PP 41/1990, MASA BAKTI DAN IZIN KERJA APOTEKER


http://kambing.vlsm.org/bebas/v01/RI/pp/1990/pp-1990-041.txt

PP 41/1990, MASA BAKTI DAN IZIN KERJA APOTEKER

  Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor:41 TAHUN 1990 (41/1990)

Tanggal:23 AGUSTUS 1990 (JAKARTA)

_________________________________________________________________

Tentang:MASA BAKTI DAN IZIN KERJA APOTEKER

Presiden Republik Indonesia

Menimbang:

a.bahwa dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
seluruh rakyat Indonesia diperlukan langkah-langkah bagi pemerataan,
pendayagunaan dan penyebaran tenaga kesehatan khususnya tenaga
apoteker secara rasional;
b.bahwa untuk mencapai tujuan tersebut perlu pengaturan masa bakti,
penyederhanaan pemberian izin kerja dan pembinaan terhadap tenaga
apoteker;
c.bahwa sehubungan dengan hal di atas, dan mengingat pengaturan
tentang pendaftaran ijazah dan pemberian izin menjalankan pekerjaan
kefarmasian bagi apoteker dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun
1964 tentang Pendaftaran Ijazah dan Pemberian Izin Melaksanakan
Pekerjaan Dokter/Dokter Gigi/Apoteker tidak sesuai lagi dengan kebu-
tuhan, dipandang perlu untuk mengganti dan mengatur kembali keten-
tuan termaksud dalam Peraturan Pemerintah;

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2.Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2068);

3.Undang-undang Nomor 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana
(Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 207, Tambahan Lembaran Ne-gara Nomor
2270);

4.Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1963 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2576);

5.Undang-undang Nomor 7 Tahun 1963 tentang Farmasi (Lembaran Negara
Tahun 1963 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2580);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIATENTANG MASA BAKTI
DAN IZIN KERJA APOTEKER.

BAB I KETENTUAN UMUM

*22808 Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1.Apoteker adalah Sajana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.

2.Pekejaan kefarmasian adalah pembuatan, pengolahan, peracikan,
pengubahan bentuk, penyampuran, penyimpanan dan penyerahan perbekalan
farmasi.

3.Masa bakti adalah masa pengabdian profesi apoteker dalam rangka
menjalankan tugas yang diberikan oleh Pemerintah pada suatu sarana
kesehatan.

4.Surat Izin Keja (SIK) adalah izin yang diberikan kepada apoteker
untuk menjalankan pekejaan kefarmasian setelah memenuhi persyaratan.

5. Menteri adalah Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

BAB II PELAPORAN

Pasal 2

(1)Pimpinan Perguruan Tinggi wajib menyampaikan laporan secara
tertulis kepada Menteri yang berisikan daftar apoteker yang baru lulus
selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah diberikannya
ijazah asli. (2)Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), Menteri atau pejabat yang ditunjuk meminta kepada apoteker yang
bersangkutan untuk melengkapi persyaratan dalam rangka penugasan masa
bakti. (3)Apoteker lulusan perguruan tinggi luar negeri wajib
melaporkan diri kepada Departemen Kesehatan selambat-lambatnya 6
(enam) bulan sesudah tiba di Indonesia. (4)Ketentuan mengenai
pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur oleh
Menteri.

Pasal 3

(1)Apoteker yang telah melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) diberikan Surat Penugasan. (2)SuratPenugasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberikan kewenangan kepada
apoteker untuk dapat melakukan pekerjaan kefarmasian dalam rangka
pelaksanaan masa bakti dan sekaligus merupakan dasar bagi pengajuan
permintaan izin kerja.

BAB III MASA BAKTI

Pasal 4

(1)Apoteker wajib menjalankan masa bakti sekurang-kurangnya 3 (tiga)
tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun, yang penetapannya dilakukan
oleh Menteri. (2)Masa bakti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan di sarana kesehatan milik Pemerintah, di Perguruan Tinggi
sebagai staf pengajar dan di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia. (3)Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) dapat ditetapkan Menteri untuk daerah
*22809 dan sarana kesehatan tertentu. (4)Ketentuan mengenai masa bakti
di Perguruan Tinggi sebagai staf pengajar diatur oleh Menteri setelah
mendengarkan pertimbangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sedangkan
di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesiadiatur oleh
Menteri setelah mendengar pertimbangan Menteri Pertahanan Keamanan dan
Panghma Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Pasal 5

(1)Apoteker yang telah selesai menjalankan masa bakti dapat mengikuti
pendidikan lanjutan. (2)Ketentuan mengenai tata cara dan syarat-syarat
administrasi mengikuti pendidikan lanjutan sebagaimana dimaksud dalatn
ayat (1) diatur oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan.

BAB IV IZIN KERJA

Pasal 6

(1)Apoteker yang bekerja pada sarana kesehatan milik swasta wajib
memimiliki Surat Izin Kerja. (2)Untuk memperoleh Surat Izin Keda
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),apoteker mengajukan permohonan
kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (3)Surat Izin Kerja
diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk setelah memenuhi
persyaratan : a.memiliki Surat Penugasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3; b.memiliki kemampuan jasmani dan rohani untuk menjalankan
pekerjaan kefarmasian; c.memiliki Surat Keputusan Penempatan yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan atau Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan atau Departemen Pertahanan Keamanan atau Markas Besar
Angkatan Bersenjata Repubhk Indonesia dalam rangka pelaksanaan masa
bakti.

Pasal 7

Permohonan Izin Kerja ditolak apabila:

a.Apoteker sedang menjalani pidana penjara;
b.Tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(3).

Pasal 8

Tata cara pemberian atau penolakan permohonan izin kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 diatur oleh Menteri.

Pasal 9

Apoteker yang telah memilih Surat Izin Kerja dan bekerja di sarana
kesehatan milik swasta wajib melaporkan diri kepada Menteri atau
pejabat yang ditunjuk.

*22810 Pasal 10

(1)Surat Izin Kerja berlaku selama memenuhi persyaratan yaitu:
a.dilaksanakan di satu wilayah Daerah Tingkat I sebagaimana ditentukan
dalam Surat Izin Kerja. b.Apoteker yang bersangkutan tidak cacat
jasmani dan/atau rohani yang tidak memungkinkan untuk menjalankan
pekerjaan kefarmasian. c.tidak sedang menjalankan pidana penjara atau
hukuman administratif berupa pencabutan Surat Izin Kerja. (2)Surat
Izin Kerja yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana ditnaksud dalam
ayat (1) dinyatakan tidak berlaku oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuk.

BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 11

(1)Pembinaan dan pengawasan terhadap apoteker dalam menjalankan tugas
profesinya dilakukan oleh Menteri dengan mengikutsertakan organisasi
profesi yang terkait. (2)Apoteker selama menjalankan tugas profesinya
wajib menaati semua peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang
ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 12

Apoteker dilarang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan profesi
Apoteker.

BAB VI SANKSI

Pasal 13

Apoteker yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya melanggar
ketentuan Pasal 4 ayat (1) dikenakan pidana kurungan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja
Sarjana.

Pasal 14

(1)Tanpa mengurangi ketentuan yang berlaku dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana, apoteker yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya
melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 9, Pasal 11 ayat
(2)dan Pasal 12 dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan. (2) Hukuman
administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa
pencabutan Surat Izin Kerja untuk jangka waktu selama-lamanya 1 (satu)
tahun, kecuali dalam hal-hal tertentu dapat dimungkinkan pencabutan
lebih dari 1 (satu) tahun. (3)Hukuman administratif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diberikan oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuk.

*22811 BAB VII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 15

(1)Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua ketentuan
pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1964 tentang
Pendaftaran Ijazah dan Pemberian Izin Menjalankan Pekerjaan
Dokter/Dokter Gigi/Apoteker sejauh yang menyangkut pengaturan tentang
apoteker dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Pemerintah ini dan/atau belum diganti dengan peraturan yang
baru berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. (2)SuratIzin
kerja Sementara dan Surat Izin Kerja yang telah diberikan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1964 dinyatakan masih tetap
berlaku dan merupakan dasar pengajuan memperoleh Surat Izin Kerja baru
berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

BAB VIII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 16

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor
36 Tahun 1964 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Menjalankan
Pekerjaan Dokter/Dokter Gigi/Apoteker dinyatakan tidak berlaku lagi

Pasal 17

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Nopember 1990.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Agustus 1990 PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA

ttd.

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Agustus 1990 MENTERI/SEKRETARIS
NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ttd.

MOERDIONO

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 41 TAHUN
1990 TENTANG MASA BAKTI DAN IZIN KERJA APOTEKER *22812
I.UMUM

Upaya di bidang farmasi merupakan bagian integral dari pembangunan
kesehatan yang ditujukan untuk mewujudkan derajad kesehatan rakyat
secara optimal. Upaya ini meliputi penyediaan, penyimpanan, peredaran
dan pemakaian obat-obatan dan alat kesehatan serta pengendalian,
pengawasan dan pembinaan upaya di bidang obat, termasuk di dalamnya
narkotika, psikotropika, minuman keras, alat dan perbekalan farmasi
lainnya. Sejalan dengan upaya tersebut kegiatan pengendalian dan
pengawasan perlu ditingkatkan agar disamping adanya kemudahan untuk
mendapatkan obat, masyarakat juga terlindung dari penyalahgunaan dan
penggunaan obat- obatan secara salah. Dalam hubungan ini apoteker
merupakan tenaga yang potensial untuk mengemban tugas pemerataan
pelayanan farmasi maupun turut serta dalam pengendalian dan pengawasan
obat-obatan dan perbekalan farmasi lainnya. Oleh karena itu penyebaran
apoteker secara merata di tanah air perlu dilaksanakan. Penyebaran
apoteker hingga saat ini belum dapat dilaksanakan secara merata akibat
adanya berbagai hambatan. Pendekatan terhadap permasalahan ini hanya
dapat dilaksanakan dengan meningkatkan pendayagunaan apoteker dengan
cara mewajibkan setiap apoteker yang baru lulus untuk mengikuti masa
bakti. Pelaksanaan masa bakti dilakukan pada sarana kesehatan milik
Pemerintah atau di Perguruan Tinggi sebagai staf pengajar atau di
lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesiasampai jangka waktu
tertentu. Dalam rangka pendayagunaan ini, terhadap apoteker yang telah
melengkapi persyaratan pelaporan, diterbitkan Surat Penugasan yang
memberikan kewenangan kepada apoteker yang bersangkutan untuk
menjalankan pekerjaan kefarmasian dan merupakan pemberian tanggung
jawab dalam upaya pengendalian dan pengawasan perbekalan farmasi. Bagi
apoteker yang selama masa: bakti atau telah selesai menjalankan masa
bakti, akan bekerja di sarana kesehatan swasta dapat diberikan Surat
Izin Kerja apabila untuk itu telah dipenuhi syarat-syarat yang
ditentukan. Erat kaitannya dengan pendayagunaan tenaga apoteker ini
adalah segi pembinaan dan pengawasan dalam menjalankan profesinya,
terutama untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat.
Pembinaan dan pengawasan ini dilaksanakan oleh Menteri atau pejabat
yang ditunjuk dengan mengikutsertakan organisasi profesi yang terkait.
Mengingat ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1964
yang antara lain mengatur Pendaftaran Ijazah dan Pemberian Izin
Menjalankan Pekerjaan Apoteker, tidak sesuai lagi dengan kebutuhan
pembangunan kesehatan, maka dipandang perlu untuk mengaturnya kembali
dengan Peraturan Pemerintah ini. Dengan diaturnya Apoteker dalam
Peraturan Pemerintah ini dan Dokter/Dokter Gigi dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 1988, maka Peraturan Pemerintah Nomor 36
Tahun 1964 tentang Pendaftaran Ijazah dan Pemberian Izin Menjalankan
Pekerjaan Dokter/Dokter Gigi/Apoteker dinyatakan tidak berlaku lagi.

II.PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Ayat (1) Laporan ini
sangat diperlukan untuk mengetahui jumlah apoteker yang dihasilkan
oleh lembaga pendidikan setiap *22813 periode tertentu, dalam rangka
perencanaan pendayagunaan dan penyebaran apoteker di wilayah Republik
Indonesiadalam pelaksanaan wajib masa bakti. Pembatasan jangka waktu
1 (satu) bulan, dimaksudkan agar jumlah lulusan apoteker dapat segera
diketahui bagi keperluan penyusunan rencana tersebut di atas. Dalam
laporan tersebut dicantumkan antara lain nama, jenis kelamin, alamat
lengkap, status, bulan dan tahun lulus apoteker. Pencantuman data
tersebut dimaksudkan untuk memudahkan menghubungi apoteker yang
bersangkutan untuk diketahui. Yang dimaksud dengan perguruan tinggi
dalam Peraturan Pemerintah ini adalah Lembaga Pendidikan Tinggi,
apapun namanya, yang menyelenggarakan pendidikan apoteker. Ayat (2)
Kelengkapan persyaratan yang dimaksud misalnya ijazah, surat
keterangan sehat dari dokter yang berwenang, dan lain-lain yang
diperlukan bagi penugasan tersebut. Ayat (3) Penentuan kewajiban untuk
melaporkan diri, dimaksudkan untuk memberikan pengarahan dari Menteri
Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan penyesuaian ilmu pengetahuan yang diperoleh dari luar negeri
dan penerapannya dalam pekerjaan kefarmasian di Indonesia. Setelah
dinyatakan selesai melakukan penyesuaian tersebut yang bersangkutan
wajib melengkapi persyaratan dalam rangka masa bakti dalam batas waktu
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 3

Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksudkan pemberian kewenangan
adalah pemberian kewenangan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
Dengan Surat Penugasan ini sekaligus berarti pemberian pengakuan dan
kewenangan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di sarana kesehatan
milik Pemerintah, atau di Perguruan Tinggi sebagai pengajar, atau di
lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Disamping itu,
Surat Penugasan tersebut juga merupakan dasar untuk mengajukan
permintaan Surat Izin Kepada bagi Apoteker yang bersangkutan. Pasal 4

Ayat (1) Penetapan lamanya kewajiban menjalankan masa bakti
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dalam ayat ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja
Sarjana yang prinsipnya menyatakan bahwa sarjana wajib bekerja pada
Pemerintah atau perusahaan yang ditunjuk oleh Pemerintah
sekurang-kurangnya-selama 3 (tiga) tahun. Ayat (2) Cukup jelas Ayat
(3) Pengecualian ini terutama menyangkut lamanya pelaksanaan masa
bakti sebagaimana diatur dalam ayat (1). Bagi daerah atau sarana
kesehatan tertentu, seperti daerah atau tempat yang berdasar
pertimbangan lain seperti misalnya sarana, rawan dari segi keamanan,
lamanya masa bakti *22814 dapat lebih dipersingkat. Penentuan seperti
itu dan lamanya masa bakti, ditetapkan oleh Menteri. Ayat (4) Cukup
jelas

Pasal 5 Ayat (1) Pendidikan lanjutan bertujuan untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan dan karier apoteker serta bertujuan pula untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada masyarakat. Ayat (2) Yang
dimaksudkan dengan syarat-syarat administrasi disini antara lain bukti
telah menyelesaikan masa bakti, dan permohonan mengikuti pendidikan
lanjutan dari yang bersangkutan. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3) Persyaratan-persyaratan dalam ayat ini merupakan
syarat yang harus dipenuhi apoteker untuk memperoleh Surat Izin Kerja.
Memiliki kemampuan jasmani dan rohani sebagaimana dimaksud dalam huruf
b harus dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari dokter yang
telah memiliki Surat Izin Praktek atau dokter pada sarana kesehatan.
Pasal 7 Huruf a Termasuk dalam pengertian pidana penjara adalah pidana
penjara bersyarat. Huruf b Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9
Kewajiban apoteker untuk melapor semata-mata dimaksudkan untuk
mengetahui jumlah tenaga apoteker yang bekerja di sarana kesehatan
milik swasta dan penyebaran tenaga apoteker di seluruh wilayah tanah
air dalam rangka pembinaan profesi. Pasal 10 Ayat (1) Prinsipnya,
Surat Izin Kerja hanya diberikan 1 (satu) kali dan berlaku selamanya
untuk daerah tertentu, kecuali bila yang bersangkutan sudah tidak
memenuhi persyaratan, misalnya pindah kerja dari wilayah yang
diizinkan, usia lanjut, cacat fisik atau mental yang tidak
memungkinkan untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian atau dikenakan
pidana penjara atau hukuman administratif berupa pencabutan Surat Ijin
Kerja. Termasuk dalam pengertian pidana penjara adalah pidana penjara
bersyarat. Pernyataan tidak berlakunya Surat Izin Kerja diberikan
dengan surat keputusan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk
berdasarkan penelitian terhadap syarat-syarat itu sendiri. SuratIzin
Kerja tersebut dinyatakan berlaku kembali apabila hal-hal yang
menyebabkan tidak berlakunya Surat Ijin Kerja tidak ada lagi.
Pernyataan berlakunya kembali Surat Izin Kerja oleh Menteri atau
Pejabat yang ditunjuk dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan Menteri
*22815 atau Pejabat yang ditunjuk pula. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 11
Ayat (1) Pembinaan terhadap apoteker diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan dan disiplin apoteker. Adapun pengawasan dimaksudkan agar
apoteker tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk melaksanakan
pembinaan dan pengawasan yang lebih efektif terhadap apoteker dalam
melaksanakan tugasnya, peranan organisasi profesi seperti Ikatan
Sarjana Farmasi Indonesia sangat penting. Oleh karena itu organisasi
profesi tersebut perlu diikutsertakan dalam pembinaan dan pengawasan
apoteker. Ayat (2) Apoteker dalam menjalankan profesinya diwajibkan
menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan
lainnya termasuk ketentuan-ketentuan dari Pemerintah. Pasal 12 Profesi
apoteker adalah keahlian yang menjadi tugas, wewenang dan tanggung
jawab apoteker sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan sumpah
apoteker. Pasal 13 Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana adalah pidana kurungan
selama- lamanya 9 (sembilan) bulan. Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas Ayat
(2) Dalam rangka pembinaan, sebelum sanksi administratif dijatuhkan
terhadap apoteker yang melakukan pelanggaran, wajib didengar lebih
dalam pertimbangan dari Majelis Pertimbangan yang dibentuk oleh
Menteri. Pencabutan Surat Izin Kerja selama 1  
http://kambing.vlsm.org/bebas/v01/RI/pp/1990/pp-1990-041.txt

PP 41/1990, MASA BAKTI DAN IZIN KERJA APOTEKER

  Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor:41 TAHUN 1990 (41/1990)

Tanggal:23 AGUSTUS 1990 (JAKARTA)

_________________________________________________________________

Tentang:MASA BAKTI DAN IZIN KERJA APOTEKER

Presiden Republik Indonesia

Menimbang:

a.bahwa dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
seluruh rakyat Indonesia diperlukan langkah-langkah bagi pemerataan,
pendayagunaan dan penyebaran tenaga kesehatan khususnya tenaga
apoteker secara rasional;
b.bahwa untuk mencapai tujuan tersebut perlu pengaturan masa bakti,
penyederhanaan pemberian izin kerja dan pembinaan terhadap tenaga
apoteker;
c.bahwa sehubungan dengan hal di atas, dan mengingat pengaturan
tentang pendaftaran ijazah dan pemberian izin menjalankan pekerjaan
kefarmasian bagi apoteker dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun
1964 tentang Pendaftaran Ijazah dan Pemberian Izin Melaksanakan
Pekerjaan Dokter/Dokter Gigi/Apoteker tidak sesuai lagi dengan kebu-
tuhan, dipandang perlu untuk mengganti dan mengatur kembali keten-
tuan termaksud dalam Peraturan Pemerintah;

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2.Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2068);

3.Undang-undang Nomor 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana
(Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 207, Tambahan Lembaran Ne-gara Nomor
2270);

4.Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1963 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2576);

5.Undang-undang Nomor 7 Tahun 1963 tentang Farmasi (Lembaran Negara
Tahun 1963 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2580);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIATENTANG MASA BAKTI
DAN IZIN KERJA APOTEKER.

BAB I KETENTUAN UMUM

*22808 Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1.Apoteker adalah Sajana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.

2.Pekejaan kefarmasian adalah pembuatan, pengolahan, peracikan,
pengubahan bentuk, penyampuran, penyimpanan dan penyerahan perbekalan
farmasi.

3.Masa bakti adalah masa pengabdian profesi apoteker dalam rangka
menjalankan tugas yang diberikan oleh Pemerintah pada suatu sarana
kesehatan.

4.Surat Izin Keja (SIK) adalah izin yang diberikan kepada apoteker
untuk menjalankan pekejaan kefarmasian setelah memenuhi persyaratan.

5. Menteri adalah Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

BAB II PELAPORAN

Pasal 2

(1)Pimpinan Perguruan Tinggi wajib menyampaikan laporan secara
tertulis kepada Menteri yang berisikan daftar apoteker yang baru lulus
selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah diberikannya
ijazah asli. (2)Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), Menteri atau pejabat yang ditunjuk meminta kepada apoteker yang
bersangkutan untuk melengkapi persyaratan dalam rangka penugasan masa
bakti. (3)Apoteker lulusan perguruan tinggi luar negeri wajib
melaporkan diri kepada Departemen Kesehatan selambat-lambatnya 6
(enam) bulan sesudah tiba di Indonesia. (4)Ketentuan mengenai
pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur oleh
Menteri.

Pasal 3

(1)Apoteker yang telah melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) diberikan Surat Penugasan. (2)SuratPenugasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberikan kewenangan kepada
apoteker untuk dapat melakukan pekerjaan kefarmasian dalam rangka
pelaksanaan masa bakti dan sekaligus merupakan dasar bagi pengajuan
permintaan izin kerja.

BAB III MASA BAKTI

Pasal 4

(1)Apoteker wajib menjalankan masa bakti sekurang-kurangnya 3 (tiga)
tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun, yang penetapannya dilakukan
oleh Menteri. (2)Masa bakti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan di sarana kesehatan milik Pemerintah, di Perguruan Tinggi
sebagai staf pengajar dan di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia. (3)Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) dapat ditetapkan Menteri untuk daerah
*22809 dan sarana kesehatan tertentu. (4)Ketentuan mengenai masa bakti
di Perguruan Tinggi sebagai staf pengajar diatur oleh Menteri setelah
mendengarkan pertimbangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sedangkan
di lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesiadiatur oleh
Menteri setelah mendengar pertimbangan Menteri Pertahanan Keamanan dan
Panghma Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Pasal 5

(1)Apoteker yang telah selesai menjalankan masa bakti dapat mengikuti
pendidikan lanjutan. (2)Ketentuan mengenai tata cara dan syarat-syarat
administrasi mengikuti pendidikan lanjutan sebagaimana dimaksud dalatn
ayat (1) diatur oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan.

BAB IV IZIN KERJA

Pasal 6

(1)Apoteker yang bekerja pada sarana kesehatan milik swasta wajib
memimiliki Surat Izin Kerja. (2)Untuk memperoleh Surat Izin Keda
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),apoteker mengajukan permohonan
kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (3)Surat Izin Kerja
diberikan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk setelah memenuhi
persyaratan : a.memiliki Surat Penugasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3; b.memiliki kemampuan jasmani dan rohani untuk menjalankan
pekerjaan kefarmasian; c.memiliki Surat Keputusan Penempatan yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan atau Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan atau Departemen Pertahanan Keamanan atau Markas Besar
Angkatan Bersenjata Repubhk Indonesia dalam rangka pelaksanaan masa
bakti.

Pasal 7

Permohonan Izin Kerja ditolak apabila:

a.Apoteker sedang menjalani pidana penjara;
b.Tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(3).

Pasal 8

Tata cara pemberian atau penolakan permohonan izin kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 diatur oleh Menteri.

Pasal 9

Apoteker yang telah memilih Surat Izin Kerja dan bekerja di sarana
kesehatan milik swasta wajib melaporkan diri kepada Menteri atau
pejabat yang ditunjuk.

*22810 Pasal 10

(1)Surat Izin Kerja berlaku selama memenuhi persyaratan yaitu:
a.dilaksanakan di satu wilayah Daerah Tingkat I sebagaimana ditentukan
dalam Surat Izin Kerja. b.Apoteker yang bersangkutan tidak cacat
jasmani dan/atau rohani yang tidak memungkinkan untuk menjalankan
pekerjaan kefarmasian. c.tidak sedang menjalankan pidana penjara atau
hukuman administratif berupa pencabutan Surat Izin Kerja. (2)Surat
Izin Kerja yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana ditnaksud dalam
ayat (1) dinyatakan tidak berlaku oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuk.

BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 11

(1)Pembinaan dan pengawasan terhadap apoteker dalam menjalankan tugas
profesinya dilakukan oleh Menteri dengan mengikutsertakan organisasi
profesi yang terkait. (2)Apoteker selama menjalankan tugas profesinya
wajib menaati semua peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang
ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 12

Apoteker dilarang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan profesi
Apoteker.

BAB VI SANKSI

Pasal 13

Apoteker yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya melanggar
ketentuan Pasal 4 ayat (1) dikenakan pidana kurungan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja
Sarjana.

Pasal 14

(1)Tanpa mengurangi ketentuan yang berlaku dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana, apoteker yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya
melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 9, Pasal 11 ayat
(2)dan Pasal 12 dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan. (2) Hukuman
administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa
pencabutan Surat Izin Kerja untuk jangka waktu selama-lamanya 1 (satu)
tahun, kecuali dalam hal-hal tertentu dapat dimungkinkan pencabutan
lebih dari 1 (satu) tahun. (3)Hukuman administratif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diberikan oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuk.

*22811 BAB VII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 15

(1)Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua ketentuan
pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1964 tentang
Pendaftaran Ijazah dan Pemberian Izin Menjalankan Pekerjaan
Dokter/Dokter Gigi/Apoteker sejauh yang menyangkut pengaturan tentang
apoteker dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Pemerintah ini dan/atau belum diganti dengan peraturan yang
baru berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. (2)SuratIzin
kerja Sementara dan Surat Izin Kerja yang telah diberikan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1964 dinyatakan masih tetap
berlaku dan merupakan dasar pengajuan memperoleh Surat Izin Kerja baru
berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

BAB VIII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 16

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor
36 Tahun 1964 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Menjalankan
Pekerjaan Dokter/Dokter Gigi/Apoteker dinyatakan tidak berlaku lagi

Pasal 17

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Nopember 1990.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Agustus 1990 PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA

ttd.

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Agustus 1990 MENTERI/SEKRETARIS
NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ttd.

MOERDIONO

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 41 TAHUN
1990 TENTANG MASA BAKTI DAN IZIN KERJA APOTEKER *22812
I.UMUM

Upaya di bidang farmasi merupakan bagian integral dari pembangunan
kesehatan yang ditujukan untuk mewujudkan derajad kesehatan rakyat
secara optimal. Upaya ini meliputi penyediaan, penyimpanan, peredaran
dan pemakaian obat-obatan dan alat kesehatan serta pengendalian,
pengawasan dan pembinaan upaya di bidang obat, termasuk di dalamnya
narkotika, psikotropika, minuman keras, alat dan perbekalan farmasi
lainnya. Sejalan dengan upaya tersebut kegiatan pengendalian dan
pengawasan perlu ditingkatkan agar disamping adanya kemudahan untuk
mendapatkan obat, masyarakat juga terlindung dari penyalahgunaan dan
penggunaan obat- obatan secara salah. Dalam hubungan ini apoteker
merupakan tenaga yang potensial untuk mengemban tugas pemerataan
pelayanan farmasi maupun turut serta dalam pengendalian dan pengawasan
obat-obatan dan perbekalan farmasi lainnya. Oleh karena itu penyebaran
apoteker secara merata di tanah air perlu dilaksanakan. Penyebaran
apoteker hingga saat ini belum dapat dilaksanakan secara merata akibat
adanya berbagai hambatan. Pendekatan terhadap permasalahan ini hanya
dapat dilaksanakan dengan meningkatkan pendayagunaan apoteker dengan
cara mewajibkan setiap apoteker yang baru lulus untuk mengikuti masa
bakti. Pelaksanaan masa bakti dilakukan pada sarana kesehatan milik
Pemerintah atau di Perguruan Tinggi sebagai staf pengajar atau di
lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesiasampai jangka waktu
tertentu. Dalam rangka pendayagunaan ini, terhadap apoteker yang telah
melengkapi persyaratan pelaporan, diterbitkan Surat Penugasan yang
memberikan kewenangan kepada apoteker yang bersangkutan untuk
menjalankan pekerjaan kefarmasian dan merupakan pemberian tanggung
jawab dalam upaya pengendalian dan pengawasan perbekalan farmasi. Bagi
apoteker yang selama masa: bakti atau telah selesai menjalankan masa
bakti, akan bekerja di sarana kesehatan swasta dapat diberikan Surat
Izin Kerja apabila untuk itu telah dipenuhi syarat-syarat yang
ditentukan. Erat kaitannya dengan pendayagunaan tenaga apoteker ini
adalah segi pembinaan dan pengawasan dalam menjalankan profesinya,
terutama untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat.
Pembinaan dan pengawasan ini dilaksanakan oleh Menteri atau pejabat
yang ditunjuk dengan mengikutsertakan organisasi profesi yang terkait.
Mengingat ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1964
yang antara lain mengatur Pendaftaran Ijazah dan Pemberian Izin
Menjalankan Pekerjaan Apoteker, tidak sesuai lagi dengan kebutuhan
pembangunan kesehatan, maka dipandang perlu untuk mengaturnya kembali
dengan Peraturan Pemerintah ini. Dengan diaturnya Apoteker dalam
Peraturan Pemerintah ini dan Dokter/Dokter Gigi dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 1988, maka Peraturan Pemerintah Nomor 36
Tahun 1964 tentang Pendaftaran Ijazah dan Pemberian Izin Menjalankan
Pekerjaan Dokter/Dokter Gigi/Apoteker dinyatakan tidak berlaku lagi.

II.PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Ayat (1) Laporan ini
sangat diperlukan untuk mengetahui jumlah apoteker yang dihasilkan
oleh lembaga pendidikan setiap *22813 periode tertentu, dalam rangka
perencanaan pendayagunaan dan penyebaran apoteker di wilayah Republik
Indonesiadalam pelaksanaan wajib masa bakti. Pembatasan jangka waktu
1 (satu) bulan, dimaksudkan agar jumlah lulusan apoteker dapat segera
diketahui bagi keperluan penyusunan rencana tersebut di atas. Dalam
laporan tersebut dicantumkan antara lain nama, jenis kelamin, alamat
lengkap, status, bulan dan tahun lulus apoteker. Pencantuman data
tersebut dimaksudkan untuk memudahkan menghubungi apoteker yang
bersangkutan untuk diketahui. Yang dimaksud dengan perguruan tinggi
dalam Peraturan Pemerintah ini adalah Lembaga Pendidikan Tinggi,
apapun namanya, yang menyelenggarakan pendidikan apoteker. Ayat (2)
Kelengkapan persyaratan yang dimaksud misalnya ijazah, surat
keterangan sehat dari dokter yang berwenang, dan lain-lain yang
diperlukan bagi penugasan tersebut. Ayat (3) Penentuan kewajiban untuk
melaporkan diri, dimaksudkan untuk memberikan pengarahan dari Menteri
Kesehatan atau pejabat yang ditunjuk mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan penyesuaian ilmu pengetahuan yang diperoleh dari luar negeri
dan penerapannya dalam pekerjaan kefarmasian di Indonesia. Setelah
dinyatakan selesai melakukan penyesuaian tersebut yang bersangkutan
wajib melengkapi persyaratan dalam rangka masa bakti dalam batas waktu
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 3

Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksudkan pemberian kewenangan
adalah pemberian kewenangan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
Dengan Surat Penugasan ini sekaligus berarti pemberian pengakuan dan
kewenangan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di sarana kesehatan
milik Pemerintah, atau di Perguruan Tinggi sebagai pengajar, atau di
lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Disamping itu,
Surat Penugasan tersebut juga merupakan dasar untuk mengajukan
permintaan Surat Izin Kepada bagi Apoteker yang bersangkutan. Pasal 4

Ayat (1) Penetapan lamanya kewajiban menjalankan masa bakti
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dalam ayat ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja
Sarjana yang prinsipnya menyatakan bahwa sarjana wajib bekerja pada
Pemerintah atau perusahaan yang ditunjuk oleh Pemerintah
sekurang-kurangnya-selama 3 (tiga) tahun. Ayat (2) Cukup jelas Ayat
(3) Pengecualian ini terutama menyangkut lamanya pelaksanaan masa
bakti sebagaimana diatur dalam ayat (1). Bagi daerah atau sarana
kesehatan tertentu, seperti daerah atau tempat yang berdasar
pertimbangan lain seperti misalnya sarana, rawan dari segi keamanan,
lamanya masa bakti *22814 dapat lebih dipersingkat. Penentuan seperti
itu dan lamanya masa bakti, ditetapkan oleh Menteri. Ayat (4) Cukup
jelas

Pasal 5 Ayat (1) Pendidikan lanjutan bertujuan untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan dan karier apoteker serta bertujuan pula untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada masyarakat. Ayat (2) Yang
dimaksudkan dengan syarat-syarat administrasi disini antara lain bukti
telah menyelesaikan masa bakti, dan permohonan mengikuti pendidikan
lanjutan dari yang bersangkutan. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3) Persyaratan-persyaratan dalam ayat ini merupakan
syarat yang harus dipenuhi apoteker untuk memperoleh Surat Izin Kerja.
Memiliki kemampuan jasmani dan rohani sebagaimana dimaksud dalam huruf
b harus dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari dokter yang
telah memiliki Surat Izin Praktek atau dokter pada sarana kesehatan.
Pasal 7 Huruf a Termasuk dalam pengertian pidana penjara adalah pidana
penjara bersyarat. Huruf b Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9
Kewajiban apoteker untuk melapor semata-mata dimaksudkan untuk
mengetahui jumlah tenaga apoteker yang bekerja di sarana kesehatan
milik swasta dan penyebaran tenaga apoteker di seluruh wilayah tanah
air dalam rangka pembinaan profesi. Pasal 10 Ayat (1) Prinsipnya,
Surat Izin Kerja hanya diberikan 1 (satu) kali dan berlaku selamanya
untuk daerah tertentu, kecuali bila yang bersangkutan sudah tidak
memenuhi persyaratan, misalnya pindah kerja dari wilayah yang
diizinkan, usia lanjut, cacat fisik atau mental yang tidak
memungkinkan untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian atau dikenakan
pidana penjara atau hukuman administratif berupa pencabutan Surat Ijin
Kerja. Termasuk dalam pengertian pidana penjara adalah pidana penjara
bersyarat. Pernyataan tidak berlakunya Surat Izin Kerja diberikan
dengan surat keputusan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk
berdasarkan penelitian terhadap syarat-syarat itu sendiri. SuratIzin
Kerja tersebut dinyatakan berlaku kembali apabila hal-hal yang
menyebabkan tidak berlakunya Surat Ijin Kerja tidak ada lagi.
Pernyataan berlakunya kembali Surat Izin Kerja oleh Menteri atau
Pejabat yang ditunjuk dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan Menteri
*22815 atau Pejabat yang ditunjuk pula. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 11
Ayat (1) Pembinaan terhadap apoteker diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan dan disiplin apoteker. Adapun pengawasan dimaksudkan agar
apoteker tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk melaksanakan
pembinaan dan pengawasan yang lebih efektif terhadap apoteker dalam
melaksanakan tugasnya, peranan organisasi profesi seperti Ikatan
Sarjana Farmasi Indonesia sangat penting. Oleh karena itu organisasi
profesi tersebut perlu diikutsertakan dalam pembinaan dan pengawasan
apoteker. Ayat (2) Apoteker dalam menjalankan profesinya diwajibkan
menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan
lainnya termasuk ketentuan-ketentuan dari Pemerintah. Pasal 12 Profesi
apoteker adalah keahlian yang menjadi tugas, wewenang dan tanggung
jawab apoteker sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan sumpah
apoteker. Pasal 13 Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1961 tentang Wajib Kerja Sarjana adalah pidana kurungan
selama- lamanya 9 (sembilan) bulan. Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas Ayat
(2) Dalam rangka pembinaan, sebelum sanksi administratif dijatuhkan
terhadap apoteker yang melakukan pelanggaran, wajib didengar lebih
dalam pertimbangan dari Majelis Pertimbangan yang dibentuk oleh
Menteri. Pencabutan Surat Izin Kerja selama 1 (satu) tahun tersebut
berdasarkan pada pertimbangan bahwa dalam masa tersebut diharapkan
apoteker yang bersangkutan sudah dapat memperbaiki diri dari kesalahan
yang dilakukan. Selain itu, penetapan jangka waktu itupun didasarkan
pada pertimbangan bahwa tenaga apoteker masih dibutuhkan dalam upaya
pelayanan kesehatan masyarakat. Namun begitu, tidak tertutup pula
kemungkinan untuk pencabutan Surat Izin Kerja lebih dari 1 (satu)
tahun, misalya dalam hal apoteker yang bersangkutan sedang menjalani
pidana penjara lebih dari 1 (satu) tahun atau mengulangi kembali
perbuatan yang sama yang pernah dijatuhi pidana. Dalam hal apoteker
dicabut Surat Izin Kerjanya, untuk mendapatkan Suratizin Kerja yang
baru, yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan kembali sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup
jelas *22816 --------------------------------

CATATAN

Kutipan:LEMBAR LEPAS SETNEG TAHUN 1990
_________________________________________________(satu) tahun tersebut
berdasarkan pada pertimbangan bahwa dalam masa tersebut diharapkan
apoteker yang bersangkutan sudah dapat memperbaiki diri dari kesalahan
yang dilakukan. Selain itu, penetapan jangka waktu itupun didasarkan
pada pertimbangan bahwa tenaga apoteker masih dibutuhkan dalam upaya
pelayanan kesehatan masyarakat. Namun begitu, tidak tertutup pula
kemungkinan untuk pencabutan Surat Izin Kerja lebih dari 1 (satu)
tahun, misalya dalam hal apoteker yang bersangkutan sedang menjalani
pidana penjara lebih dari 1 (satu) tahun atau mengulangi kembali
perbuatan yang sama yang pernah dijatuhi pidana. Dalam hal apoteker
dicabut Surat Izin Kerjanya, untuk mendapatkan Suratizin Kerja yang
baru, yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan kembali sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup
jelas *22816 --------------------------------

CATATAN

Kutipan:LEMBAR LEPAS SETNEG TAHUN 1990

_________________________________________________

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel