabila “senjata” itu tidak disertai dengan wibawa, untuk jangka panjang penggunaan wewenang dan kekuasaan itu tidak membuahkan hasil yang dapat dinikmati khususnya secara spiritual. Tegasnya “dua wajah pemimpin” seperti pada gambar ini hendaknya menyatu dalam diri pribadi pemimpin, sehingga dengan demikian tercipta pemimpin dalam arti yang sebenarnya secara fisik dan mental.